"Kenapa ya, kok aku ngerasa kita semakin jauh dari rumah."
"Terus kamu anggap aku ini apa?"
"Kamu manusia, Li. Bukan bangunan, jadi mana bisa aku anggap kamu sebagai rumah."
"Rumah gak selalu berbentuk bangunan, Bel. Buktinya aja aku udah anggap kam...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
<><><>
Lian yang berbeda kelas dengan Belva dan yang notabenenya adalah kakak kelas dari gadis itu, berjalan perlahan menghampiri kelas Belva yang letaknya ada di gedung lantai dua, tepatnya di kelas 10 IPA 1.
Remaja bernama Gillianus Savero Arnagya itu sudah biasa melakukan hal itu, menghampiri ke kelas gadisnya adalah sebuah rutinitas setiap hari yang harus ia lakukan, kecuali dihari libur tentunya.
Lian berjalan dengan santainya, tapi wajah dingin yang ia tampilkan didepan banyak orang selalu terlihat angkuh dan tatapan tajamnya seolah hendak menusuk manik siapa saja yang berani menatapnya. Tapi walaupun terlihat dingin dan angkuh, siswa kelas 12 yang selalu mengenakan headband sebagai ciri khasnya itu selalu menjadi perhatian. Apalagi setelah ia menjadi captain basket selama hampir satu tahun ini, membuat siapa saja akan jatuh pada pesonanya.
Tak terkecuali dengan siswi yang dijuluki goldenstudent oleh penghuni sekolah, yaitu Shazia Belva Safaniora yang sudah hampir dua tahun menjadi pacar si captain basket.
Dan kini keduanya saling melempar senyuman satu sama lain saat Lian masuk ke kelas gadisnya itu.
Beberapa siswi sempat memekik kaget serta tak percaya dengan kemunculan Lian dikelas mereka, tapi mereka juga tak heran karena sang pujaan hati si captain basket itu memang ada dikelas yang sama dengan mereka.
Lian mengedipkan sebelah matanya tepat saat jaraknya dengan Belva semakin dekat, membuat siswi dikelas itu menjerit tak karuan melihat keuwuan yang mereka saksikan. Setelah benar-benar berhadapan dengan Belva, Lian tampak merapikan anakan rambut gadisnya yang sedikit berantakan. Lagi-lagi siswi dikelas itu menjerit histeris, membuat Lian merolling eyes malas. Melihat Lian yang seperti itu membuat Belva tertawa.
"Ayo ah, bete aku lama-lama liat orang kek mereka."
Belva dengan tawa renyahnya yang belum mereda menatap dalam wajah Lian.
"Mereka tuh iri sama aku kalo kamu gak tahu."
Lian yang berjalan sambil menggenggam tangan gadisnya seketika menoleh, "kenapa harus iri? Karena kamu yang terlahir cantik ngalahin bidadari ya?"
Belva menggeleng dengan sisa tawanya. "Ngaco ya kamu, tapi bukan kerena itu tahu!"
"Terus apa dong?"
Belva menaruh jari telunjuknya tepat di dagu, tingkahnya itu membuat Lian merasa gemas dengan gadis itu. Apalagi setelah mendengar kalimat yang terucap dari bibirnya.
"Mereka iri karena aku beruntung bisa pacaran sama kamu."
Lian terkekeh, kini gantian lelaki itu yang tertawa. "Kebalik deh keknya, justru yang beruntung itu aku." Balas Lian sambil mengelus lembut rambut Belva dan menatap manik gadisnya dalam. "Karena kamu, aku bisa ngerasain kasih sayang yang selama ini gak aku dapetin dari bunda."