Terlalu barbar

723 110 18
                                    

🕵️‍♀️👨‍💼

2 tahun kemudian.

Klarisa tengah bersiap, ia mematut diri di depan cermin sedang memakai kemeja warna putih dipadu celana kerja warna hitam. Kancing bagian atas ia buka supaya penampilannya tak terlalu kaku.

Selanjutnya, sepatu hak lima senti warna merah tua ia ambil dari dalam lemari kaca di kamarnya. Cermin memantulkan bayangan diri seluruh tubuh. Dirasa sudah pas, Klarisa lanjut merapikan rambutnya yang tetap dipertahankan panjang sebahu potongan layer dengan poni tengah yang tipis.

Tas kerja warna marun ia sambar, bersamaan tas laptop warna hitam.

"Klaaaa!" teriak Audrina.

"Iya, Buuu! Bentarrr!" balasnya seraya mematikan AC dengan remote. Ia bergegas turun, Ezio sudah di meja makan, asik sarapan dengan laptop terbuka di depannya.

"Makan dulu, Zio," tegur Klarisa.

"Deadline, Kak." Ezio sedang membuat tugas kuliah, program keamanan situs katanya.

"Pagi Cendana cantikkk," sapa Klarisa seraya mencium kening anak perempuan yang hari itu pertama kali masuk sekolah.

"Pagi," sapa Ijal yang tampak rapi juga. Ia memeluk Audrina manja dari belakang, dibalas kecupan dipipi dari Audrina.

"Ayah antar Cendana, kan? Kla ada sidang, nih, Yah," ujarnya sambil memasukkan bekal sekolah Cendana yang sudah dibeli makanannya sejak semalam. Hanya snack, susu dan permen jelly kesukaan bocah itu.

"Iya, dong." Ijal duduk, ia tatap kedua anaknya lalu tersenyum lebar. "Kasus apa, sih, Kla?" Ijal lupa.

"Kasus tanah warisan, Yah. Pak Hilman minta Kla ikut sidangnya. Selama ini kan bantu-bantu di kantor." Klarisa meneguk susu jahe buatan Audrina, bekalnya ia masukan ke wadah, tak sempat makan karena sidang dimulai jam delapan pagi.

"Kamu digaji nggak sih magang di sana? Udah setahun, kan?"

"Gaji, Yah. Kalau kata Pak Hilman, uang capek." Klarisa melihat layar ponsel, taksi pesanannya sudah tiba. Ia beranjak cepat, barang bawaannya banyak tapi tidak menyulitkannya. "Buat Ayah isi bensin," bisik Klarisa lantas mencium pipi Ijal. Ia letakkan uang seratus ribu. Ijal tak menolak, ia selalu menghargai pemberian anak-anaknya walau berapapun nominalnya.

Ia akan balas dengan doa supaya anak-anaknya bisa sukses. Tak lupa Klarisa menciumi gemas pipi Cendana yang tergelak.

"Zio! Jemput gue sore ya!" teriak Klarisa seraya berlalu.

"Yooo!" sahutnya. Audrina duduk di samping Ezio lantas menjitak kepala putranya itu. "Apa, sih, Bu," gerutu Ezio.

"Makan yang bener. Emang kamu kenyang makan kode njlimet kayak gitu." Gregetan. Audrina meraih piring Ezio lalu menyuapi putranya sarapan.

"Om Zio kayak anak TK," celetuk Cendana. Ezio menjulurkan lidah, tak peduli ledekan bocah cantik itu.

"Jemput pake apa nanti? Mobil kan di bengkel, belum selesai dibenerin, Zi." Ijal sedikit sedih, karena mobil satu-satunya yang sudah jadul sering keluar masuk bengkel sekarang.

"Motor, lah, Yah," sahut Ezio sambil mengunyah makanan, tapi jemari tangan mengetik kode-kode yang membuat Audrina mumet.

"Helm Kakakmu jangan ketinggalan." Ijal mengingatkan.

"Iyes, Ayah," tukas Ezio lagi.

"Cendana, kita berangkat jalan kaki, ya. Sekolahnya kan deket," ujar Ijal seraya mencubit lembut pipi Cendana.

"Iya." Cendana mengunyah roti dengan keju leleh. Audrina melirik Ijal yang menatap nanar ke Cendana.

"Jal," panggilnya. Ijal menoleh. "Yang semalem kita bahas, pake aja nggak apa-apa, cukup uangnya, kan?"

Magnetize ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang