———
type of genre: romance, fantasy, supranatural
"Harus banget berdiri di sana?"
Aku terperanjat di tempatku. Lalu dengan perlahan aku menoleh ke samping. Seorang pemuda berdiri di belakangku. Namun, kami mempunyai tinggi yang begitu berbeda secara signifikan. Aku yang lebih tinggi karena berdiri di atas pagar pembatas gedung sekolah, sementara dirinya yang masih berpijak pada atap gedung. Kedua tangannya ia masukkan pada saku, pandangannya lurus ke arah depan.
Aku memalingkan kepalaku dengan gusar. Mataku menatap nanar ke arah bawah gedung. Tanganku mengepal erat. "Tidak usah pedulikan aku!" Kepalaku makin tertunduk. Namun, tampaknya pria itu masih tetap bergeming di tempatnya. Aku menoleh dengan sudut mataku yang berkaca-kaca. Dia menoleh ke arahku, kami saling beradu tatap beberapa saat. Sampai akhirnya, aku membuang muka.
"Kemarilah."
Aku menoleh, menemukan sebuah tangan yang terulur di samping badanku. Selanjutnya, aku mendongak ke arah dirinya. Senyuman lembut di wajahnya menyiratkan seolah aku masih memiliki harapan untuk hidup. Tanganku terangkat hendak membalasnya, tapi tiba-tiba badanku kehilangan keseimbangan hingga aku hampir jatuh.
Namun, beruntungnya sebuah tangan menangkap lenganku. Dia menarikku sampai akhirnya jatuh di atas atap dingin, terbaring. Aku merintih sakit, walaupun bagian kepalaku tidak karena tangannya yang berada di bawah kepalaku. Wajahku sedikit memerah, lalu aku menoleh ke samping dan menemukan wajahnya yang masih merintih sakit di sampingku. Lantas aku segera memilih beranjak duduk, dia juga ikut duduk di sampingku.
"Tanganmu dingin sekali." Dia berujar sembari menatap tangannya yang awalnya memegang tanganku. Aku menatapnya datar, lalu memutar bola mataku.
"Makanya tidak usah sok perhatian dengan menolongku." Aku berujar dengan nada kasar, berharap dia menyesali perbuatannya. Namun, hal yang kudapat justru sebuah tawa darinya.
"Apakah berada di atas pagar membuatmu tenang?" Dia bertanya dengan nada santai. Wajahnya dengan sedikit senyum dari bibirnya menatap intens ke arahku.
Aku membuang muka ke samping. "Aku sangat ingin melakukannya sejak dahulu. Aku muak dengan hidupku sendiri."
Dia justru merebahkan dirinya sendiri di lantai atap. Sudut matanya dengan bulu yang lentik terarah pada langit biru cerah yang dipenuhi awan-awan seperti amplop. Kedua tangannya diletakkan di bawah kepalanya.
"Kau tahu, aku juga sangat ingin melakukannya. Aku sering merasa bahwa hidup itu sulit dan tidak ada gunanya."
Aku menatapnya dengan dahi yang mengernyit. "Lantas kenapa kau menghentikanku?"
Dia melirik ke arahku. "Aku hanya merasa itu belum waktunya." Tatapannya tertuju pada langit kembali. "Kematian memang tidak bisa dihindari, tapi pasti masih ada cara untuk hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Di Saat Meteor Jatuh
Short StoryHari ini, tanggal 13 Agustus adalah hari jatuhnya meteor dari rasi Perseus. Ada yang menyebutkan jika membuat keinginan saat meteor jatuh, maka keinginan tersebut akan terkabul. --- Berisi cerita pendek manis yang bisa menemani harimu yang sepi-☆