Ibuku adalah penggemar telenovela, tahun 1999. Beliau adalah penggemar Thalia Sodi. Apakah kau tahu siapa dia? Dia seorang aktris dari Meksiko, yang merupakan pemeran utama Rosalinda. Kisah cintanya, dengan ratusan episode, mulai pertemuannya dengan Fernando House di toko bunga, lalu perpisahan akibat keserakahan Fedra, sampai anaknya direnggut dan dia menjadi gila, lalu diselamatkan oleh Alex akibat insiden kebakaran, dirawat, menjadi penyanyi, dan bersatu lagi, pasca kematian Fedra.
Pemeran antagonis paling menyebalkan, adalah ibunya Fernando. Ketika masuk penjara, itu adalah momen ibu-ibu senangnya bukan main. Aku ingat, ibuku membawa TV ke dapur, demi tidak melewatkan momen-moment seperti ini.
Aku hafal kisahnya, yang dimulai ibunya Rosalinda mengalami korban percobaan pemerkosaan, bahkan dia dipenjara entah bagaimana ceritanya, intinya kisah Rosalinda sempat mewarnai masa kecilku.
Inilah inspirasi ibuku mengganti namaku, dari Park Jeong In, menjadi Sergio Park. Biasanya, dalam telenovela nama-nama seperti ini adalah pria-pria yang jahat, bertampang kartel. Tapi wajahku perpaduan Asia Timur, dan Amerika.
Sebenarnya, beliau sudah lama menyukai telenovela. Bukan dari tahun 1999 sebenarnya, tapi 34 tahun yang lalu saat beliau berada di Meksiko. Dari sana namaku mulai berubah, agar aku setampan orang-orang sana.
Mulia sekali doa ibuku.
Saat aku pindah ke negara asal ibuku, orang kesulitan menyebut namaku. Lidah mereka beberapa kali harus salto, patah pinggang demi menyebut namaku dengan sempurna. Sehingga banyak yang membullyku karena namaku terlalu mengarah, ke arah orang Amerika Latin.
Tapi ada juga yang mengatakan, nama itu sangat cocok padaku. Sebab, aku ini adalah tipe cowok yang di idamkan gadis-gadis. Terutama para gadis pembaca novel online, yang rahimnya selalu meledak bila bertemu pria tampan.
Biasanya, di negara ini suka sekali dengan pria berwajah feminim. Dengan make up yang tebal, warna rambut yang mencolok, berjoget di atas panggung, dan mereka memiliki penggemar, yang lebih seram daripada film pembunuhan atau film horor.
Bahkan aku sering melihat, saat mereka membawa merchandise, dengan poster idola masing-masing, aku melihat mereka berperang dengan menjambak rambut.
Kau tau perang apa?
Perang antar fandom.
Entah apa yang mereka pikirkan, padahal kalau dilihat jauh kebelakang, itu hanya buang-buang energi. Belum tentu misalkan artis yang mereka senangi itu, suka sama mereka. Bisa jadi mengejek mereka dari belakang.
Misalnya, ketika berjumpa dengan para penggemar, nafas mereka bau bawang. Langsung dibicarakan, bahkan mereka lupa mematikan life, saat mereka membicarakan kejelekan mereka.
Kebanyakan wanita di sini, anti dengan cowok berkulit coklat dan wajah brewok. Orang pikir, pria kumisan dengan bulu-bulu halus, adalah pria yang jorok. Dalam pikiranku, stigma macam apa itu?
Aku selalu berpenampilan macam mafia, atau gankster, yang selalu rambut panjangnya di ikat ke belakang. Rambutku terawat, bahkan aku menjadi top one, dari wanita-wanita bule yang bertandang.
Padahal teman-temanku sudah berdandan semenarik mungkin, mulai dari bergaya macam pria nerd yang misterius, kemudian menjadi pria dingin dengan coolcase dua belas pintu, ada juga berpura-pura menjadi pria bad boy, macam pria-pria yang sering dijadikan visual cast, di mana wajah mereka selalu diletakan pada tulisan berbau perlendiran, atau berbau kerajaan yang disorot hanya kisah romance-nya saja.
Mereka heran melihatku, mengapa orang mendekatiku? Padahal kulitku tak seputih mereka. Jauh lebih coklat dan tidak menarik. Padahal, cantik tidak harus putih begitu juga dengan tampan.