Di pagi hari yang belum cerah, suasana yang masih terlihat biru. Lena berangkat ke sekolah tidak seperti biasanya, entah ada apa gerangan Satria, sepupu Lena, mengajak Lena untuk berangkat ke sekolah bersama, menurut Lena ini sangat aneh tetapi masih bisa diterima olehnya. Hal yang sangat aneh lagi adalah, di pagi hari yang belum cerah itu, Satria mengajaknya berjalan kaki untuk sampai ke sekolah, biar romantis katanya. Awalnya Lena tidak mau, benar-benar tidak mau, tetapi Satria menawarkan hal yang sulit untuk ditolak oleh Lena. Uang saku! Satria berjanji akan membagi setengahnya dengan Lena."Tumben Lu Sat, ngajak gue jalan buat ke sekolah. Ada apa sebenarnya?"
Satria hanya diam, tidak menanggapi pertanyaan dari sepupunya. Lena merasa seperti ada yang salah dengan Satria kali ini. "Lu ada masalah sama Om?" selidik Lena.
Satria masih berjalan dengan lurus, tidak bergeming sedikitpun. Lena mengehela napasnya, "Kenapa? Ngomong, nanti gue bantu."
Setelah kata ini terlontar dari mulut Lena, Satria menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Hal ini mengejutkan Lena yang berjalan pas dibelakangnya. Lena menggerutu menyuruh Satria untuk berjalan dengan benar.
"Ih Satria! Jalan yang bener dong Sat!"
Satria berbalik badan, "Okei, first of all ini mah ya Len, panggil gue yang bener. Kak Satria! Gue lahir tiga hari lebih dulu dibanding Lo!" Satria yang memang lebih tinggi dari Lena, membuat Lena seperti dibuli. Lena memejamkan matanya dan menarik napas panjang-panjang, mencoba tersenyum agar pagi harinya ini tidak rusak.
"Terus, yang perlu Lo inget ya Lena sepupu gue sayang, jangan panggil gue Sat doang. Ngga enak kalo di denger, kayak gimana gitu Len di telinga gue. Kayak ada manis-manisnya gitu." Ceramah Satria yang dibungkus dengan candaan garingnya, tetapi selalu bisa membuat Lena tertawa terpingkal-pingkal.
Lena mengelap air mata akibat pagi harinya yang diguncang dengan emosi kesal dan menyenangkan dari sepupunya sambil terus berjalan. Jarak antara rumahnya dengan sekolah sekitar dua puluh menit jika jalan kaki normal, tetapi jika jalan santai seperti yang sedang Lena dan Satria lakukan, ini bisa memakan waktu hingga tiga puluh menit.
"Yaudah yaudah, Kak Satria kenapa sebenarnya?" Tetapi setelah pertanyaan ini diajukan kembali oleh Lena, Satria kembali diam. Lena tidak menadapat jawaban, jadi ia tidak mau mengambil pusing apa yang ingin dikatakan oleh Satria, Ia memilih mengamati pemandangan pagi hari yang mulai disinari oleh sang surya. Wajar saja, Lena tadi berangkat sekitar jam enam.
Sudah sekitar dua puluh menit lebih mereka berjalan, baik Lena dan Satria diam dengan pikiran mereka masing-masing. Saat sekolah mereka mulai terlihat, secara tiba-tiba Satria kembali diam tidak bergerak, berbalik menghadap Lena.
"Len sebenarnya gue suka sama Maryam!" Pernyataan yang di keluarkan oleh Satria, membuat semua bulu kuduk Lena berdiri, jantungnya seperti merosot ke lambung begitu cepat. Suara Satria memang pelan, namun setiap intonasinya terdengar dengan sangat jelas di telinga Lena.
Satria melihat Lena seperti orang bodoh, berdiam menatap Satria dengan tidak percaya. Satria mengira Lena pasti benar-benar syok, karena orang macam dirinya bisa-bisanya menyukai gadis muslimah, lemah lembut, dan calon penghuni surga seperti Maryam. Tapi bagaimana lagi, hati Satria setiap hari bukan membunyikan deg deg deg, melainkan maryam, maryam, maryam.
"Len napas Len!"
Mendengar suara Satria lagi membuat Lena kembali tersadar, sorot matanya kini yang dari awal seperti tidak percaya, menatap Satria dengan isyarat penolakan. Satria melihatnya, tidak siap dengan apa yang akan diucapkan oleh sepupunya, Satria berbicara dengan cepat sebelum Lena mengultimatumnya.
"Iya Len iya, gue paham, gue paham, gue gak pantes kan buat dia?" Ucap Satria lesu.
Lena melihat Satria yang sangat kecewa, baguslah kalau memang Satria sadar. Lena tahu, Maryam itu tida cocok dengan sepupunya, sangat tidak cocok! Tetapi ia tidak tega sepupunya bersedih seperti itu. Jadi Lena mencoba menghiburnya, "Kak Satria yang baik hati, Maryam itu yang ngga cocok buat Kakak."
Mata Satria kini menatap Lena, "Maksudnya gimana Len? Bukannya gue yang gapantes buat dia?"
Alih-alih menjawab, Lena hanya tersenyum manis kepada Satria. Dan melanjutkan jalan kaki menuju sekolahnya. Meninggalkan Satria yang kebingungan, tetapi hati Satria terasa lebih lega, tidak ada kata-kata yang menyakitkan keluar dari mulut Lena. Hanya ada kata-kata yang membingungkan untuk Satria.
Pelajaran untuk siang hari selesai, waktunya istirahat tetapi untuk kelas Lena tidak, mereka harus bersiap-siap untuk olahraga. Para anak perempuan bergegas pergi ke kamar mandi untuk berganti seragam. Lena juga sangat ingin berganti cepat, setelah berjalan pagi selama tiga puluh menit, kulit Lena terasa lengket. Tetapi niatnya harus tertahan karena menunggu tuan putri Friska yang masih sibuk melepas dasi dan sabuknya.
"Lama amat sih Lu Fris?!"
Friska tidak menjawab, hanya mendecakkan lidahnya. "Len, lu bawa air minum nggak?"
"Buat apa?"
"Buat minum dong Lena!"
Lena nyengir mendengar jawaban Friska, "Ya siapa tahu buat apa gituu. Ngga ada, gue lupa bawa." Lena ingin bertanya kepada Friska, apakah ia lupa membawa air minum juga, tetapi tidak sempat karena Friska langsung berbicara. "Yaudah yuk, sambil nunggu yang lain ganti baju, kita ke kantin nyari minum sama jajan."
Lena mendelikkan matanya, seolah-olah bertanya kepada Friska, 'yakin?'.
"Gua traktir!"
Pertanyaan yang tadi Lena ungkapkan dari matanya untuk Friska, Lena jawab sendiri dengan 'iya' di matanya. Sebenarnya bukan karena ucapan traktir dari Friska yang membuat Lena setuju, tetapi ia ingat sepupunya! Lena ingin memberi Satria sesuatu agar ia tidak bersedih.
Lena hanya membeli air putih untuk dirinya dan permen untuk diberikan kepada Satria. Begitu juga dengan Friska, Ia hanya membeli air putih saja. Di kantin tidak memakan waktu begitu lama meskipun terjadi debat kecil antara Friska dan Lena. Friska bersikeras untuk mentraktir Lena, sebaliknya Lena bersikeras untuk membayarnya sendiri, tetapi akhirnya Lena menang dan meminta Friska untuk mentraktirnya lain kali saja.
Jarak antara kantin dan kamar mandi tidak jauh, jadi saat mereka sampai di kamar mandi, masih ada beberapa orang yang mengantri.
Anum, ketua kelas, yang melihat Lena dan Friska yang baru datang, kemudian mencibir mereka, "Cih, nggak ngajak-ngajak lu berdua ya!"
"Ih Anum, kan kamu tadi ngga ada di kelas, di panggil sama Bu Endah." Friska menjawab dengan dengusan kecil, berpura-pura kesal seperti yang Anum lakukan. Mereka bertiga tertawa setelah mendengarnya. Apapun yang dilakukan Friska ini sangat lucu, tentu bagi orang yang sudah mengenalnya saja.
Bagi orang luar, kakak kelas maupun adik kelas, mereka akan menganggap apa yang dilakukan Friska ini sebagai sikap 'sok' atau 'centil'. Menurut Lena mungkin karena mereka iri dengan kesempurnaan Friska. Lebih jelasnya lagi, kesempurnaan tubuh milik Friska.
___
Gimana?
XY
KAMU SEDANG MEMBACA
LENA
ChickLitLena pernah ditanya oleh Ibunya, ingin jadi apa kelak ia nanti. Dengan pasti, Lena yang saat itu duduk di bangku kelas 6, yang mengira bahwa dunia ini milik orang tuanya, yang tidak mengerti betapa luas dan kerasnya sebuah kehidupan, menjawab dengan...