🕵️♀️👨💼
"Bar, kan udah dibilang lo jangan paksa Klarisa, gimana juga dia punya hak buat nyamanin hatinya." Fauzan duduk membawa cangkir minuman yang baru dibikin. Akbar sedang berkunjung ke rumah Fauzan dan Pipit.
Ruang tamu rumah bernuansa hijau tosca dengan furniture tema kayu warna coklat muda.
Pipit duduk di tangga, mencoba menguping obrolan dua pria itu di sabtu siang.
"Klarisa insecure sama diri dia sendiri, padahal gue terima dia apa adanya, Zan."
"Tau, gue ... tapi perasaan seseorang nggak bisa dipaksa juga." Tetap Fauzan memberi penjelasan ke temannya. Akbar duduk bersandar lemah, sorot mata menatap ke arah TV yang menyala namun tak fokus dengan apa yang dilihat.
"Gue coba sekali lagi. Darka udah bebas tapi gue nggak yakin Klarisa nyaman. Darka pasti menjauh dari dia juga, kan, Zan?" gumam Akbar diakhiri dengusan.
"Mana gue tau. Lo tau Darka dari keluar apa dan sepak terjangnya kayak gimana. Kalau dia balik ke keluarganya, dari segi kemapanan udah kalah telak elo, Bar. Lo cari cewek lain, lah. Bukannya mau di jodohin sama temen sepupu lo?"
"Siapa?" Akbar berlirih.
"Lha, elo yang cerita, lo juga yang lupa. Yang kuliah di Mesir."
Akbar langsung ingat. "Oh, dia ... Syakinah. Nggak, lah, gue juga nggak salam balik atau apa. Hadeehhh, gini amat jatuh cinta sama cewek spek bidadari tapi ditolak berkali-kali." Usapan kasar pada wajah Akbar dengan jemari tangannya menjelaskan kegusarannya.
"Ya coba, lah, Bar ... siapa tau, Syakinah emang pelabuhan terakhir lo. Klarisa cuma buat perantara lo sampai ke tujuan akhir." Fauzan meraih remot TV, sabtu itu ia ingin di rumah karena Pipit sedang merapikan kamar bayi.
Hasil menguping yang dilakukan Pipit, ia laporkan ke Klarisa tanpa dilebihkan atau dikurangi.
Di rumah, Klarisa membaca pesan teks yang dikirim Pipit. Ia sedang menemani Cendana bermain sepeda di depan rumah. Sambil jongkok, ia balas pesan teks Pipit.
Klarisa : Pit, gue nggak mau keganggu sama urusan cinta. Gue mau kejar karir.
Pipit mengetik dengan cepat sebelum ketauan Fauzan ia duduk di tangga rumahnya tertutup tembok pembatas ruangan.
Pipit : Iya, Kla. Masalahnya Akbar kekeuh banget ngejar elo.
Klarisa mendengus pelan. Ia menyugar rambutnya dengan kelima jari. Bibirnya mencebik karena memang kesal dengan sikap Akbar yang tak salah sebenarnya, diakui Klarisa ia tersanjung dengan sikap Akbar selama ini.
Akan tetapi, Klarisa terkunci dengan masa lalu. "Cendana! Masih lama mainnya?"
"Udah!" balasnya berteriak kemudian mengayuh sepeda roda empat ke arah Klarisa. "Bu, beli es krim boleh?"
"Boleh. Ayo ke minimarket. Sepedanya taruh di garasi, deket motor Om Zio."
Cendana menuntun sepeda ke garasi, Klarisa tampak santai memakai kaos juga celana panjang kodel kulot, tak lupa sandal jepit kesukaannya.
"Nek! Kek! Dadah!" pamit Cendana ke arah Ijal dan Audrina yang sedang ngobrol di teras.
Cendana dan Klarisa bergandengan tangan. Tangan kiri Klarisa ia masukkan ke saku celana yang juga ia letakkan ponsel.
"Ibu," panggil Cendana mendongak ke Klarisa.
"Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnetize ✔
RomancePlayboy yang tidak mau menuruti kemauan orang tuanya untuk berhenti bermain-main dengan hidupnya terutama wanita. Usianya masih 21 tahun namun karena latar belakang keluarga pebisnis ulung, ia berhasil lulus kuliah lebih cepat dan sudah punya bisni...