9 ETERNITY • 35

119 52 2
                                    

Setelah beberapa jam di rumah sakit, Dewa akhirnya diperbolehkan untuk pulang, meskipun tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Ia merasa tidak betah berlama-lama di ruangan yang dipenuhi dengan bau obat yang menyengat, membuatnya merasa mual. Ketika keluarganya datang, mereka tampak sangat khawatir padanya, meskipun Dewa sendiri tidak merasakan sakit yang terlalu parah. Ia sudah terbiasa dengan luka-luka kecil dan jatuh dari motor, sehingga ia bisa mengatasi rasa sakit yang ada.

Namun, saat mendengar kabar tentang Hazel yang tidak sadarkan diri, rasa khawatir Dewa semakin membesar. Tanpa berpikir panjang, ia segera menuju rumah sakit tempat Hazel dirawat. Dalam perjalanan, pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan harapan. Dewa merasa bahwa kekhawatiran terhadap Hazel jauh lebih besar daripada rasa sakit yang ia alami. Ia berharap bisa segera melihat Hazel bangun dan kembali beraktivitas seperti biasa. Setiap detik terasa lambat, dan ia berdoa agar semuanya akan baik-baik saja.

Angin malam setelah di guyur air hujan benar-benar membuat lapisan kulit Dewa seperti membeku.

Sesampainya di rumah sakit, Dewa bergegas menuju ruangan tempat Hazel dirawat. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, dan harapannya semakin kuat. Dewa tahu bahwa meskipun ia mengalami masa sulit, dukungannya untuk Hazel adalah yang terpenting.

Nikolas menghela napasnya, menyadari bahwa temannya ternyata memiliki hati yang lembut. Ia tidak menyangka Dewa akan berbicara dengan penuh empati seperti itu. Setelah keadaan Hazel membaik, Nikolas berencana untuk memberitahu Dewa bahwa Lauren lah yang menjadi penyebab kekacauan dalam hidup Hazel saat ini. Ia merasa perlu untuk mengungkapkan kebenaran ini, meskipun itu mungkin akan menyakitkan bagi Dewa.

Sementara itu, Dewa menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tiba-tiba, ia merasakan dadanya sedikit sesak. Dengan tekad yang kuat, ia melangkah masuk ke dalam rumah sakit, menuju kamar rawat inap Hazel. Saat ia membuka pintu, pemandangan yang menyambutnya membuat hatinya bergetar. Hazel terlelap dengan pulas, wajahnya yang pucat terlihat tenang, meskipun ia tahu gadis itu sedang berjuang melawan rasa sakit.

Dewa merasa sangat merindukan Hazel. Ia mendekat dan menggenggam tangan dingin Hazel dengan lembut. "Sayang," bisiknya, sambil mencium tangan dingin itu. Rasa kasih sayangnya mengalir dalam setiap detak jantungnya. Ia berharap kehadirannya dapat memberikan sedikit kekuatan dan harapan bagi Hazel. Dewa bertekad untuk tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan yang ia butuhkan untuk pulih. Dalam hatinya, ia berdoa agar gadis yang dicintainya segera bangkit dari tidurnya dan kembali ke pelukannya.

"Gue Dewa. Maaf baru dateng. Gue khawatir banget sama lo. Berharap lo bisa lawan sakit lo, Jal," ucapnya sambil memeluk tangan ringkih Hazel dengan lembut. Suara Dewa penuh dengan kekhawatiran dan kasih sayang, mencerminkan betapa dalamnya perasaannya terhadap gadis yang terbaring di depannya. Nikolas yang berada di samping mereka, merasakan ketegangan di udara.

"Sebentar lagi dia sadar, Wa. Hazel cuma tidur. Kemarin dia udah sadar dari komanya," Nikolas berusaha memberikan semangat kepada Dewa, meskipun hatinya juga berat melihat keadaan Hazel. Ia tahu betapa pentingnya dukungan bagi Dewa dan Hazel dalam momen sulit ini.

Setelah beberapa lama menunggu, Dewa pun tertidur di samping Hazel, masih dengan menggenggam tangannya erat. Dalam tidurnya, ia bermimpi tentang masa-masa indah mereka bersama, saat senyuman Hazel selalu mampu menerangi harinya. Melihat sahabatnya yang kelelahan, Nikolas memutuskan untuk keluar dari kamar Hazel tanpa berpamitan, berencana untuk membeli sedikit makanan agar Dewa jiga tidak merasa canggung dalam menemani Hazel.

Tak lama setelah itu, Hazel samar-samar mendengar suara yang begitu ia rindukan, seperti ada sesuatu yang memanggilnya kembali ke dunia nyata.

Dengan lambat, ia membuka matanya yang terasa sangat berat, seolah ada beban yang menghalangi. Saat pandangannya mulai jelas, ia merasakan hangatnya genggaman tangan seseorang.

Gadis itu tertegun saat melihat Dewa berada di sampingnya, wajahnya yang lelah. Hatinya berdesir hebat, dan untuk beberapa saat, ia tidak mengucapkan apa-apa, membiarkan Dewa mendekapnya erat, seolah ingin memastikan bahwa ia ada di sana, dan tidak akan pergi lagi.

Tak lama setelah itu, air mata Hazel menetes tanpa tahu mengapa. Ia menatap wajah Dewa, yang akhir-akhir ini sudah mewarnai hari-harinya. Tak tahu bagaimana cara berterima kasih, ia hanya bisa merasakan kehadiran Dewa yang menenangkan.

"Kak," panggil Hazel lembut dengan suara parau. Dewa langsung terjaga dan terkejut saat melihat Hazel sudah bangun. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya dengan cemas.

"Ada yang sakit?" Dewa bertanya lagi, dan saat Hazel menggeleng, ia melanjutkan, "Perlu gue panggilin dokter?" Melihat Dewa yang gelagapan dan panik, Hazel menggeleng lagi.

"Aku nggak papa," jawab Hazel, mencoba meyakinkan Dewa. "Udah mendingan," sambungnya lagi. Namun, ia bertanya-tanya mengapa Dewa bisa ada di sini. "Kepala kamu kenapa?" tanya Hazel bingung.

"Bolong dikit," jawab Dewa sambil tertawa kecil. Ia memegangi kepalanya yang di perban karena kecelakaan. Hazel menghela napasnya, merasakan kelegaan saat Dewa kembali seperti biasanya.

"Gue panggilin dokter dulu ya, bingung harus gimana, obat mana yang harus lo minum atau harus kasih makan atau minum dulu." Setelah itu Dewa menekan bel di atas kepala Hazel.

Beberapa menit setelahnya perawat datang dan kembali mengecek keadaan Hazel, gadis itu sudah di pindahkan ke ruangan sesudah kejadian itu.

Setelah di tangani oleh perawat itu, dan memberitahu apa yang harus di lakukan oleh Dewa setelah ini. Di sela-sela kegiatannya, lelaki itu bercerita dan membuat lelucon yang sekiranya akan membuat Hazel tersenyum.

"Dan gue ada sesuatu buat lo. Mau tau nggak?" ucap Dewa tiba-tiba.

"Mau-mau," jawab Hazel dengan exited.

Saat itu juga, Dewa mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Gue ada sesuatu buat lo."

"Maafin gue ya," ucapnya sambil tersenyum senang melihat sebuah kalung dengan liontin berbentuk bunga yang cantik sekali.

"Kak Dewa nggak salah apa-apa," ucap Hazel, tetapi wajahnya tiba-tiba berubah murung. Dalam hatinya, ia merasa bersalah karena telah merepotkan Dewa.

"Nanti kalo lo udah keluar dari rumah sakit, gue pasangin kalungnya ya. Sekarang lo nggak boleh pake apa-apa dulu. Fokus sama kesehatan kamu dulu ya sayang."

"Makasih banyak kak Dewa." Hazel merasakan kedua matanya berkaca-kaca, bersyukur dapat mengenal Dewa di hidupnya.

Hazel menangis sambil mengingat semua yang sudah terjadi. Dewa yang melihat Hazel langsung mendekap gadis itu, tetapi dia merasakan bahwa Hazel sedikit mendorong tubuhnya.

"Kak, kenapa aku selalu ngerepotin orang sekitar aku? Memaksa keadaan untuk selalu mengerti aku. Maaf sudah ngerepotin kak Dewa."

"Nggak, lo nggak merepotin, Hazel."

"Gue bangga sama lo."

"Lo ngelewatin banyak rintangan dalam hidup lo, tapi lo masih bisa bersyukur dan berterima kasih. Itu yang paling penting."

"Gue bakalan jagain lo, Jal. Ada gue di sini. Lo nggak perlu takut ya."

"Jangan nangis lagi ya." Hazel mengangguk-angguk, berusaha menahan air matanya agar tidak mengalir lagi.

"Kak Dewa," panggil Hazel lembut.

"Kenapa? Mau minum?" tanya Dewa dengan khawatir.

"Boleh cium kening kamu nggak? Sekali ini aja?"

Dewa terkejut mendengarnya. Biasanya, Hazel tak pernah meminta hal seperti ini. Tanpa pikir panjang, Dewa langsung mencium pipi, mata, dan akhirnya kening gadis itu dengan lembut.

Hazel yang mendapat perlakuan itu diam tak bisa bergerak. Hazel dapat merasakan ciuman yang lama sekali di keningnya. Tak lama kemudian Dewa melepaskan ciumannya, menatap Hazel dengan sorot mata hangat. dewa mengulurkan tangan, mengacak-acak pelan puncak kepala Hazel. "Cepat sembuh ya, jangan sakit lagi."

Ucapan Dewa terdengar sangat tulus juga menyentuh, membuat mata Hazel berkaca-kaca kembali.

Jangan sakit lagi? Sembuh? Bisakah dia mewujudkan hal itu?

"Gue sayang sama lo, Hazel Tanaya." Dewa menarik tubuh Hazel, memeluknya dengan hangat.

***

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang