"Kenapa ya, kok aku ngerasa kita semakin jauh dari rumah."
"Terus kamu anggap aku ini apa?"
"Kamu manusia, Li. Bukan bangunan, jadi mana bisa aku anggap kamu sebagai rumah."
"Rumah gak selalu berbentuk bangunan, Bel. Buktinya aja aku udah anggap kam...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
<><><>
Setelah merenung di bukit bersama Lian beberapa saat lalu, Belva dijemput oleh Nico untuk di bawa ke kediaman Dela, bunda Nico.
"Sebenernya kita mau apa kesana?"
"Nanti juga lo bakal tahu." Timpal Nico dengan suara yang tersamarkan oleh angin.
Mendengar jawaban Nico yang seperti itu membuat Belva tak berani lagi bertanya padanya. Ia pun hanya membisu selama perjalanan menuju rumah wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu sambungnya.
Saat sampai disana, Belva mengernyitkan dahinya sambil memperhatikan lamat-lamat mobil yang terparkir di halaman rumah bunda Nico.
"Ini mobil papa kan?"
Nico mengangguk, "gue jemput lo pun karena disuruh sama om Vincent."
Belva menautkan alisnya heran, "gak biasanya"
Kemudian Nico mempersilahkan Belva masuk, tapi Belva enggan berjalan lebih dulu sehingga ia mengekori Nico dengan gerakan lambat.
Saat pertama kali masuk, Belva disuguhi dengan kondisi ruangan yang berantakan. Sepertinya telah terjadi sesuatu pada raungan tersebut.
Belva heran apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu, tapi pertanyaannya perlahan terjawab saat ia mendengar suara dengan nada tinggi milik Vincent, sang papa.
"Kamu terlalu memanjakan dia." Hardik Vincent dengan nada tingginya.
"Bukan memanjakan mas, tapi aku hanya berusaha memberi apa yang Adel mau." Sanggah Dela dengan nada tak kalah tinggi.
"Termasuk membiarkan dia dengan pergaulan bebasnya?"
Nico dan Belva saling pandang, keduanya tak tahu harus berbuat apa. Sehingga mereka hanya menjadi penonton dan menyaksikan perdebatan dari lantai bawah.
"Kamu gak seharusnya menyalahkan semua kejadian ini padaku." Dela lagi-lagi membela diri dengan terus menyanggah ucapan Vincent.
Vincent terlihat memijat pangkal hidungnya, lama-lama ia merasa jengah juga.
"Kamu ini ibunya, jika bukan kamu yang mendidiknya lalu siapa lagi?" Tuduh Vincent semakin menjadi-jadi.
"Salah dia sendiri tidak bisa menjaga diri dan malah sesuka hati menyerahkan diri pada pria."
Belva menutup mulutnya tak percaya. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa berkata demikian pada anaknya, apalagi pada anak gadisnya.
"Maaf ya, lo jadi liat sisi bunda yang ini." Ucap Nico pelan bahkan terdengar seperti sebuah bisikan. "Gue juga benci sama semua ini, tapi gimanapun dia tetep bunda gue bahkan sampe kapanpun."
Belva mengangguk, ia juga memaklumi dan sangat mengerti bagaimana perasaan Nico.
"Gue baru tahu, bukan cuma gue sama Lian aja yang hancur, lo dan kakak lo juga sama tertekannya. Kita sama-sama anak broken home ternyata."