Jalan tak sama

777 129 8
                                    

🕵️‍♀️👨‍💼

Tiga tahun berlalu, tanpa terasa Klarisa bisa pulih dari masa lalu menyakitkan. Ia juga memutuskan menutup usaha yang selama ini dijalani dengan fokus kuliah hukum.

Ijal dan Audrina mendukung penuh keputusan putrinya. Mau jadi pengacara kah? Entah, Audrina hanya mau mengisi pikirannya dengan hal lain.

"Ayah, rumah di Bandung masih disewa orang?" Klarisa duduk bersama Ijal di meja makan. Gara-gara Klarisa diperkosa, Ijal meminta pindah tugas kerja di Jakarta lagi.

"Masih, kenapa? Tumben nanyain?" Ijal asik menyeruput kopi.

"Nggak apa-apa. Yah, Oma Opa nggak tau kejadian ... mmm, maksud Kla ...." Ia mengusap pelipisnya.

"Belum dan nggak perlu tau. Kasihan mereka. Gimana kuliah kamu?" Ijal membelokan bahasan.

"Lancar. Bagus Klarisa punya otak cemerlang jadi nggak susah hapalin banyak pasal. Ayah, jalan yuk!"

Ijal melirik, "kemana?"

"Beli baju buat Cendana," ujar Klarisa seraya mengoles roti dengan selai keju.

"Ayo. Mau berdua apa sama Ibu? Cendana lagi dibawa Ibu arisan RT."

"Sama Cendana juga lah, Yah ...." Klarisa melipat roti tawar. Ijal manggut-manggut. Pintu kamar Ezio terbuka, adik satu-satunya Klarisa begitu rapi karena hendak pergi malam mingguan.

"Zio. Sini," panggil Klarisa.

"Apaan, sih?" Raut wajah Ezio kesal.

"Masih BT sama gue?" Klarisa bertopang dagu dengan siku ia letakkan di atas meja makan.

"Dikit. Lo nggak bilang Cendana tidur di kamar gue, perlak belum gue taroh di kasur. Lo juga nggak siapin pempers, tembus tuh cairan pesing!" omel Ezio.

"Sorry. Yaudah sana cabut!" usir Klarisa. Ezio menyalim punggung tangan Klarisa lalu Ijal.

"Yah, bagi duit," cengir Ezio.

"Nggak ada. Ayah boke. Udah pensiun." Ijal menyeruput kopi lagi.

"Oh iya lupa. Ayahku udah tua, udah pensiun juga. Oke lah, Ezio terima tawaran kerja kalau gitu." Ezio masih berdiri di dekat Ijal.

"Kerja apaan kamu? Kuliah juga masih baru!" sinis Ijal.

"Bantuin project wedding organizer temen. Kantor Kakaknya, sih. Lumayan, Yah, buat nambah duit jajan." Ezio mengambil alih cangkir kopi Ijal, ia seruput pelan.

"Yaudah asal nggak ganggu kuliah." Ijal bersandar santai pada kursi makan.

"Sip! Thank you komandan!" Ezio berjalan ke depan karena mobil temannya sudah datang. Ijal dan Klarisa lihat-lihatan.

"Ezio bisa, Yah ... kuliah sambil kerja. Biarin aja, lah."

"Iya, sih. Kla, kamu jadi pengacara aja, nanti sekolah profesi. Ayah punya banyak temen punya firma hukum. Kamu harus mapan juga walau perempuan," usul Ijal.

"Lama lagi dong sekolahnya, biayanya juga--" Mulut Klarisa langsung terkunci. "Oke, iya, kejar beasiswa, sippp." Ibu jari diacungkan ke Ijal.

"Itu tau. Ayah dan Ibumu bukan orang kaya raya, jadi kalau bisa cari beasiswa, ya. Kamu mampu, sayangku," tukas Ijal seraya mengusap kepala Klarisa lembut.

***

Newyork city.

Darka duduk bersandar pada kursi kayu di belakang bangunan berlantai tiga. Ia menyalakan sebatang rokok, lalu melirik ke temannya yang datang menyusul.

Magnetize ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang