...
Matanya menatap tidak percaya pada dua buah dadu yang menunjukkan 4 bulatan yang sama. Padahal dirinya tadi sudah bertaruh kalau laki-laki dengan rambut yang terikat asal di depannya kini tidak akan bisa melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.
Bagaimana mungkin keberuntungan bisa semudah itu pria yang dia taksir usianya ada dibawahnya ini dapatkan?. Matanya masih menatap bergantian antara dua bilah dadu dan wajah rupawan sosok yang duduk tepat dihadapannya sekarang.
"Jadi, tuan?" Mata yang berhiaskan eyeliner tipis menatapnya dengan kerlingan nakal tapi juga jenaka. Membuatnya mengeram marah walaupun akhirnya sadar karena dia sudah kalah taruhan dengan laki-laki yang kerap di panggil dengan sebutan sang primadona.
"Herbert" Jawabannya cepat, enggan berlama-lama menghadapi rupawan sang primadona yang menyita waktunya saja. Karena kalah adalah pulang, dan tidak ada waktu untuknya bermain dengan sang primadona walaupun hanya satu jam lamanya.
"Tuan Herbert, sayang sekali kalau tebakanmu_" Herbert menghela nafas lelah, jika bukan karena penasaran dengan sang primadona yang selalu di elukan dan dipuja penuh damba oleh Sammon, sang sepupu yang sayangnya terlalu playboy tapi juga bisa membuat dirinya tersulut dalam sekali ledekan yang membuat Herbert rela menepikan mobilnya di tempat ini.
Sebuah bar yang menyediakan sebuah pelayanan, dimana mereka bisa memesan seseorang sesuai dengan apa yang kau inginkan dalam batas waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Dengan permainan yang ditentukan oleh para talent yang memang dipekerjakan khusus oleh sang owner untuk menghibur juga menaikkan jumlah pelanggan.
"Ya, aku tau itu. Aku pergi" Herbert beranjak dari duduknya, berisik kursi yang dia duduki memecah keheningan antara dia dan sang primadona yang kini mendongak dengan tatapan kosong. Belah bibir sang primadona tertutup tapi menampilkan seulas senyum tipis, yang membuat wajahnya semakin manis di bawah temaram lampu yang menerangi keduanya.
"Kau tidak ingin mencoba sekali lagi?" Kali ini sebuah kartu bermain lincah diantara jemari lentik milik sang primadona. Membuat Herbert membuang nafas sekali lagi. Tidak, dia sudah muak dengan apa yang dilakukannya hari ini, maka pulang adalah hal yang dia pikirkan.
Langkahnya tegap mantap meninggalkan ruangan sang primadona yang mengeluarkan semerbak wangi mawar segar. Meninggalkan sang primadona dengan senyum merekah dan juga tawa kecil yang mengalun merdu.
"Menarik" Senyumnya masih terhias dibibir ranumnya, dengan sebuah kartu nama hitam pekat yang kini ada dalam jepitan jemarinya.
𝙷𝚎𝚛𝚋𝚎𝚛𝚝 𝙰𝚕𝚊𝚛𝚒𝚌 𝙻𝚞𝚌𝚒𝚊𝚗
07++++
𝙷𝚎𝚐𝚞𝚎𝚒𝚗 𝚌𝚘𝚛𝚙.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break The Rules (Heejake)
FanfictionKarena rasa penasaran akan menjebak siapa saja yang sudah mengikuti tanda yang seharusnya tidak pernah kau lalui sebelumnya