Chapter 1

3 0 0
                                    

“See you!” pamit ketiganya lesu secara bersamaan.

Ketiga sahabat itu berpisah, sebab arah pulang mereka saling berlawanan.

Thiasa Arthalia Savira, perempuan asal Indonesia yang hampir berusia duapuluh sembilah tahun itu menyampirkan tasnya keatas bahu, kemudian bergegas pergi untuk bertemu client. Sudah hampir dua tahun dirinya tinggal di Korea Selatan, tepatnya di Kota Seoul. Ia dipindahkan oleh kantor cabang di Indonesia ke  kantor pusat yang berada di Korea Selatan. Pada awalnya, penempatan Thia di kantor pusat, Korea Selatan hanya satu tahun, namun dengan kerja keras dan hasil yang selalu memuaskan dalam pekerjaannya, Kantor Pusat meminta Thia untuk memperpanjang kontraknya.

“Capek sekali hari ini,” keluh perempuan mungil itu sambil sesekali menguap lalu menyesap coklat hangatnya yang ia dapatkan dari ketua Park. Ia menyusuri jalanan malam menuju haltr bus yang tidak jauh dari kantornya.

Helaan nafas kembali keluar dari mulutnya, ia menghentikan langkahnya saat  elihat halte bus yang sepi di hadapannya. Dilihatnya jam dipergelangan tangannya yang saat ini menunjukan pukul 11 malam, setelahnya ia mendudukan dirinya di bangku halte bus.

Ia memandangi jalanan dengan pandangan kosong, matanya sudah terlihat sangat lelah, meski sesekali menyesap minuman coklat hangatnya yang mulai mendingin. Sesekali ia memejamkan matanya, tubuhnya terobang kedepan, belakang dan kiri-kanan, lalu tersadar kembali. Lagi, ia melihat jam di pergelangan tangannya, ternyata baru lima menit ia duduk di bangku itu tapi rasanya sudah seperti satu jam lamanya. Ia mengedarkan pandangannya kembali kaarah jalanan, melihat beberapa mobil masih berlalu lalang namun bus yang ia tunggu masih belum muncul juga, hingga perlahan matanya benar-benar terpejam, membawa tubuhnya oleh ke kiri, cup yang ia pegangpun terlepas dari genggamannya.

Tubuh yang oleng itu tertahan oleh pundak seseorang yang beberapa menit lalu duduk tepat disebelah Thia. Orang yang sedari tadi ikut memperhatikan jalanan di hadapannya itu menoleh saat kepala Thia menyentuh pundak lebar miliknya. Dilihatnya wajah yang tertidur pula situ, terilhat lelah sekali sehingga ia enggan untuk membangunkan perempuan mungil yang bersender padanya itu.

Hembusan nafas keluar dari mulu laki-laki sang pemilik pundak, “Kalau saja mobil saya tidak mogok,” gumamnya sangat pelan sekali, ia ingin sekali menggeser tubuhnya, namum ia urungkan karena tidak tega saat melihat wajah perempuan disebelahnya itu.

Lima belas menit berlalu, pundak laki-laki itu mulai terasa keram, ulah perempuan asing yang meminjam pundaknya tanpa permisi.

“Taesung!” Seruan dari sesorang membuat Tesung, sang pemilik pundak itu menoleh,”dimana mob-?” pertanyaan itu terhenti saat Hanwool, sang pemilik suara mendapati seseorang bersandar pada sahabatnya, “Siapa?” lanjutnya berbisik.

“Tidak tahu,” Taesung menjawab, ikut berbisik.

Hanwool memincingkan matanya, seakan ia tidak percaya dengan jawaban sahabat semasa kecilnya itu, “Kamu berbohong kepadaku? Jangan-jangan dia kekasihmu?” ucapnya lagi, kali ini dengan suara normal.

“Bukan, saya tidak mengenalnya,” refleks Taesung langsung berdiri dari duduknya membuat Thia tersungkur, tubuh bagian kirinya langsung terhuyung, kepalanya membentur bangku, membuat ia terbangun dari tidurnya dan menjadi sangat segar.
“Aw!” teriaknya kesakitan, ia mengaduh dan lalu membuka matanya secara perlahan bersamaan dengan tatapan Taesung dan Hanwool yang tidak lepas dari gerak gerik Thia, membuat perempuan itu menjadi sangat malu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang