Ini dia lanjutannya hu... semoga berkenan...
"Ana, kau tahu kan dulu Kakek punya studio foto, waktu itu Mamamu, Gita, sering ke studio foto. Dia seneng banget difoto sama Kakek."
Kakek mulai menceritakan, sambil tangannya masih asyik mengelus rambut Ana yang lembut. "Waktu itu, mamamu masih SMA. Dia sering datang ke studio setelah pulang sekolah. Masih pake seragam sekolahnya, roknya pendek banget, seringkali kalau dia duduk, hampir kelihatan celana dalamnya."Ana mendengarkan dengan mata berbinar, tangannya masih lembut memainkan kontol Kakek. "Terus, Kakek foto dia gimana?" tanyanya, sambil bibirnya sesekali menyentuh kepala kontol Kakek yang masih basah.
"Dia suka pose manja, Ana. Gita duduk di kursi tinggi studio, kaki jenjangnya sering sengaja dia silangkan, atau malah kadang dia angkat sedikit, memamerkan paha mulusnya. Kakek kadang sengaja minta dia maju sedikit, biar roknya naik dan semakin kelihatan aja celana dalamnya. Trus Kakek fokusin kamera tepat di antara pahanya yang terbuka," cerita Kakek dengan nafas yang mulai memburu.
"Setelah beberapa kali foto, mamamu mulai lebih berani. Dia mulai minta foto pakai baju lain. Waktu itu baju tank top tipis tanpa bra, bawahannya hotpants pendek yang memperlihatkan bentuk pantatnya yang bulat. Pose-pose dia semakin berani, mamamu mulai berani berpose telentang di lantai, mengangkat kedua kaki jenjangnya, memperlihatkan lebih banyak," lanjut Kakek, sambil tangannya mulai meremas payudara Ana.Ana semakin terangsang, "Terus, apa lagi Kek?"
"Mamamu juga pernah pakai baju tidur tipis saat itu, semacam babydoll, yang bening banget. Susunya yang bulat itu nyaris keluar dari baju tidur tipisnya. Kakek memfoto dari semua sudut, tapi yang paling Kakek suka saat dia jongkok, baju tidurnya itu tersingkap, terlihat jelas celana dalamnya yang tipis," cerita Kakek, mata Ana semakin lebar mendengarnya.
Kakek tersenyum nakal, mata tuanya berbinar kenangan. "Tapi lama-lama, Kakek mulai usil. Kakek bilang, 'Gimana kalau kita coba sesuatu yang lebih berani?' Gita, yang waktu itu masih polos, langsung setuju tanpa mikir panjang."
Di dalam mulut Ana, kontol Kakek terasa semakin keras. Ana mendengarkan dengan antusias sambil terus menjaga kontak mata, tangannya lembut mengocok batang keras itu
"Kakek kemudian kasih mamamu lingerie milik nenekmu. Gita awalnya malu, tapi karena godaan Kakek, dia akhirnya mau juga. Dia ganti baju di depan Kakek, perlahan-lahan.Lingerie itu ngepas banget di tubuhnya yang montok, Ana. Payudaranya yang bulat sempurna ketat terbungkus, pantatnya yang bulat terangkat bikin Kakek nggak tahan."
Kakek menghela napas, matanya terpejam sejenak memutar ulang memori yang sangat pribadi itu. "Mamamu mulai pede, pose-pose fotonya juga mulai berani. Dia berpose di sofa, di meja, sambil membuka sedikit lingerie untuk menggoda Kakek. Mamamu juga mulai berani pegang dan main-main dengan payudaranya sendiri."
Ana merespon dengan mendesah pelan, "Terus, Kakek lakukan apa? Aku pengen tahu lebih."
Dengan nafas yang semakin berat, Kakek melanjutkan, "Kakek mulai ikut beraksi. Kakek mulai menyentuhnya, mulai dari punggung, turun ke pinggul, dan akhirnya ke memeknya yang sudah basah itu. Mamamu hanya mendesis, membiarkan Kakek jelajahi tubuhnya. Kakek jilat dia dari atas ke bawah, dia hanya bisa merem melek sambil merintih kenikmatan."
"Kemudian Kakek masukkan kontol Kakek ke dalam memek mamamu yang sudah menunggu. Mamamu menjerit, tapi dia nikmati setiap sentuhan Kakek. Kita berdua saling memuaskan dalam banyak posisi, di studio itu, semua berlangsung panas dan liar."
Ana, yang masih dengan kontol Kakek terjepit di bibirnya, kini semakin giat menghisapnya. "Aku bisa bayangin betapa panasnya itu, Kek. Aku bisa rasakan lewat cerita Kakek."Ana memandang kakeknya dengan mata yang berbinar seakan ada rencana nakal yang sudah terbentuk di kepalanya. "Kek, aku mau telponan sama Mama, boleh?" ucapnya dengan manja sambil kontol kakek masih terjepit di antara bibirnya yang lembab.
Kakek hanya mengangguk, raut wajahnya memperlihatkan secercah keheranan tapi juga kegembiraan. Ana dengan cekatan mengambil ponselnya yang tergeletak tidak jauh dari mereka, menyentuh layar ponselnya dengan jari-jarinya yang masih basah dengan cairan kenikmatan mereka berdua. Sambil terus menjaga kontol kakek tetap terjepit di bibirnya, dia mulai menekan nomor ibunya.
Suara di ujung sana terdengar, "Halo, Ana sayang, ada apa?" terdengar suara Gita yang lembut dan hangat.
"Hi, Ma... Aku mau ngomong sesuatu nih," Ana memulai percakapannya sambil sesekali lidahnya masih bermain dengan kepala kontol kakek yang basah. "Mama... aku tahu tentang mama dan Kakek dulu. Aku lihat fotonya."
Gita di ujung telepon terdiam sejenak, kemudian dengan suara yang sedikit bergetar bertanya, "Oh, ya? Dan apa yang kamu pikirkan tentang foto-toto itu?"Tanpa menghentikan aktivitasnya, Ana menjawab, "Wow, Ma. Aku bisa bayangin betapa hotnya mama dan Kakek waktu itu." Kata-katanya sengaja dibumbui dengan rintihan kecil saat lidahnya menyapu batang kontol kakek yang keras.
"Kakek di sini, Ma, lagi sama aku," lanjut Ana dengan suara nakal sambil matanya menatap kakek dengan penuh nafsu.
Gita, yang sepertinya sudah menangkap situasi yang sedang berlangsung, bertanya dengan nada yang mendesis, "Dan apa yang kalian lakukan, hah? Kalian sedang...?"
"Mmmhmm," desah Ana, sambil mengangguk pelan. Tangannya kembali bergerak, mengocok batang kontol kakek perlahan. "Aku sedang mengulum kontol Kakek, Ma. Sama seperti mama dulu, hihihi" lanjutnya dengan jelas dan tanpa ragu.
Gita hanya bisa mendesah kecil di ujung telepon, "Oh, Ana. Kamu benar-benar anak Mama yang nakal." Suaranya terdengar campuran antara kejut dan terangsang.
Ana tertawa kecil, "Aku tahu, Ma. Dan aku suka itu. Kakek bilang aku mirip kamu banget waktu muda." Dia berkata sambil mulai menghisap lebih dalam, membuat kakek mengerang kesenangan.
"Teruskan, Ana. Nikmatilah keperkasaan Kakek," ucap Gita, suaranya penuh dengan dorongan dan sebuah rasa fasih yang aneh. "Berbagilah kenikmatan itu dengan Kakek, seperti yang Mama lakukan dulu."
Ana, dengan kontol Kakek masih di mulutnya, bicara dengan nada genit, "Ma, kangen nggak sih sama kontol Kakek?" Bibirnya tidak berhenti bergerak nakal, menjilat dan kadang-kadang menghisap sambil bicara.
Gita, di ujung telepon, terdengar menarik napas dalam, "Oh, Ana... sangat. Kenikmatan itu, ya Tuhan, sulit banget dilupakan." Suaranya menggema kenangan dan gairah yang jelas terdengar meskipun hanya lewat sambungan telepon.Kemudian Ana, masih dengan aksi nakalnya, berkata, "Ma, kenapa besok nggak ke sini aja? Biar kita bisa berbagi kontol Kakek. Aku yakin Kakek juga bakal seneng banget kalau Mama datang."
Gita, seolah terlihat mengerutkan dahinya dalam kebingungan sekaligus terangsang, menjawab, "Hmm, gimana ya... Tapi ide itu bagus juga, Sayang. Kamu membuatku... hmm... sangat terangsang."
Ana tersenyum nakal, tangannya masih sibuk dengan kontol Kakek yang tampaknya semakin keras dan tegang. "Ya udah, Ma, pikirin deh. Ana jamin, nggak akan nyesel. Kita bisa bercerita banyak, berbagi kenangan, dan tentu saja, berbagi kontol Kakek," ungkapnya sambil sekali lagi mengulum batang keras tersebut dengan lebih dalam, mendorong Kakek mendesah keras.
Gita di ujung sana hanya bisa mendesah panjang, "Oke, Ana, aku akan berangkat besok. Siapkan dirimu dan Kakek. Aku ingin mengulang memori itu, membagi kenikmatan itu lagi dengan kalian berdua."
Lanjutkah?
Mohon dukungannya dengan berdonasi
KAMU SEDANG MEMBACA
ana dan kakek
Romantikbercerita tentang pengalaman seorang gadis bernama ana dan sang kakek