"Pesta penyambutannya nanti malam bukan?"
"Iya, Tuan Muda"
Namanya Evans Rolland Marcuess, putra sulung dari Duke Antonio Marcuess ini baru saja kembali dari menempuh pendidikan militernya di negeribseberang.
Sekembalinya ia dari sana, orangtuanya menggelar pesta penyambutan yang akan dilaksanakan nanti malam. Memiliki waktu luang sampai malam tiba, Evans berpikir untuk mengunjungi suatu tempat disini. Sekaligus bernostalgia sebab 2 tahun sudah ia meninggalkan kampung halamannya ini.
"Tuan Muda ada rencana untuk pergi?". Tanya pengawal pribadinya, panggil saja Chris.
"Temani aku ke pasar"
💐
Lalu lalang yang awalnya menutupi jalan itu sedikit terbuka saat putra Duke lewat. Para rakyat yang ada disekitar menunduk hormat seraya menyampaikan salam, yang dibalas sapaan dari Evans. Mau bagaimanapun, dia harus terbiasa dengan yang seperti ini.
Melanjutkan langkah, calon pengganti Duke periode selanjutnya itu terpaku pada satu kedai sederhana yang menjual roti. Evans menghampirinya, menyapa sejenak si gadis penjual roti, mengundang tatapan penasaran dari orang-orang yang ada di sana.
"Salamku, Tuan Muda Evans Marcuess". Ucap si gadis menunduk hormat.
"Pagi"
"Pagi, Tuan Muda"
Diperkenalkan soal identitasnya sejak lahir, dan selalu berpartisipasi dalam acara apapun sejak kecil mmebuat wajah Evans sudah terpampang dimana-mana. Jadi tak ayal kalau gadis ini juga mengetahui siapa dirinya.
"Roti apa saja yang kau jual, Nona?"
Aroma roti di pagi hari tampaknya berhasil menarik hati sang Tuan Muda.
"Kami memiliki roti bantal isi cokelat, bolu gulung dengan selai; stroberi, nanas, dan cokelat, kue biasa, dan donat, Tuan Muda"
"Beri aku 1 bolu gulung selai cokelat"
"Baik, Tuan Muda"
Gadis itu segera membungkus pesanan Evans, lantas memberikannya kepada Tuan Muda itu dengan tangan yang gemetaran. Dia takut jikalau bolu gulungnya tidak sesuai dengan selera sang Tuan Muda.
Evans menyerahkan uang tanpa bertanya berapa harga yang harus dibayar. "Terimakasih, ambil saja lebihnya"
"Terimakasih Tuan Muda"
Putra Duke itu tersenyum, dan hendak berbalik pergi namun batal saat teringat ingin mengatakan sesuatu. Mak dari itu ia berbalik lagi. "Dan Nona, jika aku kembali ke sini besok pagi, maka aku suka dengan bolunya", ucapnya mutlak, lalu pergi dengan senyum terpatri.
Saat melihat Evans dan pengawal pribadinya yang sudah cukup jauh dari kedai roti, orang-orang yang kebetulan ada didekat sana langsung berisul menggoda di gadis penjual roti. Ini adalah kali pertama seorang anak pejabat datang membeli roti.
"Bukankah mengagumkan, Gwen?"
"Kau lihat bagaimana senyum Tuan Muda tadi? Sangat manis!"
Riuh sekitar itu hanya ditanggapi dengan biasa oleh Gwendolyn Benedict, si gadis bermata pencaharian sebagai penjual roti yang kini tersipu malu dengan pipi bersemu.
💐
Malam telah tiba saat pesta perayaan dimulai. Kediaman Duke Marcuess telah disulap menjadi rumah negeri dongeng yang semakin mewah dengan aksen emas pada perabotannya, lalu lalang para pelayan dengan nampan sampanye telah tampak, musik pengiring dimainkan dengan perlahan sebagai pembunuh sunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Flower
Teen FictionKetika api tertiup hembusan angin kencang, maka semakin cepat pula ia membakar apapun yang ada di sekitarnya. Seperti itulah cinta yang dimiliki Evans Marcuess untuk Gwendolyn. -Warn: bahasa baku -sorry for typo -minat langsung baca aja