- PROLOG

15 7 2
                                    

AWAN Hitam menitikkan air-airnya ke bumi. Tangisan sang langit itu terlihat memilukan kala teriakan petir ikut menggema di langit muram. Melodi angin yang seolah marah membuat suasana fana merah jambu itu terlihat mencekam.

Hancur. Hanya satu kata yang dapat menggambarkan hati dari gadis yang kini membiarkan alam menerpa raga tak berdayanya.

Air matanya bercucuran seiring dengan derasnya rintik hujan. Dia memejam, berusaha melupakan sakit dihatinya. Tapi alih-alih sedikit membaik, kenyataannya justru malah semakin sakit.

Di dalam benaknya, ia bertanya-tanya.
Kenapa... Kenapa Tuhan selalu memberi hal menyakitkan pada raga rapuh ini yang hanya bisa memeluk luka sendirian?

Ingin sekali berteriak, bertanya pilu pada sang pencipta, namun semua kata-kata seolah tertelan pada kenyataan. Mulutnya membisu, sedangkan mata tak henti-hentinya mengeluarkan tangisnya.

Dia membuka mata perlahan, mengamati sekitarnya, hingga manik yang dipenuhi derai air mata itu menemukan sesuatu. Dia menatap getir pada satu objek.

Di dalam dirinya, ada hati dan otak yang tengah berperang hebat. Mungkinkah ia bisa...

"...Mati?"

Satu kata itu terucap lirih, bersamaan dengan kakinya yang tanpa sadar melangkah perlahan-lahan.

Di depan sana, ada secercah harapan.

Harapan untuk menjemput kedamaian yang abadi.

Mati.

Ia ingin mati.

Satu per satu kakinya mulai naik ke atas pagar pembatas. Setibanya di paling ujung, sepasang mata yang menampilkan sorot putus asa menatap bagaimana air dibawah sana mengalir deras. Seolah air itu siap menghanyutkan tubuhnya kapan saja.

Ia sempat terdiam selama beberapa detik. Lagi, dan lagi, otak dan hatinya kembali berperang. Otaknya bilang jangan, sedangkan hatinya menginginkan itu.

"Mas, kalau aku ke bawah sana, apa kita bisa bertemu lagi?"

"Kalau bisa, tolong tunggu aku, Mas Kian."

Usai mengucapkan kalimatnya, dia memantapkan untuk mengakhiri nyawanya sendiri.

Perlahan kaki kirinya naik ke ujung pembatas. Sejenak dia memejam, lantas hendak menghempaskan diri dengan bebas kebawah sana.

Namun, itu sia-sia, sebab— seseorang berhasil mencegahnya. Dia tidak jatuh kedalam air, melainkan di tarik ke trotoar yang bersebelahan dengan benda yang menjadi saksi bisu atas dirinya yang berputus asa.

"Jangan lakuin itu...."

Please continue to the next page >>>

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Please continue to the next page >>>

ESPERANZA: dua insan yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang