"Tolong pesankan 3 tiket ke Surabaya, ya. Aku, cucuku dan asisten rumah tanggaku mau ke sana, sama pesankan hotel untukku di daerah Mojokerto. Kalau tidak ada, ya sudah, di Surabaya-nya aja."
Mata Gia teralihkan dari katalog menuju Oma yang sedang menghubungi seseorang. Kemudian, dia tak acuh dan kembali menatap katalog lagi.
"Tanggal?" Oma tampak kebingungan dan segera nyolek lengan Gia, "Gi, mau tanggal berapa berangkatnya?"
"Tanggal 28 aja, Oma. Pas hari Jum'at." jawab Gia dengan tegas.
"Apa nggak kecepetan kita perginya?" gumam Oma. Lalu, lanjut mengobrol dengan seseorang yang ada di seberang sana.
Gia menggigit bibir bawahnya dan berpikir ulang. Pasca deeptalk dengan Oma tempo hari, Gia memutuskan untuk kembali pulang ke Mojokerto. Selain karena Oma yang menawarinya sebab wanita tua itu yang khawatir dengan mental Gia kalau kelamaan di Duri, Gia juga merindukan Mamahnya. Jadilah dia dengan tegas memberitahu Omanya jika ingin pulang saja ke Mojokerto. Bukannya tidak betah tinggal di Jakarta, hanya saja di sini banyak hal yang terjadi. Yang dirasa membuat Gia terguncang.
Kalau takdir memperbolehkan, dia pasti akan kembali secepatnya ke Duri lagi.
Gia janji.
"Ya udah, aku tutup. Terima kasih." Oma menjauhkan ponselnya dari telinga karena sudah selesai telponan.
Wanita tua itu pun mengalihkan pandangannya ke Gia yang tampak termenung di depannya, "kamu mikirin apa, Gia?"
Gia yang tersadar cepat-cepat menggelengkan kepalanya, "nggak ada, Oma."
"Lagi mikirin pacar kamu?" tanya Oma sok tahu.
Gia menggeleng kukuh.
Soal hubungannya dan Agan yang sebenarnya sudah selesai dan tidak ada apa-apa lagi, Oma memang belum tahu. Narti pun juga tidak tahu. Gia sengaja bungkam.
"Sana samperin kalo kamu mau." pungkas Oma yang berusaha menyenangkan hati Gia.
Setelah malam di mana ia melihat Gia sesegukan, Oma berpikir ulang soal restunya untuk hubungan Gia dan Agan. Beliau pikir, cara yang paling ampuh untuk membuat Gia keluar dari zona merah konflik keluarga yang sama dengan keluarganya adalah tidak memberikan keduanya restu. Namun, beliau salah langkah lagi dalam mengambil keputusan. Oma merasa, kalau seperti itu alurnya, beliau sama saja menggali kuburan yang sama seperti yang terjadi di masa lalu.
Jalan satu-satunya untuk menghapus jejak itu adalah legowo. Membiarkan Gia menyelesaikan masalahnya sendiri adalah yang terbaik.
Sekarang, suasana sudah adem-ayem. Oma tidak lagi membandingkan soal keluarganya dengan keluarga orang lain. Gia mengajarkannya malam lalu dan Oma langsung tersadarkan oleh itu.
Gia menggeleng pelan, "nggak, Oma."
Memang harus kandas dulu, baru keadaan berbanding terbalik kayaknya.
"Oma, Oma... aku lupa kasih tau Oma. Itu, Mbak Tiara, istrinya Pak Joko kabarin Narti. Beliau mau undang Oma malam ini ke rumahnya buat pengajian malam Jum'at."
Oma menaikkan kedua alisnya setelah menyesap teh hangatnya, "malam ini? Aku nggak bisa, Ti. Ini aja mau berangkat undangan ke Jakarta Timur, pulangnya pasti malam." jelas Oma. Beliaupun menoleh ke Gia, "kamu aja, Gi, yang berangkat wakilin aku. Kamu 'kan pacarnya Agan."
"Maaf Oma, aku nggak bisa." tolak Gia dengan cepat.
"Lho, kenapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan ✔️
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...