Di Tempat Reuni

0 0 0
                                    

"Ah sh*t" Abdi melihat celananya yang basah setelah dia membuka selimutnya.

Basah?

Dia tidak ngompol. Ini siklus alami seorang pria normal.

Abdi menyugar rambutnya yang sudah acak-acakkan karena bangun tidur. Wajahnya muram mengingat apa yang terjadi malam tadi. Pemicu mimpi basahnya lebih tepatnya.

Sebenarnya mimpi basah ini normal. Tanpa pemicu pun bisa saja terjadi. Namun khusus malam tadi, setelah kapal mereka berlabuh, jejeran wanita penghibur langsung menyambut mereka. Beraneka gaya dengan tanpa sehelai benang itu melenggak lenggok tanpa malu.

Abdi kesal kenapa dia terlalu polos dengan panggilan pimpinannya. Harusnya dia sudah hafal budaya kapal yang berhenti. Pasti akan disambut dengan jenis perempuan sexy yang menjual diri demi sesuap nasi.

Ah sial, batinnya kesal.

Abdi tidak tergoda. Namun jeli matanya tidak bisa dipungkiri. Sekilas saja dia melihat, ingatannya mengakar kuat. Bahkan detil lekukan indah tergambar jelas dibenaknya. Merusak malamnya.

Insting laki-laki tidak berbohong. Pasti ada yang nyantol dikepala. Terlepas birahi atau tidak, dasar pertamanya adalah merekam jejak dengan detil dan jernih. Apakah selepas itu dirangsang hingga membangkitkan nafsu itu tergantung pribadi masing-masing. Tergantung seberapa intens dia memikirkan selangkangan karena kerap membiarkan "pemicunya" berkeliaran dialam.bawah sadarnya.

Ada yang sekali lihat langsung sang* ada yang mampu bertahan bahkan jika harus si s*xy menari-nari di depannya.

Namun ingatan yang terekam akan menghantui dan membangkitkan naluri entah cepat atau lambat. Memang begitulah insting pria. Seperti yang dialami Abdi, meski tanpa cinta, jika ingatan itu bertahan lama pasti mengganggu konstentrasi dan membangkitkan naluri yang berujung nafsu karena tak ada tempat halal sebagai penyalurnya. Atau berakhir dengan *reksi dimalam hari ketika tidur dan boom, keluar tanpa diminta. Ini masih halal. Bagaimana kalau dipaksa dengan kedua tangan? Ini jelas bahaya.

Drrrt.
Hpnya bergetar. Sebelum tidur dia mengirim pesan kepada ibunya. Dia bisa menghubungi ibunya karena sudah menemukan sinyal.

Bisa gak sih ke kamar mandi dulu? Malu banget dalam keadaan gini ketemu ibuk. Meski suara hatinya berkata demikian, tanggannya meraih hp itu dan mengangkat panggilan ibunya.
"Assalamualaikum buk?"

"Wa'alaikumussalam... dimana sekarang?" Tanya ibu antusias.

"Lagi dipelabuhan buk" Abdi menyebutkan nama tempatnya.

"Kusam kali wajahmu dek. Baru bangun?" Tanya ibu lagi.

Abdi mengangguk. Dia menjawab semua pertanyaan ibu dan akhirnya mengobrol panjang. Hingga sampailah kalimat tanya ibu yang sudah ditunggu-tunggunya.

"Kapan kau pulang?"

Abdi menjilat bibirnya. Dia gugup. Apakah harus membuat janji yang tidak pasti pada ibunya? Bukankah itu durhaka sekali? Tapi tidak memberikan kepastian juga akan mengecewakan ibunya. Membuat ibunya yang sudah renta itu khawatir dan sedih.

"Lima bulan lagi buk." Jawab Abdi menerka-nerka jadwalnya.

"Lama kali dek. Tapi gak apa-apa deh. Sudah bagus kamu bisa pulang." Senyum ibu terbit. Membuat Abdi ikut melebarkan bibirnya. Memperlihatkan giginya yang rapi hingga membuatnya terlihat tampan.

"Aih... anak ibuk ini tampan kenapa belum ada jodohnya sih?" Keluh ibu begitu melihat wajah anaknya yang sedang tersenyum.

"Ah tidak apa-apa. Lima bulan lagi kamu pulang kan? Jika masih berjodoh, ibuk sudah meperkenalkanmu dengan 9 gadis. Mereka berpendidikan semua. Semoga masih ada kesempatan lima bulan kedepan." Wajah ibu penuh optimis, berseri-seri dan begitu semangat. Garis-garis penuaan tidak bisa menghilangkan raut teduhnya. Abdi selalu suka dengan wajah ibunya yang berekspresi seperti itu. Tidak ingin memutus harapan ibunya, Abdi mengangguk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Halo Jodoh, Aku MenemukanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang