Mencari jejak anak hilang

839 116 8
                                    

🕵️‍♀️👨‍💼

Perpustakaan kampus menjadi sarana Klarisa untuk fokus mendalami mata kuliah hukum kedokteran forensik dan medikolegal karena ia memilih konsentrasi hukum pidana sejak semester lima.

Awalnya Klarisa ingin memilih hukum acara, tapi saat dipikir-pikir dan membahas dengan Ijal, hasrat Klarisa langsung melesat tertuju pada konsentrasi tersebut.

Masalah menghapal banyak KUHP yang super panjang, bukan masalah baginya. Salah satu buku yang sedang ia baca tentang Visum et Repertum, berawal dari cara pengajuan, pencabutan berkas visum dan sebagainya.

Klarisa melakuka  penspinning sambil membaca buku berbahasa inggris di sisi kiri dan bahasa indonesia sisi kanan. Beberapa hal penting ia catat dibuku catatan yang dimiliki.

Jika anak kuliah memakai binder file, Klarisa tidak. Ia memakai buku tulis yang semuanya disampul warna hitam. Pada tiap sudut buku ditulis mata kuliah berbeda.

Old school methode, mirip Audria si paling rajin mencatat. Tempat pinsil Klarisa berisi banyak stabilo warna berbeda, post it, pulpen tiga warna dan pinsil mekanik.

"VER sama dengan alat bukti yang sah," gumamnya seraya mencatat, tak lupa ia lingkari dengan spidol warna merah. "Pengajuan VER diminta penyidik, berarti Ayah sama Om Aldi paham banget sama hal ini," lanjut Klarisa bicara sendiri. Sepi ini perpus, apalagi fakultas hukum, akan ramai jika menjelang skripsi atau sidang. Jika hari-hari biasa, anak-anak jurusan hukum menyebar kemana-mana.

Ada yang iseng main ke kantor polisi, kantor pengacara, nonton maraton series luar negeri bahas kasus macam-macam. Kurang lebih seperti itu.

"Kla," suara seseorang membuatnya menoleh. Klarisa menegakkan posisi duduknya.

"Ada dua polisi nyariin lo," tutur Izac, teman satu kelasnya.

"Polisi?" Kening Klarisa berkerut.

"Iya. Gue baru mau ke sini, di depan perpus ada dua polisi nyegat gue, mereka tanya kenal Klarisa nggak. Nama Klarisa elo doang. Lo kenapa, Kla? Nyopet, ya?" kekeh Izac.

"Nggak, lah. Habis hipnotis copetnya malah," tukasnya membalas seraya merapikan buku.

"Kla, lusa jadi main ke kantor advokat Hilman?" tukas Izac yang bersiap belajar juga sebelum kelas mata kuliah lain satu jam lagi mulai.

"Jadi. Bareng, ya. Kita nggak berdua doang, kan?" Klarisa masih risih.

"Berlima. Kita berdua, Nia, Ben sama Sisi." Izac membuka tas ransel, ia keluarkan laptop dan diletakkan di atas meja.

"Oke. Gue ke depan dulu." Klarisa memakai tas ransel juga memeluk dua buku tebal. Ia akan meminjam jadi lapor ke petugas perpustakaan untuk di scan.

"Klarisa," panggil dua orang berseragam polisi ala intel, tapi karena memakai lencana yang dikalungkan jadilah orang-orang tetap tau keduanya polisi.

"Eh, Om Jody sama Om Fakih. Ada apa, Om?" sapa Klarisa.

Jody menyodorkan ponselnya, Klarisa baca. "Oke, Klarisa bisa bantu apa?"

"Orang tuanya udah panik, seminggu ini nggak pulang. Kata Ayahmu, kamu jago cari informasi orang ilang."

Klarisa tersenyum tipis. "Ayah kamu rekomendasiin ke kita. Jujur, Kla, Om Jody sama Om Fakih udah cari kemana-mana tapi anak ini  nggak ketemu."

Magnetize ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang