Bab 59

0 0 0
                                    

"Kita harus ke sana, semenjak tadi banyak sekali ledakan aneh berasal dari sana," ucap masyarakat mulai bergerak ke arah sana.

Pada lokasi ledakan, tampak tubuh yang berserakan akibat ledakan demi ledakan bom yang baru saja dijatuhkan lewat kemampuan memindahkan benda Queen.

[ Sekarang cepat bereskan! ]

Amar dan King telah menyatukan kekuatannya membuat bola besar dari daun kering yang telah mengumpul di antara kedua tangan mereka.

Sementara itu, mata Queen terbelalak tidak percaya bahwa potongan beberapa tubuh yang telah bercerai berai itu, kini bergerak bagai ditarik oleh sebuah magnet. Gadis itu mencoba untuk menangkap potongan kepala yang akan kembali pada tubuh utama.

"Queen, menjauh lah!" teriak Amar dan King.

Queen yang melihat benda yang berat melayang di antara kedua tangan pria itu tersenyum penuh arti. "Sepertinya, akan lebih mudah jika diserahkan padaku."

Dalam sekejap mata, bola peledak raksasa yang terdiri atas rangkaian daun kering itu menghilang begitu saja. Benda itu tiba-tiba muncul dari atas potongan-potongan tubuh.

"Apa yang kau lakukan?" teriak Amar.

"Dari pada repot-repot mengantarkan peledak itu."

Amar menggunakan kecepatan kilatnya membawa Queen beserta adik kelas yang tidak sadarkan diri dimasukkan ke dalam kantung dimensi dan segera menjauh dari lokasi yang akan dijatuhi bom raksasa itu.

Beberapa detik kemudian, bola dengan ukuran besar itu  mendarat tepat pada tubuh yang telah kelabakan dalam proses untuk menyatu.

Saat bola raksasa itu tepat mengenai tanah, terdengar suara dentuman dan getaran yang sangat besar. Bukit tersebut bergetar hebat membuat tanahnya bergerak menurun. Longsor pun tak dapat dielakkan lagi.

Hal ini membuat masyarakat yang tadinya berbondong menuju lokasi di atas bukit, dalam bahaya.

[ Cepat selamatkan manusia manusia yang bergerak menuju lokasi ini. ]

"Loh? Bukannya nggak ada siapa-siapa di sekitar sini?"

[ Beberapa warga sedang mendekat meninjau lokasi karena pemasaran akan suara ledakan yang bertubi tubi di bukit tadi. ]

"Aaah, sial! Menambah pekerjaanku saja mereka!" Amar melesat menuju masyarakat yang sedang mencoba menyelamatkan diri dari getaran hebat yang terjadi pada wilayah tersebut.

Krek

Krek

Krek

"Apa yang terjadi di tempat ini?" tanya salah satu warga yang berpegangan erat pada sebuah pohon.

"Entah lah, kenapa tiba-tiba ada gempa?" sahut yang lain.

Mereka tidak menyadari ada bahaya yang mengintai bergerak cepat dari arah puncak bukit tersebut. Tanah terus bergerak mematahkan bagian-bagian tertentu pada bukit itu. Menyapu pohon-pohon yang bertumbuh memenuhi setiap sisi pada bukit tersebut.

Amar menghentikan waktu membuat tanah-bukit yang amblas dan terus turun tersebut berhenti. Namun, dari arah tanah terdengar suara gemuruh hebat.

[ Sepertinya limit pengendalian waktumu hampir habis. Kau harus segera menyelamatkan orang-orang tersebut. ]

"Apa? Jadi, kemampuanku untuk megendalikan waktu ada batasnya? Kenapa tidak kau katakan sebelumnya?" Amar telah menemukan masyarakat yang telah pucat pasi mematungberpegangan pada bagian-bagian pohon di lereng bukit tersebut.

Tanpa berkata apa-apa, Amar segera membuka kantung dimensi memasukkan mereka semua yang tak kurang dari sepuluh orang.

Krek

Krek

Di luar perhitungan, tanah telah bergerak kembali. Ini berarti waktu telah bergerak dengan sendirinya tanpa menunggu Amar untuk mengembalikannya lagi.

[ Cepat tinggalkan lokasi! ]

Amar menghilang, berteleportasi berkat bantuan Sistem. Selang beberapa detik, longsoran bukit itu menyapu sisa jejak keberadaan Amar tadi.

"Huuuffftt!" Amar menyeka keringat dingin yang memenuhi tubuhnya, berada di atas puncak bangunan memandangi bukit yang telah luluh separuh dari sebelumnya.

Amar segera mengeluarkan orang-orang yang berada dalam kantung dimensi. Semua yang ada di sana terkejut karena tiba-tiba saja berada di atas sebuah gedung. Namun, rasa terkejut mereka berganti melongo melihat dan mendengar gemuruh hancurnya sebagian bukit.

"Siapa pun yang melakukan ini, kami sungguh berterima kasih. Jika tidak, mungkin kami akan terkubur hidup-hidup tanpa menyadari apa yang terjadi."

Beberapa orang dari pria-pria dewasa itu mengangguk. Di sana mata mereka beralih pada remaja-remaja yang sedang tidak sadar.

"Apa yang terjadi dengan mereka?" Lalu perhatian kembali teralih pada kawanan Joki dan yang lainnya.

"Mereka masih hidup!" ucap seseorang saat memeriksa denyut nadi dan detak jantung mereka.

"Ini semua sungguh kejadian yang sangat aneh."

Queen memegang pundak Amar yang terus memperhatikan bukit yang telah runtuh tersebut. "Maafkan aku, ini semua karena salahku yang terlalu ceroboh tanpa perhitungan."

Amar melirik gadis yang ada di belakangnya. Ia memutar tubuh dan menganggukkan kepala. "Ya, ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Kalau pun aku yang melakukannya, mungkin hasilnya tidak akan jauh berbeda."

"Terima kasih." Queen merangkul lengan Amar.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Amar.

"Tidak apa, kamu kan sudah janji, akan menjadi suami di masa depanku nanti." Queen tersenyum menyandarkan kepalanya pada lengan Amar, meskipun Amar hanya memberi lirikan tanpa arti.

*

*

*

Keesokkan paginya, Amar dibangunkan oleh sang ibu seperti biasa. "Sampai kapan kamu harus dibantu bangun seperti ini? Apa tunggu longsongan bukit sampai ke rumah ini, membuatmu bangun dengan sendirinya?" cuap sang ibu.

Amar membuka mata perlahan. Ia baru tidur semenjak dua jam yang lalu. Di sela matanya yang terbuka dengan kecil, ia melirik gerakan ibunya yang terus mondar mandir sambil berkoar mengatakan segala hal yang ada di dalam pikirannya.

"CEPAT BANGUUUUN!"

Amar melonjak turun dari tempat tidurnya mendengar gelegar teriakan sang ibu. "Ah, Mama? Aku masih sangat mengantuk." Remaja putra itu mengucek matanya beberapa kali.

"Mama tak pernah berharap ada nama kamu di balik runtuhnya setengah bagian bukit di pinggir kota ini."

Amar langsung menegakkan kepalanya. "Apa maksud Mama?"

"Ada berita mengejutkan di kota ini. Sebagian bukit runtuh. Beruntung tidak ada korban jiwa. Namun, tadi malam memang aneh sih, Mama merasakan gempa yang lumayan kencang. Ternyata dari bukit itu. Terus dalam berita ada yang mengatakan ada ledakan-ledakan besar sebelum terjadi longsor. Mama khawatir ada kamu juga dalam kejadian itu."

Amar mengusap rambutnya dengan kasar. "Mama lihat sendiri aku di dalam kamar kan?"

"Ya, barang kali aja kayak biasanya kamu kabur-kaburan tanpa berita." Liana beranjak menuju keluar kamar. "Ingat, jangan tidur lagi!"

Pintu kamar pun telah ditutup. Mata Amar pun mengambang menatap sekeliling kamarnya. "Sist ... Sist? Jawab aku Sist?"

Semenjak sampai di rumahnya, Sistem tak terdengar lagi mengomandoi Amar lewat pikirannya. Hal ini lah yang membuat Amar tidak bisa tidur, tiba-tiba teman tidak terlihat yang selalu menemani hari-harinya, menghilang tanpa sempat mengatakan satu patah perpisahan.

"Sist, apakah begini saja akhir persahabatan kita? Apakah kamu tidak mau menemaniku hingga masa depan terlihat jelas di mataku? Padahal aku belum sempat mengajakmu melihat bagaimana keadaanku saat dewasa nanti."

Amar kembali merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamar. Semangat yang dulunya menghiasi dirinya, kini seakan habis meninggalkan dirinya seperti sebelum memiliki Sistem.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sistem Pengendali Waktu FizzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang