0; Prolog (Buzz by NIKI)

102 10 8
                                    

2018

*Lail's POV

Bangunan tua dua tingkat yang cukup mencolok diantara bangunan yang lain, lantai pertama bangunan tersebut adalah toko komik. Dengan gaya minimalis dengan cat berwarna krem kecoklatan, terdapat beberapa rak buku yang menjulang menyentuh langit-langit atap. Ibu sudah pernah memberi saran kepada Nenek untuk melakukan renovasi toko karena beberapa benda sudah mulai rusak dan usang, tetapi Nenek menolak mentah-mentah saran Ibu. Hal ini karena toko tersebut adalah peninggalan Kakek, ia ingin mempertahankan suasan dan segalanya yang Kakek tinggalkan disana. Di toko tersebut, siapapun dapat menyewa atau sekadar hanya meminjam.

Suara rintik-rintik dan temperatur hujan membuat suasana toko menjadi sejuk, sangat nyaman. Ibu menyuruh aku untuk membantu menjaga toko, selagi beliau mempersiapkan makan malam. Saat aku sedang menyusun beberapa buku komik ke dalam rak, suara lonceng berwarna kuning antik yang tergantung di pintu masuk berbunyi, pertanda ada pengunjung yang datang. Aku sedang sibuk dengan buku-buku yang kupegang, tidak bisa melihat siapa pengunjung itu karena terhalang oleh rak buku.

Aku sedang menaiki tangga kecil lipat untuk menjangkau bagian atas rak. Saat sedang melihat-lihat judul komik, tanpa sengaja kaki aku terlalu mundur sehingga kehilangan keseimbangan. Tangan aku berusaha untuk menggapai buku-buku dan setelah merasa bahwa aku tidak akan jatuh, aku menghela napas, lega. Namun tidak lama, buku-buku yang kujadikan pegangan malah keluaran dari rak, aku pun melepaskan genggaman dan pasrah jikalau bokong aku akan mencium lantai kayu.

Namun, anehnya aku sama sekali tidak merasakan kerasnya lantai kayu, melainkan kedua telapak tangan yang menyangga pundak aku . Perlahan aku membuka mata dan terdengar suara lelaki, suaranya terlalu kecil jadi aku nggak begitu dengar dia bilang apa. Beberapa menit dengan posisi itu, otakku masih memproses dan sedikit terkejut. Akan tetapi, suara itu mengembalikan kesadaranku.

"Berat..." Suara rendah yang terlalu halus untuk sekadar lewat di gendang telinga. Duh, apasi Lail.

"Eh iyaa, maaf", buru-buru aku membenarkan posisi dan membalikan tubuh. Aku agak menunduk untuk melihat siapa yang baru saja menolong aku.

Sial, ini depan aku orang? tiba-tiba aku keinget para artis drama yang sering aku tonton, ini mereka keluar dari layar apa gimana? Bentuk wajah dengan fitur-fitur terbaik yang mungkin nggak akan aku bayangin akan ada di hadapan wajah aku saat ini, di bangunan tua dan alot ini. Oke berhenti, ini jadi kedengeran agak berlebihan. Tapi, serius... wajahnya itu, apa tuhan sebahagia itu pas lagi ciptain orang ini? apa dia antri paling depan pas pembagian wajah? kalo sampai sifatnya baik, beneran rakus.

Warna kulitnya emang nggak terlalu putih. Kecoklatan dan bersih. Rambutnya juga berwarna cokelat sedikit curly yang saat ini terlihat agak berantakan, mungkin karena terkena air hujan. Bola matanya, orang-orang biasa bilang 'belo', iyaaa, keliatan hampir keluar tapi bukan yang kaya boneka momo, kalian ngerti kan maksud aku. Warna mata hitam pekat, bahkan pupil matanya hampir nggak keliatan kalau-kalau tidak diperhatikan. Hidung tidak usah ditanya. Mancung. Dan proporsi bibirnya pas, tidak terlalu tebal ataupun tipis, warnanya merah muda agak pucat, mungkin karena suhu saat ini yang dingin.

Aku harus berhenti pandangin wajahnya, bahaya untuk jantung kalo terlalu lama. Lagian ekspresi wajah lelaki di hadapan aku ini mulai berubah, alis tebalnya agak terangkat karena mungkin kebingungan.

"Ada komik ini nggak di sini?" Ia mengulurkan telepon selulernya ke arah aku.

Aku mengalihkan pandanganku ke layar ponselnya, aku mengangguk kecil setelah melihat kalau ternyata orang ini sedang mencari komik Marvel X-Man yang aku tau kalo edisi ini sudah cukup lama di terbitkan dan menjadi barang langkah bagi para pecinta komik. Tentu saja di toko Kakek ada. "Ohh ini... ada kok."

Like Me BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang