Dilema

554 25 3
                                    


Halo, seperti biasa, intermezzo di awal cerita.
Jujur, aku sedikit sulit mencari nama tokoh untuk pengganti nama mereka. Jadi semoga masih diizinkan untuk menggunakan nama mereka di setiap bagian dari cerita ini. Mungkin kalau aku ada niat membuat cerita panjang dengan visualisasi mereka, baru aku akan buat nama yang berbeda. Tapi ya namanya juga fanfiction ya gak sieehh cerita penggemar ya gimana ya kack kalo nggak pakai nama artisnya😂😭😭 Alumni nulis fanfic dari 2014 ini bingung sekali dengan peraturan yg ada. Wkwkwk tapi yaudah lah. Coba saranin namanya deh.

Oh, Ya! SEDIKIT promosi juga, kalau ada waktu luang, boleh mampir ke ceritaku yang judulnya SENDU. Itu tulisan terakhirku sebelum hiatus yang sangat panjang. Boleh juga mampir ke akunku untuk tinggalkan komentar dan follow jika berkenan.

Atau share cerita ini ke teman-teman kalian. Terima kasih.

T.W.  Slight cheating. A lil bit cringe. Ew. Enjoy❤️

•••••

Tak terasa sudah dua tahun berlalu sejak dia pergi. Seseorang yang dulu sangat berarti untukku. Dia mengakhiri hubungan kami karena tidak ingin jika harus berhubungan jarak jauh. Dia meneruskan pendidikan ke kota kelahirannya, Yogyakarta. Sedangkan aku masih meneruskan Sekolah Menengah Atas ku. Selama dua tahun ini, ternyata aku belum bisa melupakannya. Benar kata orang, cinta pertama itu sulit untuk dilupakan. Aku menghela napas kasar.

"Ngelamun aja! Udah jangan mikirin Faro terus."

"Siapa yang ngelamunin Faro, coba? Kamu tuh sok tau, Na. Udah move on, dari dulu."

"Masa? Kamu tuh enggak bakat bohong. Udah yuk, ah! Kapan makannya kalo nungguin kamu melamun terus," Rena atau yang sering aku panggil Nana adalah teman sekelasku sejak masuk SMA. Sikapnya yang humble membuatku nyaman berteman dengannya. Berbeda dengan aku yang terkesan cuek dan tak mau perduli dengan urusan orang lain.

•••

BRAKKK!!!

Aku menggeram kesal melihat sang pembuat keributan itu. Rony. Ya! Dia memang akhir-akhir ini sering menggangguku entah karena apa. Padahal dulu kami acuh saja satu sama lain, atau mungkin dulu aku yang selalu sibuk menjaga perasaan Faro-mantanku- hingga aku tak dekat sama sekali dengan teman lelaki. Jujur, aku adalah tipe orang yang tidak mudah bergaul dengan kaum adam. Sejak aku SD sampai SMP. Dan SMApun baru-baru ini aku mulai terbuka dengan teman lelaki ku di kelas.

"Ron! Aku mau makan," ucapku kesal. Dia itu sudah sering sekali mengganggu acara makanku.

"Makan ya makan aja," aku acuh dan melanjutkan makanku seolah tak peduli dengan kehadirannya.

Satu menit.

Dua menit.

Lima menit.

Jengah. Merasa diperhatikan aku menoleh ke arahnya yang sedang tersenyum sok manis. Dia pikir aku akan terpesona begitu? Tidak akan. Aku menatapnya tajam.

"Apaan sih? Biasa aja natapnya, Bu."

"Pergi deh. Orang lagi makan kenapa ngeliatin terus?" Ucapku sambil mendorong bahunya.

"Nggak. Santai aja kali. Makan ya tinggal makan."

"Ya jangan dilihatin!" dia hanya mengangguk mengiyakan. Tumben. Pikirku. Aku heran kenapa hari ini dia seperti malas meladeni ucapanku, biasanya dia tidak akan mau kalah. Cepat-cepat aku menyelesaikan makanku. Kalau sudah begini, aku yakin ada sesuatu yang mengganjal di otak gantengnya itu.

"Kenapa kamu?" tanyaku.

"Ngga apa-apa."

"Tumben aja diem. Biasanya kan kamu paling seneng debat aku."

MY YOU (Novelit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang