...
Jihoon terlihat begitu murka. Matanya penuh dengan kemarahan, tubuhnya tegang, dan tangannya mengepal erat. Ia baru saja menerima kabar tentang kecelakaan yang dialami anaknya, Jeongwoo. Dengan suara penuh ketegasan, Jihoon memanggil semua anak buah kepercayaannya.
"Cari tahu siapa yang berani menyentuh anakku! Aku tidak peduli bagaimana caranya, temukan mereka secepat mungkin!" titahnya.
Tak butuh waktu lama, Yoshinori, sekretaris dan orang kepercayaannya, kembali dengan sebuah laporan.
"Bos, kami berhasil mendapatkan rekaman CCTV dari sekitar lokasi kejadian. Plat kendaraan sudah kami identifikasi," lapor Yoshinori sambil menyerahkan sebuah tablet kepada Jihoon.
Jihoon menatap layar tablet dengan tatapan tajam. Setelah beberapa detik menganalisis data yang diberikan, ia memerintahkan tanpa ragu.
"Lacak keberadaan kendaraan itu sekarang juga. Aku ingin hasilnya segera."
Beberapa menit kemudian, Yoshinori kembali dengan kabar terbaru.
"Mobil itu saat ini terdeteksi berada di Busan, Bos."
Tanpa berpikir panjang, Jihoon langsung memberi instruksi tegas.
"Pergi ke sana sekarang juga. Tangkap siapa pun yang terlibat, jangan tinggalkan satu pun hama! Aku akan menyusul nanti," ujarnya dengan nada penuh determinasi.
Yoshinori mengangguk patuh, lalu segera bergerak menuju Busan bersama timnya.
Sementara itu, di rumah sakit, suasana begitu muram. Hyunsuk duduk di samping ranjang Jeongwoo yang masih terbaring tak sadarkan diri. Matanya sembab, ia hampir tak tidur semalaman. Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Mashiho muncul bersama kedua anaknya, Haruto dan Junghwan.
"Bagaimana keadaan Jeongwoo?" tanya Mashiho dengan lembut.
Hyunsuk menggeleng pelan. "Masih sama seperti kemarin," jawabnya dengan suara lirih.
Mashiho mendekati Hyunsuk, lalu memeluknya erat. Tangannya perlahan mengelus punggung Hyunsuk, mencoba menenangkan hati yang sedang rapuh. "Jeongwoo pasti akan pulih. Kamu harus kuat," ucapnya, berusaha menyemangati.
Hyunsuk hanya mengangguk pelan, tak mampu berkata-kata. Di sudut ruangan, Haruto tampak termenung. Wajahnya terlihat penuh rasa bersalah. Ia mendekati ranjang Jeongwoo, lalu memandangi temannya yang terbaring lemah.
"Maaf, Jeje. Aku selalu mengejekmu. Aku sering membuatmu menangis. Aku... aku benar-benar minta maaf," gumamnya sambil menunduk.
Doyoung, yang berdiri di dekatnya, memperhatikan dengan penuh empati. Ia mengusap kepala Haruto dengan lembut.
"Jangan menangis. Masa cowok nangis sih? Cemen banget! Lebih baik kita berdoa supaya Jeje cepat sembuh," ujar Doyoung, mencoba memberi semangat.
Haruto mengangguk. Ia menyatukan kedua tangannya dan berdoa dengan khusyuk. "Tuhan, tolong sembuhkan Jeje. Jangan buat dia sakit lagi. Aku janji akan jadi teman yang baik kalau Jeje sembuh."
..
Di Busan..
Jihoon tiba di Busan bersama timnya beberapa jam kemudian. Mereka berhenti di depan sebuah rumah besar yang tampak sangat familiar bagi Jihoon.
"Apa kau yakin ini tempatnya?" tanya Jihoon pada Yoshinori dengan nada curiga.
"Ya, Bos. Lokasinya mengarah ke sini. Apa ada yang salah?" jawab Yoshinori sambil memeriksa kembali tablet di tangannya.
Jihoon menarik napas dalam-dalam.
"Ini... rumah mama saya," ucapnya pelan, hampir tak percaya dengan kenyataan yang ia hadapi.
Yoshinori terdiam sejenak, lalu segera mengambil iPad-nya untuk memastikan ulang data yang mereka miliki. Hasilnya tetap sama. Mobil yang terlibat kecelakaan dengan Jeongwoo memang berada di rumah tersebut. Jihoon memerintahkan anak buah lainnya untuk tetap berjaga di luar, sementara ia dan Yoshinori masuk ke halaman rumah dengan hati-hati.
Di tempat parkir, Jihoon melihat mobil yang menjadi penyebab kecelakaan. Ia merasakan dada yang sesak. Tangannya gemetar menahan amarah dan kesedihan. Tiba-tiba, suara samar percakapan terdengar dari halaman belakang.
"Bos, saya mendengar sesuatu," bisik Yoshinori.
Mereka bergerak dengan hati-hati, bersembunyi di balik kendaraan lain untuk mengintip situasi di halaman belakang. Di sana, Jihoon melihat sosok yang sangat dikenalnya – ibunya sendiri, Madam Park. Wanita itu sedang memarahi beberapa anak buahnya dengan penuh emosi.
"Bagaimana dengan anak sialan itu?!" bentaknya.
"Beres, Madam. Saya yakin dia sudah tidak akan selamat. Tapi... kami tidak bisa meretas CCTV di apartemen itu. Keamanannya terlalu ketat," jawab salah satu bawahannya dengan suara bergetar.
"Bodoh! Saya sudah bilang untuk hapus semua jejak, tapi kalian tidak bisa melakukannya?! Sekarang apa yang harus saya lakukan?!" teriak Madam Park sambil melayangkan tamparan keras ke wajah bawahannya.
Jihoon tertegun. Ia tak percaya bahwa ibunya sendiri yang menjadi dalang di balik tragedi ini. Tubuhnya terasa lemas, tetapi amarahnya terus memuncak. Ia memerintahkan Yoshinori dengan suara bergetar.
"Keluar dari sini dan panggil polisi. Sekarang juga."
Yoshinori mengangguk dan segera pergi, meninggalkan Jihoon yang masih bersembunyi.
Ketegangan semakin meningkat ketika seorang wanita berambut pirang muncul dari dalam rumah. Wanita itu adalah Rose, kakak perempuan Jihoon.
"Ma, cukup! Berhenti sekarang juga!" seru Rose dengan mata berkaca-kaca.
"Tutup mulutmu, Rose! Jangan ikut campur urusan mama!" balas Madam Park dengan suara tinggi.
"Mama sudah keterlaluan! Aku akan melaporkan semua ini ke polisi!" ancam Rose.
Madam Park terlihat semakin marah. Dengan cepat, ia meraih pisau dari saku celananya dan menusukkannya ke perut Rose.
"Mama!" Jihoon berteriak, keluar dari tempat persembunyiannya. Ia berlari ke arah Rose yang kini terjatuh, memegangi perutnya yang berlumuran darah.
"Ji...hoon..." gumam Rose lemah, air matanya mengalir deras.
"Kak, tahan dulu! Aku akan memanggil ambulans," ujar Jihoon sambil mengeluarkan ponselnya.
Rose menggenggam tangan Jihoon dengan lemah.
"Tolong... jaga... Rami..."
Jihoon menangis tersedu-sedu.
"Kak, jangan bicara seperti itu. Kamu akan selamat. Tahan sebentar lagi, kumohon!"
Namun, Rose mulai kehilangan kesadarannya. Matanya perlahan tertutup, meninggalkan Jihoon yang menangis penuh penyesalan.
***
Polisi tiba di lokasi tak lama kemudian. Madam Park dan para bawahannya ditangkap dan dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Sementara itu, Jihoon pergi ke rumah sakit untuk memastikan keadaan Rose. Namun, di tengah perjalanan, kabar buruk datang. Rose dinyatakan meninggal dunia akibat pendarahan hebat.
Hati Jihoon hancur. Tangisnya pecah tanpa henti. Beban semakin berat ketika Hyunsuk mengabari bahwa Jeongwoo mengalami kejang-kejang di rumah sakit.
"Tuhan, kenapa semua ini terjadi pada keluargaku?" gumam Jihoon dengan suara lirih.
Yoshinori mendekat dan melapor dengan hati-hati.
"Bos, pelaku utama berhasil melarikan diri."
Jihoon mengangkat wajahnya, menatap Yoshinori dengan mata yang penuh amarah.
"Cari dia sampai dapat. Entah dalam keadaan hidup atau mati. Aku ingin dia dihukum seberat-beratnya!"
Hyunsuk tiba di rumah sakit dan memeluk Jihoon erat, berusaha menenangkan pria yang kini rapuh. Namun, air mata keduanya terus mengalir, menggambarkan duka yang begitu dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Papa - hoonsuk✓
De Todohoonsuk ft hwanwoo "juju mau jadi kingkong yang kuat dan hebat!!" "kenapa Juju mau jadi kingkong?" "supaya Juju bisa melindungi mama sama Jeje!! Karena papa gaada, jadi juju harus jadi lebih kuat supaya bisa melawan orang orang jahat yang mau nyakit...