"Another dayOf painted walls and football on the TV
No one sees me
I fade away
Lost inside a memory of someone's life
It wasn't mine
I was already missing
Before the night I left
Just me and my shadow and all of my regrets
Who am I? Who am I?
When I don't know myself
Who am I? Who am I?
Invisible"
- Invisible, 5 Seconds of Summer
***
Jaya POV
Ketika gue duduk di ranjang kecil klinik, bau antiseptik yang steril menyengat hidung gue. Telinga gue berdenyut, mengingatkan gue akan rasa sakit yang baru menyerang gue sejam yang lalu. Kata-kata dokter masih bergema dalam pikiran gue, membuat gue merasa mencekam.
"Cholesteatomas," he said, his voice grave and clinical. "Sacs of fluid, air, or skin cells behind the eardrum. If left untreated, they can cause irreversible damage to your hearing."
Gue mengangguk, mencoba menyerap keberatan dari diagnosis itu. Kolesteatomas. Kata itu terdengar asing dan menakutkan.
Aeris meremas tangan gue. Besok adalah hari pernikahannya, tapi dia disini, di samping gue. Gue bisa merasakan kekhawatirannya tergambar jelas di keningnya.
Kata-kata selanjutnya dari dokter menghancurkan ketenangan rapuh yang sempat menyelimuti gue. "Modern hearing aids," ucapnya. "They'll help you hear better."
Gue mengangguk lagi, menerima dengan hampa perangkat kecil yang dia letakkan di telapak tangan gue.
Dengan jari-jari gemetar, gue memasangnya ke telinga gue.
Not gonna lie, this feels very weird.
Ya, alat bantu dengar itu berhasil—memperbesar suara di sekitar gue, memberikan kejelasan pada kebisingan kacau dari suara-suara. But this also terrifies me of how it reminds me that I've got to depend on them.
"Can you hear me better?" Tanya Aeris.
"Yeah I can."
Saat dokter meneliti hasil tes, Aeris membungkuk ke depan. "Doctor, could this be related to what happened before? He had an accident two years ago"
Dokternya mengangguk dengan penuh pemikiran, pandangannya bergeser dari grafik ke arah gue. "It's possible. The trauma from an accident could have exacerbated any preexisting conditions in his ears."
Aeris mengangguk, suaranya gemetar sedikit pas dia mulai ceritain peristiwa-peristiwa yang mengarah ke koma gue.
"He went snorkelling," she explained, her words halting as she relived the memories. "He dove too deep, and... and he never came back up."
Gue memperhatikannya diam-diam, kilatan pengakuan menyala di suatu tempat dalam diri gue. Snorkeling. Kata itu bergema dengan suara samar dari kenangan, kilasan wajah seorang perempuan berkilau di bawah sinar matahari.
Soleil.
My girlfriend whom I have forgotten my memories about.
I remember her face.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sync Me In
ФанфикTentang Soleil yang sibuk menutupi kesepiannya dengan fokus menjadi pelukis di Los Angeles setelah kehilangan Jaya dan galeri seninya. Tentang Jaya yang beradaptasi di dunia futuristik dengan ingatan yang kabur dan telinga yang bermasalah setelah ba...