🕵️♀️👨💼
Klarisa segera menemui pihak hotel, ia tak sendiri karena hanya pihak kepolisian yang boleh diizinkan melihat rekaman CCTV.
"Kla, beneran ada? Kamu tau dari mana?" Adi melangkah bersisian dengan Klarisa, keduanya menuju ruang keamanan.
"Awalnya nggak yakin, Pak, tapi waktu saya perhatiin, kok curiga sama benda kecil itu."
Adi menggangguk, ia tau feeling Klarisa tak akan salah. Bakat Ijal tak akan sia-sia pada diri putrinya. Padahal, Darka lah yang memberitahu.
Pintu di buka Adi, di dalam banyak layar monitor pengawas. "Kami dari kepolisian," tukas Adi. Pemimpin keamanan mendekat, menanyakan tujuan keduanya. Setelah dijelaskan Adi, pria tersebut berkelit hingga mengelak jika ada CCTV tak terlihat di lokasi tersebut.
Klarisa mendesah, ia mulai ikut bicara. "Pak, tolong bantu. Dengan ini Bapak dan nama baik hotel ini akan tetap terjaga."
"Tidak ada CCTV di sana, Mbak, kalau ada pasti lampu kecil warna merah jadi tanda. Semua lokasi yang dipasang CCTV, bentuknya tidak ada yang kecil. Setiap orang bisa tau." Pria itu masih mengelak.
Ponsel Klarisa ia keluarkan, ditunjukkan foto yang diambilnya. "Benda ini, Pak."
Adi memperhatikan reaksi pria itu, terlihat syok tapi coba menutupi.
"Bapak mau ngelak? Tujuannya apa pasang CCTV seperti ini? Apa jangan-jangan kalian semua sengaja mau merekam tamu yang mencurigakan atau bahkan menguntungkan kalian?" Klarisa curiga, ia menyipitkan kedua matanya bersamaan dengan senyum licik.
"Apa fungsi CCTV itu?" sambung Adi.
Hela napas menyerah karena cecaran Klarisa dan Adi membuat pria itu jujur. Tujuan kamera di pasang karena tak jarang ada tamu nakal, bahkan tamu yang seenaknya sendiri berlaku kurang baik. Pihak hotel akan menjadikan hal itu bukti supaya tamu mau mengakui kesalahannya.
Pria itu masih menyimpan rekaman CCTV tersebut dari kejadian dugaan pemerkosaan yang dilakukan Darka. Rekaman disimpan maksimal enam bulan, jika tidak ada masalah apapun baru akan dihanguskan.
Klarisa dan Adi menyimak dengan rinci, menit bahkan detik tak dilewati mereka. Kedua mata Klarisa begitu awas. "Stop!" serunya. Rekaman terhenti. Klarisa menoleh ke Adi yang juga melihat jelas.
"Boleh kami minta rekaman ini, kan?" cetus Klarisa. Pria itu mengangguk.
Rekaman sudah di tangan, Klarisa dan Adi pergi dari sana. "Kla, saya cari orang ini."
"Ya, Pak Adi. Kalau gitu, saya ke rumah tahanan kejaksaan, Darka dipindah ke sana, kan?"
"Iya. Saya antar ke sana." Adi membuka pintu mobil disusul Klarisa.
***
"Kamu kenal dia?" Klarisa bertanya sambil duduk memangku satu kaki. Keduanya saling berhadapan. Darka tidak kenal siapa orang itu.
Klarisa membaca berkas perkara yang sudah disusun, sengaja menghindar tatapan Darka yang membuatnya tidak nyaman.
"Siapa yang bantu kamu? Bukannya keluarga Om Absi buang kamu?" gumam Klarisa tipis, tapi masih bisa Darka dengar.
"Kamu tertarik?"
"Maksudnya?" Klarisa menutup map berkas, kedua netra mereka saling bertubrukan.
"Iya, kamu tertarik apa aku benar-benar dibuang Papa Mama?" Darka bisa tersenyum walaupun sinis. Ia bersandar pada kursi, terus mengunci tatapan Klarisa.
Klarisa beranjak, lebih baik tidak dilanjutkan pembicaraan itu.
"Mas Taka," jawab Darka. Klarisa menoleh. Ia masih berdiri, menunggu kelanjutannya, jika tidak ada ia akan keluar dari sana. "Kamu tau Kakak-kakakku semuanya galak, tega dan sadis kalau udah ngerendahin aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnetize ✔
RomancePlayboy yang tidak mau menuruti kemauan orang tuanya untuk berhenti bermain-main dengan hidupnya terutama wanita. Usianya masih 21 tahun namun karena latar belakang keluarga pebisnis ulung, ia berhasil lulus kuliah lebih cepat dan sudah punya bisni...