Selamat membaca
•
•
•Empat bulan sejak peristiwa itu Hana memutuskan untuk menutup hatinya lebih rapat. Setiap kali melewati salon kecantikan itu kenangan tentang peristiwa menyakitkan itu selalu teringat. Ia ingat dengan jelas rasa sakit ketika terjatuh karena ceroboh, ujung kaki nya tersangkut saluran air pembuangan membuat tempurung lututnya mencium aspal yang keras, mengakibatkan pendarahan kecil lalu ia menangis.
Bukan karena sakit dari luka nya, melainkan luka yang lain.
Hana mencoba tegar untuk melupakan kejadian itu setiap kali melewati depan salon kecantikan tersebut, atau bahkan mencoba memotong rambut nya di sana.
Kejadian nya tepat kebetulan berada di sana bukan berarti tempatnya juga andil bersalah.
Suara notif pesan masuk membuyarkan lamunan. Ia tatap ponsel untuk membaca isi pesan tersebut.
'Boleh tuh, boleh bagi nomor telfon nya?'
Hana membalas dengan cepat. 'Tentu saja.'
Dibawah teriknya sinar matahari, Hana duduk di kursi sebuah usaha outlet kecil. Sudah dua bulan ia bekerja di sana semenjak kelulusan nya sebagai siswa SMA. Dari teman seangkatan ia mendapatkan pekerjaan ini. Terbilang lumayan untuk anak yang baru lulus sepertinya bekerja. Panas nya terik matahari siang ini membuat nya kegerahan, bahkan kipas yang ia buat dari buku tak terpakai itu tak berfungsi namun ia bersyukur karena terdapat pohon besar yang menaungi tempatnya bekerja. Setidaknya dia tidak begitu terkena matahari langsung.
Suara notif kembali terdengar, Hana buru buru membacanya.
'Makasih ya. Kita jadi rekan nih.'
Membaca pesan itu memunculkan senyum yang tercetak di wajah. 'Mohon kerjasama nya ya, Rahmi. Kapan mulai?'
Menunggu pesan nya dijawab, ia menggulir isi ponsel nya melihat sosmed yang lain.
'Besok, di cabang ke dua.'
✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤
Gelap mewarnai langit kota. Pukul sembilan, sudah waktunya jam pulang. Perbincangan mengenai hasil penjualan kali ini bersama pemilik outlet berjalan lancar, tak ada miss, tak juga ada lebih. Hana merasa lega karena hal itu.
"Teman saya sudah menghubungi bapak?" Hana bertanya setelah semua nya dibereskan.
"Oh Rahmi? Sudah sudah. Dia mulai bekerja besok di cabang ke dua."
Hana mengangguk kecil sebagai jawaban. Jalanan kota terlihat indah karena lampu dari setiap toko yang dinyalakan, disertai hembusan semilir angin dingin yang menusuk hingga tulang. Hana menunggu ayahnya datang untuk menjemput. Tempatnya bekerja memang tidak jauh dari rumahnya namun tak ada lagi ojek di jam seperti ini.
'Sudah pulang?' suara notif terdengar. Dari Rahmi. Hana segera membalasnya.
'Belum. Lagi nunggu ayah.'
'Otw'
Gadis berusia delapan belas tahun itu bingung membaca pesan Rahmi. Ini artinya ia disuruh menunggu atau bagaimana?
'Maksudnya?'
Beberapa saat Hana menunggu jawaban namun tak ada tanda-tanda Rahmi akan menjawab. Dimasukan kembali ponsel itu ke dalam tas.
Hana mengucapkan kalimat perpisahan ketika pemilik outlet izin untuk pergi terlebih dahulu, ia mengangguk sopan seraya tersenyum. Meninggalkan Hana seorang diri di depan mini market, tapi setidaknya ia tidak sendirian di sana. Kebosanan karena menunggu membuat Hana hanya bisa menatap pengendara yang berlalu-lalang.
"Hana!"
Interupsi seseorang yang memanggil namanya membuat ia sedikit terkejut. Hana sontak menoleh ke arah suara. Sekilas ia tidak mengenali sosok itu karena berada di tempat yang sedikit gelap namun ia segera mengenalinya setelah Si pemilik suara mendekatinya.
"Rahmi? Ngapain?"
"Ayo pulang, " ucap Rahmi dengan senyum khas yang dimiliki nya.
"Tapi lagi nunggu ayah, dia bilang agak terlambat sih."
"Bilang saja kalau kamu sudah dianter sama temen gitu."
Saran yang menurut Hana lucu seperti itu membuatnya hanya bisa terkekeh pelan namun ia juga menuruti saran nya. Setelah mengirim pesan singkat pada ayahnya, Hana menaiki motor milik Rahmi. Agak kesusahan karena motor itu lumayan tinggi hingga membuat Hana terpaksa memegang bahu Rahmi untuk naik agar tidak terjatuh.
"Jadi ngerepotin," ucap Hana dengan canggung.
"Santai."
Setelah Rahmi memastikan Hana duduk dengan aman, ia mulai mengendarai motornya untuk pulang.
✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤✤
Dedunan kering berguguran jatuh ke bumi disertai dengan helaan nafas pelan yang dikeluarkan Hana. Wajahnya terlihat sedih sekaligus sedang menahan kesal disaat bersamaan. Gadis itu menyandarkan kepala di sandaran bangku milik nya setelah ia membaca sebuah pesan. Matanya terpejam mencoba menenangkan fikiran yang sedang kacau.
Langit hari ini sedikit berawan namun hawa panas masih terasa. Jalanan juga masih sibuk dengan orang-orang yang berlalu lalang melakukan aktivitas. Hati nya sendu mengetahui jika ia merasa kesepian di tengah keramaian. Lihat lah banyak manusia yang berlalu lalang, suara mesin dan klakson kendaraan yang silih berganti tetap sepi bagi Hana.
Hatinya sepi namun pikiran nya ramai sama seperti suasana jalanan kota. Iris yang tertutup itu terbuka, menatap jalanan dengan banyak pertanyaan yang berputar. Pesan tadi berhasil membuatnya delima setengah mati sekaligus bingung.
Bingung karena tahu ada jenis manusia tidak tahu diri yang masih berani meminta tolong padanya. Hana bukan berarti orang jahat yang tidak suka seseorang meminta pertolongan pada nya, akan tetapi pelaku nya ini adalah seseorang yang membuatnya menutup hati. Membuatnya tidak mudah untuk memercayai orang lain.
Suara notif pesan masuk terdengar, Hana hanya membacanya dari gelembung notif.
'Tolong ya teh.'
Gadis itu diam sejenak mengambil waktu untuk berfikir kalimat apa yang sebaiknya ia gunakan untuk membalas pesan teman nya itu.
Anggap saja orang itu masih Hana akui sebagai teman, tapi hanya teman kenal nama. Gadis itu bertekad memasukan teman nya itu ke dalam list orang-orang yang harus ia cut off.
Anisa.
Melihat teman sekaligus adik kelasnya itu meminta tolong padanya membuat kenangan itu kembali teringat. Malam dingin dan menyakitkan itu. Apa yang seharusnya ia jawab? Dari hatinya yang terdalam ia tidak ingin terlibat lagi dengan orang itu namun ia merasa harus membantunya.
Semua kebingungan ini membuat kepalanya sakit, ia kembali memejamkan mata, menikmati semilir angin siang semi sore berhembus pelan, berharap angin dapat membuatnya sedikit lebih rileks, lebih lega.
Sampai kapan pun ia akan terus ingat kejadian itu. Ia akan terus ingat bagaimana kekasihnya membela orang lain dan menyalahkan dirinya, sehingga ia sendiri berfikir jika ia memang seperti apa yang mantan kekasih nya itu katakan.
Bersambung
15/07/2024
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heart Of Sakura {END}
RomanceKayla seorang pelajar bertemu dengan cinta pertamanya dengan seseorang yang lebih dewasa. Namun sayangnya awal mula itu menciptakan trauma besar untuk Kayla terhadap cinta dan persahabatan.