Bab 1

362 43 3
                                    

Bangkok, Thailand 2024.

Praaaaannngggggg....

Suara lemparan barang terus menggema di dalam salah satu ruangan di rumah mewah yang berada di kawasan elit kota Bangkok, sejak tadi para ART hanya mendengarkan dari luar ruangan itu, tidak ada yang berani masuk ke dalam. Selain suara lemparan barang, sesekali juga terdengar suara teriakan dan tangisan dari dalam, ini bukan hal yang baru lagi sebenarnya, tapi kali ini yang terparah karena ruangan itu terkunci dari dalam. Para ART saling menatap dengan penuh ke khawatiran, hingga beberapa saat kemudian seorang wanita muncul di antara mereka.

"Dimana dia?", tanya wanita itu.

"Di dalam Nona", jawab salah satu ART.

Wanita itu menatap pintu besar di hadapannya, dia tampak tenang sementara yang lain begitu khawatir. "Dobrak pintunya", perintah wanita itu kepada pelayan laki-laki yang ada disitu.

"Tapi Nona?".

"Aku bilang dobrak yah dobrak, apa kalian mau dia mati di dalam?", jawab wanita itu dengan penuh penekanan.

Pelayan pria itu kemudian mendobrak pintu ruangan itu, pada dobrakan ke tiga dan pintu itu terbuka, wanita tersebut langsung masuk ke dalam, di suduh meja dia melihat seorang wanita dengan tangan berdarah sedang tertunduk sambil menangis, wanita itu lalu berjalan mendekati wanita yang tertunduk tersebut, lalu mengambil tisu untuk menghentikan pendarahan di tangan wanita itu.

"Aku ada disini, tenanglah. Ayo ikut aku", ucap wanita itu dengan lemah lembut.

Wanita yang terluka tadi hanya menangis, matanya sembab dan ada sedikit goresan di keningnya, mungkin terkena pecahan barang yang di lemparkan. Tatapannya kosong dan penuh kesedihan, wanita itu tidak bicara tapi hanya menangis.

"Ayo Earn, aku akan membawamu ke kamarmu", ucap wanita itu lagi.

"Freen, Daddy mau menikahi wanita itu".

"__"

"Dia tidak perduli padaku dan mommy, dia tidak perduli pada kami lagi Freen", jawab wanita itu sambil terus menangis.

Freen yang merupakan sahabat wanita yang bernama Earn itu, langsung menarik sahabatnya itu ke dalam pelukan dan mengusap kepalanya dengan lembut. Dia sedang di kantor saat mendapatkan telpon dari kepala ART rumah Earn kalau sahabatnya itu mengamuk lagi. Freen terus menenangkan Earn hingga semenit kemudian wanita itu pingsan di pelukannya.

1 jam kemudian...

"Freen, kita perlu bicara", pria berjas putih mengajak Freen keluar ruangan tempat Earn dirawat, saat ini mereka sedang di RS.

Freen dan dokter yang merawat Earn sedang duduk di depan ruang rawat Earn, Freen tidak sabar lagi ingin mengetahui keadaan sahabatnya Earn.

"Daniel katakan padaku bagaimana keadaan Earn, apa dia baik-baik saja?".

Pria yang bernama Daniel itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar, dia adalah sahabat Earn dan Freen.

"Buruk...secara fisik dia tidak apa-apa, tapi secara mental dia sakit dan Earn butuh penanganan khusus dari psikiater. Freen, dia bisa melukai dirinya sendiri bahkan orang lain", jawab Daniel.

Freen menatap ruang dimana Earn dirawat, sebagai sahabat dia sedih dengan keadaan yang dialami Earn. Semua jadi kacau balau saat ayahnya ketahuan selingkuh dengan wanita yang berprofesi sebagai model keturunan China, lebih parahnya lagi wanita itu adalah model dari perusahaan milik ibunya Earn. Sejujurnya Earn belum pernah bertemu dengan wanita itu karena dia selama ini berada di Inggris, tapi sejak kasus KDRT yang menimpa ibunya dan ditambah gugatan cerai secara tiba-tiba dari ayahnya, membuat keadaan semakin kacau, apa lagi disini kedekatan Earn dengan ayahnya memang tidak akrab, sehingga konflik tidak bisa dihindari, intinya ayahnya lebih memilih wanita selingkuhannya dari pada Earn dan ibunya.

Freen menghela nafas, "Nanti aku akan bicara dengannya, untuk sekarang yang penting dia baik-baik saja dulu", jawabnya.

Daniel menganggukan kepalanya, pria itu lalu mengambil sesuatu di kantong jas putihnya, sebuah kertas dan diberikannya kepada Freen, "Ini temanku, dia seorang psikolog hebat, bawalah Earn kepadanya dan mintalah dia untuk berkonsultasi", ucap Daniel, pria itu lalu menatap Freen dengan intens, "Aku takut dia sudah depresi". sambungnya lagi. Daniel lalu menepuk pundak Freen dan pergi meninggalkan sahabatnya itu.

Skip...

Enngghhh....

Earn baru sadar setelah pingsan selama dua jam lebih, sebenarnya dia bukan pingsan tapi lebih tepatnya diberik obat penenang oleh dokter tadi. Perlahan dia mulai membuka matanya, kepalanya juga masih terasa berat dan badannya juga agak kaku. Pandangannya menyapu ke penjuru ruangan, tidak ada siapa-siapa disana, tapi seingatnya dia bersama sahabatnya tadi, apa Freen masih pulang?, Earn mencoba bangun tapi telapak tangan dan kakinya sakit karena ada luka disitu. Akhirnya wanita itu tetap terbaring, pikirannya melayang pada kejadian yang menimpanya, perlahan air matanya jatuh, ada rasa sakit di hati yang membuat Earn merasa sesak saat ini.

"Aku bersumpah akan menghancurkan rumah tangga kalian, akan aku buat kalian merasakan bagaimana hancurnya aku dan mommyku, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia di atas penderitaan ku", ucapnya.

Rasa sakit di hatinya membuat wanita itu menyimpan dendam, apa lagi dia tahu keadaan mommy nya sekarang tidak baik, terakhir kabar yang dia dengar dari asisten pribadi mommy nya, sang ibu mengalami kecanduan obat tidur dan sering mabuk-mabukan, Earn merasa itu semua karena daddy dan wanita selingkuhannya.

"Tunggu saja pembalasanku, aku akan pertaruhkan apa pun juga bahkan nyawaku sendiri asal kalian berdua hancur di tanganku".

Skip...

Tiga hari sudah Earn dirawat di RS, hari ini dia diizinkan pulang oleh dokter tapi tentunya dengan beberapa anjuran dan larangan yang harus dia patuhi. Walau pun Earn memiliki keluarga yang berantakan, tapi syukurnya dia memiliki dua orang sahabat tempatnya bersandar dan bergantung, Freen dan Daniel. Kedua sahabatnya itu selalu siaga kapan saja dia membutuhkan mereka, seperti sekarang Freen menjemputnya di RS dan sekarang akan mengantarkannya pulang ke rumah.

"Earn, aku sudah mengaturkan jadwal konsultasimu ke psikolog, tenang saja aku yang akan menemanimu, ini disarankan oleh Daniel juga", ucap Freen, saat ini mereka sedang di mobil dalam perjalanan pulang.

Earn masih diam saja, pandangannya tertuju di luar, dia mendengar perkataan Freen tapi dia tidak fokus kesitu.

"Earn?!".

"__"

"Earn, hei..", Freen mengoyangkan bahu wanita itu hingga Earn tersadar dan menatap Freen yang sedang menyetir di sampingnya.

"Aku tidak butuh psikolog, Daniel saja yang berlebihan", jawabnya.

"Kita ketemu dulu sama psikolognya, kan cuma ketemu saja", bujuk Freen.

Earn menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia kembali menatap ke arah jendela mobil.

"Aku akan menghadiri pernikahan Daddy dan wanita itu", jawabnya lagi.

Ciiiiittttttt......

Mendengar jawaban Earn membuat Freen menginjak rem secara mendadak, sehingga menimbulkan bunyi decitan ban di aspal jalan.

"No...aku ga akan mengizinkan kamu hadir di acara itu, come on Earn, ini sudah selesai dan ga bisa di perbaiki lagi, kamu tahu bagaimana daddy kamu kan?, pokoknya kita akan ke psikolog". ucap Free.

Earn menatap sahabatnya itu, dia menatap Freen dengan tatapan yang sulit di artikan oleh sahabatnya itu.

"It's ok, i'm fine...aku hanya ingin hadir disana sebagai keluarga dan memberikan selamat pada daddy saja", jawab Earn tenang.

Freen menatap sahabatnya itu, jauh di dalam hatinya tidak ada yang baik-baik saja, pasti Earn sedang merencanakan sesuatu, Freen lalu mengangguk, "Baiklah, kita akan pergi bersama, aku akan ajak Daniel juga", ucap Freen.

Earn hanya tersenyum, lalu kembali memalingkan wajahnya dan menatap ke luar jendela mobil. Memang sesuatu yang besar sedang dia rencanakan, sesuatu yang benar-benar akan menghancurkan ayahnya dan juga calon ibu tirinya itu.

Possessive Step MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang