Pengakuan Akbar

819 115 4
                                    

🕵️‍♀️👨‍💼

"Kak, yang bener aja." Ezio masih tak percaya dengan penjelasan Klarisa, ia berikan helm ke tangan kakaknya.

"Hahhh, gue juga kaget, Zio." Klarisa memasang kaitan helm, tas kerja juga laptop ditaruh di tengah, diapit rapat.

Esok hari, pagi-pagi sekali Klarisa berangkat ke kantor polisi. Ia kembali memesan taksi resmi. Matahari belum sepenuhnya naik ke langit, tapi Klarisa sudah melanjutkan pekerjaannya.

Ia juga sudah tampil cantik dengan setelan blazer warna coklat tua, kemeja dalaman warna putih.

"Pak, titip tas saya di sini, ya," pintanya. Petugas mengiyakan, akan aman juga. Klarisa hanya membawa buku catatan, pulpen dan ponsel.

"Darka," panggilnya pelan. Pria itu mendongak, ia berdiri perlahan. Klarisa langsung memberitau, jika Nabila yakin Darka memperkosanya. Reaksi Darka sinis, ia tetap merasa tidak melakukan hal itu.

Klarisa butuh keterangan kuat juga petunjuk lain, kemarin Darka belum menjawab pertanyaannya.

"Pak Adi, pinjam ruangan lain boleh? Saya butuh ngobrol sama Darka." Adi yang baru akan pulang karena dinas malam mengizinkan.

Klarisa duduk di kursi kosong dengan satu meja kaca, di depannya ada satu kursi lagi. Ruangan itu biasa digunakan penyidik jika memang kasus yang ditangani butuh kerahasiaan menyeluruh.

Darka dibawa ke dalam ruangan, kedua tangan di borgol. Ia juga memakai baju tahanan. Klarisa sudah menyiapkan buku catatan lagi, ia siap mendengarkan penjelasan jujur dari Darka.

Klarisa meraih satu cup berisi kopi hangat, ia sengaja mampir karena butuh bicara santai dengan Darka walaupun membuat dadanya sesak. Satu polisi berseragam tetap mengawasi.

"Silakan di minum," tukas Klarisa. Dengan tangan terborgol, Darka meneguk kopi americano panas tanpa gula secara perlahan. Senyum terbit dari wajahnya yang terlihat kuyu.

"Sekarang ceritakan, dari awal sampai akhirnya Nabila laporkan kamu sebagai--" Lidah Klarisa kelu untuk mengucapkan satu kata lagi.

"Aku nggak melakukan itu, Klarisa. Dua minggu lalu, hari sabtu, aku diundang datang ke hotel di kamar itu karena Nabila ulang tahun. Aku kenal dia karena dia kerja di kantor yang pakai jasa tempat aku kerja, dia sebagai general affair supervisor.

Sama sekali aku nggak curiga apapun kalau hal ini terjadi. Aku ... aku ingat di kamar itu ada satu cewek dan dua cowok yang sama sekali nggak aku kenal."

"Siapa namanya?" cecar Klarisa.

"Bimo, Lea dan ... aku lupa satu lagi. Dua orang itu staf di kantor yang sama, aku pernah lihat mereka pakai ID card kantor."

"Terus apa lagi. Apa ada pesta miras dan narkoba?"

Darka menatap Klarisa, sejak tadi ia bicara namun pandangan ke gelas kopi.

"Nggak bisa dibilang pesta miras karena minuman yang disiapkan Nabila sekelas ... kamu pasti tau, dulu aku--"  Darka diam, Klarisa menunduk mencatat informasi penting yang diucapkan Darka.

"Berapa banyak kamu minum red wine dan wiski?" 

"Lumayan, aku udah bilang hangover tapi masih tau keadaan sekitar."

"Terus jam kenapa kamu bisa ada di foto saat tidur satu ranjang sama Nabila? Kamu peluk dia, lho, Darka," cicit Klarisa. Sorot mata Klarisa memaksa Darka menjawab jujur.

"Yang aku ingat, terakhir kali setelah mabuk itu, mendadak aku ngantuk. Aku pamit pulang. Perasaan aku udah jalan keluar kamar, tapi kenapa akhirnya aku sadar, udah di kamar itu esok paginya sendirian. Sendirian, Klarisa."

Magnetize ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang