GANG SEMPIT

1 0 0
                                    

 Wajah Langit terlihat serius saat menggoreskan tinta pulpen pada secarik kertas yang telah ia sobek. Hari ini ada pemungutan suara untuk memilih ketua kelas, Langit memilih Naka yang dirasa cocok memimpin kelas ini untuk setahun kedepan. Naka sahabat sekaligus teman sebangkunya menunggu hasil pemungutan di depan kelas dengan wajah gugup.

Semua siswa mengumpulkan kertas sobekannya masing-masing, wali kelas akan membacakan satu per satu hasil yang diperoleh. Setiap wali kelas menyebut nama Naka, Langit ikut gugup dan bersemangat. Akhirnya kertas terakhir diambil, dan Naka yang tertulis pada kertas tersebut. Wali kelas pun mengumumkan bahwa Naka resmi menjadi ketua kelas, semua siswa yang memilih Naka riang saat mendengar kalimat tersebut.

Saat jam istirahat, Naka mengajak Langit untuk ke kantin. Katanya, ini selebrasi karena ia berhasil menjadi ketua kelas. Teman-teman Naka dari kelas lain pun berdatangan kepada Naka untuk mengucapkan selamat, Naka memang punya banyak teman tidak seperti Langit.

Bel pulang sekolah berbunyi, para siswa berbondong-bondong menuju gerbang sekolah untuk pulang. Naka mengajak Langit untuk main sebentar bersama teman-teman lainnya, namun Langit menolak dan memilih langsung pulang ke rumah.

Saat perjalanan pulang, di gang sempit, Langit melihat seorang perempuan terjatuh dari sepeda, perempuan itu berseragam putih abu-abu seperti dirinya. Ia langsung bergegas menolong tetapi terlambat, perempuan itu langsung bangun dan kembali mengayuh sepedanya tanpa merintih kesakitan. Langit terkejut karena perempuan itu nampaknya jatuh cukup kencang, namun ia tak menghiraukannya ia hanya ingin cepat pulang dan tidur.

Langit melangkahkan kakinya memasuki area rumah, namun sudah tercium harum sambal buatan Ibu yang berasal dari dapur. Selira makan Langit langsung meningkat pesat, ia segera berganti pakaian dan makan dengan lahap bersama dengan Ibunya dan Embun, Adiknya. Ibu menanyai Langit dan Embun tentang bagaimana di sekolah hari ini, dan keduanya menjawab dengan semangat.

Matahari sudah hampir tenggelam, Langit harus ke toko di dekat perempatan untuk mengambil box dan keuntungan dari dagangan Ibu yang dititipkan di sana. Sejak Ayahnya meninggal, Ibu kerja apa saja untuk menghidupi Langit dan Embun. Maka dari itu, Langit suka membantu pekerjaan Ibunya untuk meringankan beban yang ditanggung Ibu.

Untuk menuju ke toko, Langit harus melewati gang sempit tempat perempuan tadi terjatuh. Tak disangka, perempuan tadi juga ada di sana, seperti sedang mencari sesuatu. Langit segera menghampiri untuk membantu.

"Ada yang hilang?" Tanya Langit dengan sopan.

"Iya, nih. Lagi cari gelang." Jawab perempuan itu dengan nada memelas.
"Gara-gara jatuh tadi, ya?" Langit bertanya dengan polosnya.

"Eh, kok tahu tadi aku jatuh? Emang ngeliat?" Perempuan itu bertanya dengan nada panik dan malu.

"Iya, tadi ngeliat, mau dibantuin tapi kamu udah bangun duluan."

Wajah perempuan itu berubah menjadi menekuk, karena malu, "Yaudah, sekarang bantu aku cari gelang aku, itu gelangnya berharga."

"Oke."

Mereka pun mencari gelang sampai matahari tenggelam penuh, karena situasi sudah tidak memungkinkan untuk mencari lagi, perempuan itu memutuskan untuk menyerah dan merelakan gelang itu. Langit pun menuruti perintah dari perempuan itu. Mereka akhirnya berpisah dan berjalan ke arah rumah masing-masing.

Karena terlalu fokus mencari gelang, Langit terlupa harus mengambil box jualan Ibu. Baru tiga langkah ia hendak pulang, seketika ia teringat akan hal tersebut, Langit refleks berlari kencang menuju toko.

-----------------------------------------------------✨-----------------------------------------------

Matahari kembali terbangun, mata Langit harus dipaksakan terbuka untuk berangkat ke sekolah. Ia masih memikirkan nasib gelang itu, pikirnya akan sedih sekali jika gelang itu benar-benar berharga dan perempuan itu harus kehilangannya. Langit mengira-ngira siapa perempuan itu, rasa-rasanya ia pernah melihat wajahnya di suatu tempat, namun ia tak ingat di mana.

Saat Langit hanyut dalam pikiran mengenai perempuan itu, Ibu mendatangi kamar Langit dengan nada panik,

"Langit, kamu nggak sekolah? Ini udah jam berapa?"

Langit tersentak dan segera mandi. Mandi secepat kilat adalah andalannya, tetapi teknik itu tidak berfungsi hari ini, karena ia tetap telat datang ke sekolah yang berakhir ia harus dihukum.

Napas Langit masih belum beraturan setelah ia berlari kencang dari rumah ke sekolah. Di depan gerbang, sudah banyak murid yang juga terlambat dan harus tertahan tak boleh masuk. Tarikkan napas yang masih terengah-engah, Langit mencoba mencari tempat untuk duduk sebentar, namun ketika ia membalikkan badan ia mendapati perempuan kemarin ikut berada di segerombolan anak yang terlambat. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 08 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rahasia 7 BungaWhere stories live. Discover now