"Udah tidur Jen anak Abang?"
Tepat pada pukul 11.30 malam, Saadan akhirnya bisa menghela nafas lega dan kembali pulang ke rumah.
Di dalam kamarnya yang sudah redup karena lampu utama telah dimatikan, ternyata masih ada sosok tegap Jena yang sedang duduk anteng di atas sofa dengan laptop yang berada di pangkuannya. Entah apa yang sedang Jena kerjakan hingga larut malam, Adiknya itu tampak begitu serius dan tak bisa diganggu sekarang.
"Bang? Baru pulang ya?" Jena mengangkat pandangannya, menanyakan pertanyaan yang jika di tanyapun sudah kelihatan jawabannya apa. Sekedar basa-basi saja tidak masalah bukan?
"Adek udah tidur kok dari tadi, tadi juga sebelum bobo Adeknya udah Jena buatin susu."
"Thankyou ya Dek," Saadan mengelus surai Jena sayang, lalu ikut duduk di sofa yang ada di seberang Adiknya itu.
Helaan nafas si Sulung terdengar berat.
Hari ini pekerjaannya lumayan banyak di kantor, cukup banyak tenaga dan emosi yang Saadan serahkan untuk pekerjaannya. Tapi walau sesibuk apapun dia, Saadan juga tak lupa untuk sesekali memerhatikan kondisi group keluarga mereka yang tadi sore tampak ramai oleh gelak tawa Jagadipa.
Itu loh video yang Can kecemplung di got perumahan, videonya dikirim sama si Sakala ke group keluarga dengan maksud dan tujuan agar Abang-abangnya itu tau kelakuan ajaib si Boyul Can. Biar Abang-abangnya tau, kalau ternyata Can kecil mereka sekarang udah bisa bandel dan ga mau lagi dengerin omongan mereka, khususnya ya omongan dia! Ha ha ha, Kala happy banget udah bagi-bagi aib si kecil! Siapa suruh ye kan bandel banget!
Tak mau ketinggalan moment pertumbuhan Anak laki-lakinya, Saadan juga ikut turut andil di dalam percakapan tersebut, si Papa muda itu juga tak lupa untuk mengunduh dan menyimpan video lucu Anaknya ke dalam file pribadi. Apapun tentang si kecil, se random dan se aneh apapun moment si kecil, Saadan tidak akan pernah mau ketinggalan sedikitpun--mengingat bahwa semua manusia yang ada di Jagadipa adalah saingannya dalam memperebutkan Anaknya.
Dua mata Saadan terpejam erat, tubuhnya bersandar lelah di sandaran sofa dengan kening yang terlipat dalam.
"Ngomong aja Jen, Abang masih sanggup kok."
Awalnya, Jena sempat ragu sejenak untuk menyampaikan sesuatu yang sejak tadi telah berkeliaran di isi kepala miliknya. Apalagi setelah melihat si Sulung pulang dengan kondisi yang agak berantakan, Jena jadi tidak sampai hati untuk mengatakan sesuatu yang pastinya akan semakin menambah beban untuk Abangnya itu.
Namun, sulung tetaplah sulung. Instingnya begitu kuat sekali, bahkan dengan hanya tatapan memindai sekilas, Saadan sudah mengerti bahwa ada sesuatu yang sejak tadi coba Jena ungkapkan kepadanya, membuat Jena tidak punya pilihan lain selain mengutarakannya sekarang atau mungkin tidak sama sekali.
Jena memperbaiki letak kacamatanya, memperhatikan beberapa dokumen yang ada di laptopnya terlebih dahulu, dan lalu menatap ke arah si Sulung yang sekarang sudah berdiri tegak di sofa sana.
"Ada satu hal yang udah Jena curigain dari lama," Jenaro berdehem sejenak, entah kenapa tenggorokannya mendadak terasa kering. "Dan semakin ke sini, Jena juga jadi semakin yakin sama apa yang udah Jena asumsiin dari lama."
Hening sesaat, atmosfer di sekitar kamar juga mendadak terasa sedikit berat, seperti tidak ada ruang untuk bernafas dengan leluasa.
"Abang maafin Jena ya kalau Jena sekarang terkesan lancang banget ke Abang, Jena bukannya ga percaya sama Abang. Tapi demi membuktikan apakah asumsi Jena ini bener atau engga, Abang boleh ga test DNA dulu sama Can buat lihat hasilnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Precious Baby (On Going)
Historical FictionKetika para Jagadipa dititipin bocil yang asal usulnya ga tau darimana... ~ "Ini kenapa gue tiba-tiba jadi Papa sih??" "Can love cemua-cemua na." "Can love Pa ceceluluh alam memesta ya." "Okey deh, ternyata jadi Papa seru juga." ~ Lee Dino as Bocil ...