9 ETERNITY • 41

23 4 0
                                    

Tangan perempuan itu genetaran tak karuan, wajahnya tampak lusuh karna makeup yang sedikit luntur, juga karena menganis.

"Lo kenapa lama banget?" pekik Lauren kesal. Pasalnya, ia disuruh tanggung jawab karena kondisi seseorang yang ia tabrak lumayan parah, dan beberapa orang yang menolong menuntut ia untuk bertanggung jawab dan menunjuk nunjuk Lauren. Posisinya cewek itu juga sedang merasa kesakitan, akibat terbentur oleh stir dan mobilnya yang menghantam pinggiran jalan.

"Gue takut orang itu mati Wa,"

"Gimana kalo sampe dia nggak selamat. Gue udah bunuh dia. Gue nggak sengaja nabrak." tangis Lauren histeris, ia tampak sangat panik dan khawatir. Melihat itu Dewa menenangkan Lauren, dengan cara mengelus-elus pundaknya.

"Orangnya udah di bawa ke rumah sakit?" tanya Dewa.

Lauren mengangguk lemas, mobil ambulan yang dengan sergap datang dan membawa korban tersebut dengan cepat untuk menyelamatkan nyawanya. Sedangkan Lauren berjanji akan bertanggung jawab dan menyusul ke rumah sakit, ia ingin menunggu Dewa terlebih dahulu.

"Lo nggak kenapa-kenapa?" ucapnya memastikan keadaan Lauren.

"Kepala gue pusing."

"Kaki gue juga sakit banget." sambungnya sembari memperlihatkan keadaan kepalanya yang membiru dan kakinya yang tampak pincang.

Dewa yang melihat hanya menghela napas. Ia lalu membantu Lauren berdiri dengan tubuhnya yang menjadi sanggahan untuk cewek itu. "Lo tau kan rumah sakit orang itu, udah ini lo yang berobat, soal orang itu gue aja yang urus." ucap Dewa, tak tau apa yang merasuki dewa sehingga bisa baik sekali kepada Lauren.

Mendengar itu Lauren lantas mengeratkan pegangannya pada Dewa, tersenyum kearah lelaki itu. "Makasih banyak ya."

Dewa tak menjawab, ia terus memapah Lauren menuju mobilnya, setelah sampai disana Dewa mendudukan Lauren dan meletakkan propertinya, seperti dompet dan handphone di laci mobil, mata Lauren menuju kesana.

"Dewa, gue butuh air. Boleh beliin air putih di warung itu nggak?" pintanya sembari menunjuk ke arah satu ruko yang berseprangan dekat dengan mobil. Dewa lalu mengiyakan permintaan Lauren, dan pergi meninggalkan Lauren di dalam mobilnya.

***

Dewa mengacak-acak rambutnya asal. Perasaan kesal dari tadi ia bendung, akhirnya botol minum yang ada di genggamannya itu lantas jatuh ke lantai dengan bantingan yang cukup kuat.

Dari pagi tadi Hazel sama-sekali tidak bisa di hubungi, bahkan di semua akun media sosial Dewa tidak tertera nama Hazel, gadis itu memblokirnya di semua akun media sosial Dewa, dan meninggalkan pesan terakhir yang membuat Dewa naik darah.

"Dimaling setan apa gimana si ni akun dia?" Pasalnya di instagram, tiktok, snapchat, bahkan telegram pun tidak ada sama sekali akun Hazel. Dan WA pun di blokirnya.

Lauren: Lo bisa ke rumah gue bentar ngga Wa? Gue lupa obatnya.

Pesan itu hanya Dewa baca lewat notifikasi ponselnya. Tak ada keinginan Dewa untuk membalas pesan tersebut. Kepalanya pusing, ia sekarang sedang berada di depan rumah Hazel, namun tidak ada siapa-siapa disini.

Maka dari itu, Dewa memutuskan untuk menelpon Nikolas untuk mencari tau keberadaan Hazel.

"Napa, tumben sore begini nelpon?" Tanya Nikolas di ujung sana.

"Hazel ada sama lo nggak?"

Nikolas mendecak, ada pertanyaan lain tidak yang bisa ia dengar?

"Pertanyaan lo ada yang bermutu dikit ngga?" Nikolas mendecak sebal, ngapain juga Hazel bersama dengannya, ia bukan seorang selimut tetangga.

"Gue serius kutu kampret."

"Sekarang hidup jaman apa dah. Kayak nggak ada sosmet aja." sindir Nikolas.

"Di block wa gue, di aplikasi lain juga nggak ada akunnya ilang. Sekarang gue lagi di rumahnya Hazel, orangnya nggak ada." jelas Dewa panik.

"Mending lo kesini." Paksanya, lalu langsung mematikan langsung teleponnya.

***

Ditengah derasnya hujan, beberapa orang dengan wajah yang ditutup oleh masker menyeret seseorang yang keadaan sudah sangat memprihatinkan.

"Lepasin." Tangisan itu terdengar semaki lirih dan sendu memenuhi setiap sudut ruangan. Gadis itu mencengkram rok yang ia kenakan. Lututnya tampak mememar dan beberapa titik di tubuhnya terdapat luka-luka kecil.

Tubuhnya bergetar ketika air kotor itu menyelimuti di siramkan ke arahnya, baju birunya yang sebelumnya tampak bersih kini sudah kotor berdecak dan menjadi coklat kucel.

"Ini kejutan buat lo dan bakalan terus berlanjut."

Bisikan pelan di telinganya kembali membuat Hazel menangis diam, sosok perempuan itu menoyor kepala Hazel ketika usai membisikkan kejam itu.

"Dari awal gue udah peringatin lo kan? Tapi lo nggak peduli sama apa yang gue suruh."

"Sekarang terima akibatnya, lo sendiri yang buat gue kayak gini."

"Dengan berani lo ngerebut Dewa dari gue."

"Dasar penyakitan."

Beberapa orang yang berada di ruangan itu tertawa mendengar itu. Satu tamparan meluncur ke arah pipi Hazel. Mereka tampak puas dengan apa yang di lakukan terhadap Hazel. Terutama Lauren, ia sangat ingin melihat penderitaan yang Hazel punya bertambah. Lauren tertawa renyah.

"Lauren!!" tunjuk Hazel tepat di depan wajah Lauren. Ntah dapat keberanian dari mana dapat menyebut nama itu yang lagi-lagi hendak menyiksanya.

Hazel yang gemetar di tempatnya berusaha berbicara penuh kekuatan, walaupun mereka nempak meremehkan Hazel yang mencoba membela diri.

"Dan kalian semua."

"Bakalan nyesel dengan apa yang udah kalian lakuin." tekan Hazel menatap mereka dengan tatapan tak suka.

"Aww, takut banget." balas mereka.

"Apa? Lo berharap Dewa bakalan datang nolongin lo?" Lauren tertawa sinis. Lalu menjulak badan badan Hazel hingga cewek itu terguling di lantai.

"Lo tau sendiri, kan? Dewa nggak bakalan dateng bahkan buat bertemu sama lo aja dia nggak sudi." Mendengar itu Hazel meneguk ludahnya, melihat pesan yang Dewa kirimkan tadi malam membuat hati Hazel mencelos, tak tau kenapa tiba-tiba Dewa begitu bengis kepadanya.

"Nggak ada yang perduliin lo di dunia ini Hazel Tanaya. Dan lo sendiri nggak ada gunanya hidup, kerjaan lo cuman merepotkan."

"Gue nggak mau Dewa di porotin sama cewek miskin kayak lo. Harusnya lo sadar diri bodoh." Lauren lalu menendak kaki Hazel.

"Keganjenan banget lo sama Dewa."

Hazel menarik napas, ia barusaha untuk bersuara ingin melawan. "Kak Dewa pacar aku!"

"Harusnya kamu yang sadar diri. Salah buat aku keganjenan sama pacar sendiri. Kamu itu menyedihkan."

"Cewek murahan, yang ngelakuin apa aja buat ngedapeti-" mendengar itu Lauren langsung mendorong tubuh kecil Hazel, dan menendang tubuh itu tanpa rasa bersalah.

"Kurang ajar ya lo." Tubuhnya kini di penuhi dengan emosi yang meluap-luap. Jika tidak ingat, ia akan menghabiskan Hazel detik ini juga.

PLAKK...

Tamparan keras mendarat tepat di pipi mulus Hazel, wajah mungil itu berpaling ke samping, kedua netranya kembali banjir, tubuhnya terasa sakit semua.

"Lo pantes dapat pelajaran lebih dari gue Hazel Tanaya."





9 Eternity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang