Pagi ini matahari bersinar sangat terang. Saking terangnya sampai bisa membuatku mengira bahwa itu bukanlah sinar matahari pagi, melainkan panas matahari siang bolong jika sebelumnya tak melihat jam dinding di sisi kananku.
Namaku Regan. Regan Dyani Wicaksono. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja sebagai guru P3K. Bagi yang belum tahu, P3K yang kumaksud bukanlah sebuah kotak berisikan obat yang biasanya terdapat pada unit kesehatan siswa, tapi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Mirip dengan guru honorer, tapi sebenarnya tidak sama dengan honorer.
Aku ditempatkan di sebuah SMA Negeri ter-favorit di daerahku. Cukup mengesankan, mengingat pendidikan yang kutempuh selama SMA hanyalah sebuah SMA swasta yang membosankan.
Awalnya, aku sangat gugup. Namun, ternyata hari pertama di sekolah tak seburuk dan tak semenakutkan yang aku pikirkan sebelumnya. Semua berjalan seperti seharusnya. Mulai dari penempatan meja guru, perkenalan di setiap kelas yang aku masuki, bahkan saat jam makan siang pun sangat lancar kujalani.
Walau begitu, seharusnya aku tak terlalu buru-buru untuk berbaik sangka terhadap hidupku, sebab saat ini, aku tengah duduk di kursi tamu ruang kepala sekolah. "Pak Regan, tolong gantikan Ibu Sri untuk menjadi wali kelas dari kelas 11-2 selama dua bulan," katanya dengan gampang.
Mau dipikir satu juta kali pun, aku masih tak mengerti satu hal: dari sekian banyaknya guru tetap dan guru P3K di sekolah, mengapa aku yang dipilih untuk menggantikan seorang guru sepuh sebagai wali kelas? Apa mungkin tampangku kurang meyakinkan sebagai seorang guru misterius yang introver?
Meski begitu, mau tak mau harus tetap aku terima, kan? Memangnya kasus sebesar apa yang bisa terjadi dalam waktu dua bulan? Membolos pramuka? Memalsukan surat izin? Atau Perundungan? Itu hal yang mudah, aku sudah siap bahkan untuk kemungkinan terburuknya. Begitulah pemikiranku saat pertama kali mengiyakan permintaan kepala sekolah. Namun, rasa-rasanya aku ingin menarik segala kalimat sombongku tentang menjadi seorang wali kelas tadi.
11-2, tak sekali dua kali aku mendengar gosip tentang kelas nakal ini, tapi untuk terjun langsung menjadi wali kelasnya? Sungguh, kukira ini akan menjadi pekerjaan yang sulit untuk kurun waktu sesingkat dua bulan.
Lihat saja, belum ada tiga hari aku diresmikan menjadi wali kelas, tapi beberapa kasus sudah disebabkan oleh kelas yang kuayomi ini. Berpuluh-puluh laporan tentang ketidaksopanan, membolos pelajaran, dan merusak wastafel depan kelas sudah kuterima.
Ah, rasanya aku ingin dua bulan agar cepat berlalu.
Karena merasa sedikit kewalahan, aku putuskan untuk memanggil ketua kelas. Mengapa? Tentu saja agar ia bisa membantuku mengoordinasikan anggota kelas. Namanya Gipta, Gipta Renggana. Anak laki-laki berbadan ideal dengan kacamata yang bertengger rapi di batang hidungnya yang memberikan kesan rajin dan pintar.
"Bapak sangat meminta tolong ke kamu ya, Gip," Mohonku sambil perlahan berdiri dan memberikan tanganku untuk disalami Gipta. "Nanti kalau ada apa-apa tolong kabari Bapak lewat chat, ya. Punya nomor Bapak, kan?" setelah Gipta mengangguk, barulah aku kembali duduk.
Namun, sepertinya nasib sial sedang berpihak padaku. Baru saja kuminta Gipta untuk mengoordinasikan anggota kelas supaya tak membuat masalah dan agar aku tak langsung turun tangan, tapi buktinya, sekarang sudah ada tiga murid yang menghampiri meja milikku.
"Pak Regan, gawat! Ada anggota kelas yang meninggal!"
Benar-benar sebuah kalimat yang bahkan tak pernah terlintas sama sekali di benakku.
jangan lupa tekan bintang, ya!
instagram: @/karrieekar
Regan Dyani Wicaksono
Gipta Renggana
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Happy [NCT 127]
Mystery / Thriller❗FOLLOW SEBELUM MEMBACA❗ tinggalkan jejak (vote, comment) sebagai pembaca aktif. Regan Dyani Wicaksono adalah seorang guru P3K di sebuah sekolah menengah atas negeri ter-favorit di daerahnya. Prinsip hidupnya sederhana, ia tak akan membuang energiny...