sesal

7 0 0
                                    


Entah perasaan gugup atau takut yang mendominasi Keala. Perempuan itu berkali-kali mengintip jam tangannya yang melingkar di lengan kanan. Menyesali untuk tidak membawa gawai ke basement untuk bertemu sang atasan. Ia mendecak kalau sesungguhnya ia tak serius mengikuti omongan Mbak Surti- sang OB.

Terhitung sudah lima belas menit lewat sebelum ia mengintip di dinding yang menyatu dengan lift. Mobil sedan abu-abu menepi seraya menunjukkan siapa kemudinya. Baru saja ia mengatur nafasnya untuk menghampiri si empunya, perempuan lain mendekati Ladit. Tak tahu itu adalah pekerja tetap dilihat dari lanyard serta rok selutut dan rambut digerai bagai mbak mbak SCCD perkantoran elit sejagat Jakarta.

Keala masih mematung untuk tidak menghampiri atasannya. Perempuan yang kini jauh lebih terlihat 'lebih' darinya mampu membuatnya mundur. Berpapasan dengan perempuan yang berada dekat Ladit mengecup pipi laki-laki itu. Serta cup kopi yang dipegang Ladit terhempas dari tangannya.

"Gimana? Pak Abi ngomong apa?," cecar Sienna yang menunggu cerita Keala. "Dia bilang kangen lo? terus-terus ada lanjutan makan bareng apa jalan bareng nih?," tanyanya lagi dengan senyum yang makin melebar kala perempuan itu menghempaskan dirinya di sofa.

"Lama-lama ngaco lo, Na," ujar Keala dengan muka datar yang rahangnya agak sedikit mengeras seperti menahan diri.

"Kenapa, La?," tanya Sienna mendekati Keala sesaat dia sudah melihat raut mukanya.

Keala mengatur nafasnya dan mendesah, "Ah tau lah," rungutnya menutup wajahnya dengan bantal sofa.

"Ih, kenapa? Ah jangan bikin gue ikut sedih dong," kata Sienna menepuk punggung Keala.

Ia kembali menampakkan wajahnya, air mukanya murung. Sudah sayu, bertambah lagi layu wajahnya yang manis.

"Tadi cewenya nyium di basement," jawab Keala membuat lawan bicaranya melotot.

"Yang bener lo! Anak mana? Ciri-cirinya gimana?," ujar Sienna mengeluarkan gawainya.

Keala menggeleng menandakan tak tahu, "Lanyardnya warna biru. Udah ah cabut aja gue. Malu banget," imbuhnya.

Di LO-Fm, antara jarak pegawai tetap dan tidak dilihat dari lanyard yang digunakan guna absen ataupun masuk gedung. Lanyard biru menandakan bahwa dia sudah lebih dari lima tahun bekerja. Sedangkan, magang dan pegawai baru berwarna hitam.

"Emang Pak Abi bangke ya. Udahlah, La. Cowok kayak gitu gak usah lagi diharepin. Nanti gue bantu cari yang lebih baik ya?," tukas Sienna yang tak dijawab oleh Keala.

---

Berhubung semester ini merupakan semester Keala untuk internship, kini malam-malamnya di isi dengan magang dan sisipan proposal skripsi. Mengintip notif yang baru saja masuk di handphonenya, ia masih enggan membukanya kalau sekiranya hanya Sienna atau grup keluarganya.

Masih membereskan kamarnya yang berantakan, Keala dibuat kaget dengan banyak chat dari grup kelas SD-nya tak henti-henti. Ia memincing matanya, menelan ludah sebelum benar-benar membuka handphonenya.

Karena penasaran, akhirnya Keala membuka handphonenya hati-hati takut kalau masih berhubungan dengan masalah di radio tadi.

Menelusuri pesan paling atas, Keala mengintipnya dan menekan bagian pop up chat. Di grup kelas alumni SD nya yang tiba-tiba ramai, ia cukup lega bahwa hanya sebuah undangan dan ucapan selamat ke salah satu teman SD-nya yang akan menikah lusa depan.

Ia juga mengetikkan beberapa kata ucapan selamat juga mengisi RSVP untuk nanti. Belum sepersekian detik ia mengembalikan handphonenya yang tadi tergeletak di meja. Sebuah pesan membuatnya berdetak lebih cepat. Dan benar. Atasannya aka Laditto menghubunginya.

L. Abimana

Ini bener kan nomor Ala?

Mau tak mau ia harus membalas secepatnya

Kea

Halo betul pak.

L. Abimana

Pak? Ladit aja La.

Lo udah balik ya La?

Gue izin telepon boleh?

Keala membelakkan matanya yang menjadi bulat. Telepon?

Kea

Mohon maaf pak saya diluar, khawatir tidak terdengar

L. Abimana is calling

"Ini orang gila kali ya? dibilang gak bisa malah telepon," tukas Keala mengatur nafasnya dan mengangkat dengan tangan gemetar. Ia memejamkan mata sembari menyelipkan benda pipih itu ke dahan telinga.

"Halo La?," kata suara berat dari seberang sana.

"Halo Pak Laditto. Ada apa ya pak?," sahut Keala hati-hati dan gugup.

Suara laki-laki itu mendesah kecil, "Ladit, La. Gausah Pak,"

Keala menggigit kukunya tak menjawab.

"Tadi gue suruh Mbak Surti buat kasih tau lo gue di basement. Dia gak sampein ya?,"

Perempuan itu bergumam sebelum merespon, "Disampein kok pak. Cuman saya kesana gaada orang," cicit Keala berbohong.

"Astaga maaf La. Tadi gue lupa bilang, gue beli kopi lagi karena tumpah. Niatnya mau gue kasih lo. Jadi lo beneran udah balik ya? Duh gue balik ya?," tanyanya.

Perempuan berkuncir satu itu mengaduh. Ia meringis kecil bahwa atasannya a.k.a cinta pertamanya menunggunya disana. Toh, gimanapun juga sejujurnya ia balik badan sesaat mengetahui Ladit yang dicium karyawan lain.

"Saya udah dirumah, pak. Maaf ya pak. Saya betul-betul minta maaf juga untuk kejadian yang sebelumnya," jelas Keala runut. "Kalau bapak tadi mau ketemu saya untuk menyuruh saya mengundurkan diri dari magang gapapa pak,"

"Gak gitu La. Ada yang mau gue omongin. Tapi mungkin lo ada waktu kosong gak?,"

Keala mengerutkan raut mukanya. "Saya selalu kosong pak. Mungkin di waktu bapak kosong saja saya mengikut,"

"Kalau besok? Lo kosong? Seusai lo siaran ke ruangan gue ya,"

Perempuan itu mengangguk lupa bahwa ini komunikasi via maya. "Kosong pak. Baik pak. Mohon maaf mengganggu waktunya ya pak,"

"No- no it's okay La. I called you first by the way. See you tommorow Ala," ujar laki-laki itu memutuskan telepon sepihak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

imperfectumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang