𝟎𝟏 ; 𝐒𝐞𝐝𝐢𝐤𝐢𝐭-

152 26 4
                                    

Terhitung sudah hampir empat bulan berjalan Abyan mencoba untuk berbaur mengenali jenis kehidupan baru di lingkup tempat tinggal sang bunda.

Dimana setelah bertahun-tahun sebelumnya ia hidup dan tumbuh disertai rasa sayang seorang ayah, kini kesenjangan terjadi secara nyata adanya ketika ia berpindah dalam pengasuhan bunda.

Kehidupan di antara keduanya sangatlah jauh berbeda.

Tidak seperti ayah yang setiap memiliki waktu luang, kesempatan itu akan dihabiskan untuk mencipta memori kenangan bersama orang terkasih, lain halnya dengan bunda, yang justru memilih untuk menyibukkan diri dengan menghadiri acara-acara sosialita, atau pergi kemana saja asal tidak berdiam diri di rumah.

Tak sebatas itu, masih banyak perbedaan signifikan lain yang dapat Abyan rasakan, bahkan hanya dengan memerlukan hitungan bulan awal tinggal bersama.

Contoh saja, seperti kemarin malam. Abyan yang lupa kedapatan tidak mencuci piring kotor dalam wastafel dapur membuat bunda yang entah pulang dari mana seketika memanggil namanya penuh emosi, disertai bentakan-bentakan yang mengatakan jika dirinya kurang bertanggung jawab dan jorok.

Tolong garis bawahi bahwa di sini Abyan lupa.

"Adek ini kenapa seneng banget bikin bunda emosi, sih! Piring kotor juga 'kan adek sendiri yang pakai, kenapa dibiarkan saja?" Cercaan bunda masih terdengar, meski Abyan yang dimarahi sudah tergerak mengerjakan apa yang seharusnya dilakukan, mencuci piring tersebut yang merupakan biang kemurkaan bunda.

"Bunda ini capek pulang kerja, pikir bunda sampai rumah langsung istirahat, rumah rapi. Tapi ternyata ada saja kekacauan yang bikin pusing kalau dilihat."

"Iya, bunda. Adek sudah minta maaf, tadi adek lupa kok bukan sengaja dibiarin." Lirih Abyan bersuara dengan ragu-ragu.

"Alasan terus kalau dikasih tau!"

Menunduk lebih dalam, Abyan tak lagi berani menjawab.

"Terserah kamu lah, awas aja kalau nggak bener nyucinya, sekalian yang lain jangan cuma bekas yang kamu pakai."

Helaan nafas panjang menjadi penutup omelan Rania di malam itu, sebelum berakhir meninggalkan Abyan dalam keterdiaman.

Lima menit bertahan di meja ruang makan, suara pintu garasi terdengar. Tak perlu menebak siapa karena jelas itu si kakak kembar Jonathan Anagendra yang entah darimana.

Hal lain yang sedikitnya mampu membuat Abyan merasa sedikit aneh dan sedih, adalah bunda yang memperlakukan beda antara mereka sebagai anak kembar. Tidak, Abyan bukan iri. Hanya saja pertanyaan ini sering muncul membuatnya turut berpikir keras, apakah memang dirinya ini diterima dengan terpaksa di sana?

•••
𝓙𝓸 - 𝓑𝔂
•••

Sunyi menyapa malam dengan angin menyapu lembut, meski nyatanya, dingin yang terbawa itu bisa menembus sampai ke dalam tulang, pun menghantarkan gemetar pada tubuh yang menantang dengan hanya memakai pakaian pendek.

Abyan salah satunya, dingin malam itu bukan menjadi penghalang baginya untuk berdiam diri di teras belakang rumah, menikmati sepoi angin tanpa melakukan aktivitas yang berarti sebab di sana ia hanya seorang diri.

Ah, sepertinya Abyan memang harus mulai membiasakan diri untuk ditinggalkan dalam kesendirian.

Beberapa jam yang lalu bunda berpamitan kepadanya akan berangkat kerja karena memang jadwal hari ini, bunda mendapatkan shift malam.

Terlena dengan lamunannya, ia mulai beranjak untuk masuk ketika mendengar suara motor disusul pintu garasi yang dibuka setelahnya. Jelas Abyan tahu bahwa itu adalah Jonathan. Maka kini ia mendudukkan diri di salah satu kursi di ruang makan, menunggu si kakak kembar masuk ke dalam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝑭𝒍𝒖𝒎𝒎𝒐𝒙 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang