"Kenapa ya, kok aku ngerasa kita semakin jauh dari rumah."
"Terus kamu anggap aku ini apa?"
"Kamu manusia, Li. Bukan bangunan, jadi mana bisa aku anggap kamu sebagai rumah."
"Rumah gak selalu berbentuk bangunan, Bel. Buktinya aja aku udah anggap kam...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
<><><>
"LEPASIN GUE! GUE GAK GILAAA!"
Adel terus berteriak dan meronta-ronta selama perjalanan bahkan sampai di rumah sakit jiwa pun ia tetap melakukan hal yang sama. Meraung-raung dengan suara yang sangat keras.
Beberapa perawat sampai kewalahan menghadapi Adel yang mengamuk dengan tenaga yang lebih kuat.
"BISA-BISANYA KALIAN BAWA GUE KETEMPAT INI!"
Adel memang belum bisa dikatakan gila saat ini, tapi amukan Adel selama beberapa hari terakhir ini menunjukkan bahwa ia sangat depresi dengan apa yang terjadi padanya. Apalagi setelah mengetahui bahwa ada janin yang hidup dalam tubuhnya. Emosi Adel semakin menjadi dan tak segan-segan menyakiti dirinya sendiri, dengan menjambak rambut serta membenturkan kepalanya ke tembok, memukul perutnya bahkan yang paling parah, ia sampai menggores bagian tubuhnya dengan pecahan kaca.
Jadi tak ada opsi lain yang dapat Dela pilih selain mengikuti saran Vincent, membawa sang putri ke rumah sakit jiwa dan menyerahkan pengobatan mental Adel pada ahli kejiwaan disana.
Saat dibawa kesebuah ruangan, tangan Adel diikat dengan dengan tali yang cukup kuat oleh salah satu perawat.
"Maaf pak, bu, ini satu-satunya cara agar kami dapat memberi obat penenang pada pasien."
Dela mengangguk diikuti Vincent yang berdiri disamping wanita itu, Nico dan Belva juga tak ketinggalan. Keduanya di beri tahu oleh Vincent sehingga dengan cepat mereka menyusul ke lokasi yang sudah di beri tahu sebelumnya.
Belva yang menyaksikan hanya mematung dengan sebelah tangan yang terangkat menutup mulutnya. Ia benar-benar tak kuasa saat melihat Adel yang seperti ini. Adel yang biasanya terlihat sangat kejam ketika membully ataupun mengolok-oloknya, tapi semenjak beberapa hari lalu hingga detik ini, Adel sangat jauh berbeda. Adel terlihat sangat rapuh dan seperti tak memiliki tujuan hidup lagi.
Semua orang di ruangan itu hanya bisa menyaksikan Adel yang meraung-raung dengan tatapan iba dan miris.
Saat itu tatapan mata Adel jatuh pada seseorang yang berdiri tepat disamping Nico. Dengan mata memerah serta sembab, Adel mencoba berlari untuk menghampiri Belva. Tapi lagi-lagi tubuhnya ditahan oleh beberapa perawat, membuat ia kesulitan untuk melakukan aksinya.
Adel pun hanya bisa menatap Belva tajam, "SEMUA INI GARA-GARA LO BELVA!!!" Teriak Adel nyaring. "KALO LO GAK PERNAH MUNCUL DI HIDUP GUE, GUE GAK AKAN KAYAK GINI. DASAR CEWEK SIALAN!"
Belva hanya bisa menunduk mendengar semua cacian yang Adel tujukan untuknya.
Katanya semua ini salah Belva?
Tapi dimana letak kesalahan Belva yang sampai membuat gadis itu semenderita ini?
Belva menggeleng kuat, "salah aku apa?" Gumam Belva dengan suara pelan serta lirih dan air mata yang perlahan mengalir dari mata cantiknya.