3. WAJAH YANG TAK TERLIHAT

147 5 0
                                    

Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar ya. Kalau ada typo atau kesalahan, jangan ragu kasih tahu, terima kasih sebelumnya!

Buat kalian yang baru pertama kali mampir di Wattpad-ku, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan update cerita seru berikutnya!

Langit masih gelap saat Alya terus berjalan tanpa tujuan. Jalan-jalan yang biasanya ramai kini kosong dan sepi, seolah-olah seluruh kota telah menjadi kota hantu. Lampu jalan yang berkedip-kedip hanya menambah suasana suram, membuat bayangan Alya terpantul samar di jalan basah. Suara langkah kakinya menggema, tapi setiap kali berhenti, dia merasa ada suara lain yang mengikuti.

"Ada yang tidak beres," gumamnya dalam hati.

Pikirannya kembali ke pesan-pesan aneh yang dia terima. Pesan yang mengancam, suara di pintunya, dan sekarang kesunyian yang mencekam. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Dan mengapa semua ini terasa seperti diarahkan kepadanya? Alya merasa seperti sedang dipantau, diikuti, tetapi setiap kali dia menoleh, tidak ada siapa pun di belakangnya.

Saat dia berjalan melewati toko-toko yang tutup, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Getarannya membuat Alya terlonjak. Dia memeriksa layarnya, berharap itu Andra atau seseorang yang bisa menjelaskan semua ini, tetapi hanya ada pesan baru dari nomor misterius itu.

"Kamu tidak bisa melarikan diri."

Jantung Alya berdebar kencang. Pesan itu singkat, tetapi membuat seluruh tubuhnya bergetar. Dia melihat sekeliling, mencari tanda-tanda kehidupan, tetapi hanya ada kegelapan. Nafasnya semakin cepat, dan meskipun kakinya terasa berat, dia kembali berlari.

Lalu, sebuah suara samar memanggil namanya. "Alya..."

Dia berhenti sejenak, mencoba menentukan arah suara itu. "Siapa di sana?" tanyanya dengan suara gemetar, meski tidak mengharapkan jawaban. Suara itu kembali memanggil, lebih keras kali ini, tetapi masih terasa jauh, seolah-olah berasal dari tempat yang tersembunyi di kegelapan.

Ketakutan mulai merayapi dirinya. Dia mendekat ke dinding salah satu bangunan, bersembunyi di antara bayang-bayang. "Ini tidak nyata," bisiknya pada diri sendiri, mencoba menenangkan diri. "Semua ini tidak nyata."

Namun, saat dia mengangkat wajahnya, sebuah sosok terlihat berdiri di ujung jalan, tidak jauh darinya. Itu bukan bayangan atau pantulan cahaya—itu seseorang, berdiri diam, memperhatikannya. Sosok itu tidak bergerak, hanya berdiri dengan kepala sedikit menunduk, seolah-olah sedang menunggu sesuatu.

Alya terdiam, tidak berani bergerak. Dalam cahaya lampu jalan yang redup, dia bisa melihat bayangan dari sosok tersebut, tetapi wajahnya tak terlihat, tersembunyi dalam kegelapan. Siapa itu? Mengapa dia tidak bergerak?

"Alya..." suara itu kembali memanggil.

Kali ini, suara itu datang dari arah sosok tersebut. Tapi ada yang aneh—suara itu terdengar seperti suara Andra, tetapi juga tidak sepenuhnya sama. Seperti ada sesuatu yang salah, sesuatu yang melenceng dari kenyataan.

Alya tidak bisa menahan rasa takutnya lagi. Dia berbalik dan mulai berlari secepat mungkin, menjauh dari sosok itu. Semakin jauh dia berlari, semakin kuat perasaan bahwa seseorang sedang mengikutinya, mendekat tanpa suara. Udara malam yang dingin menusuk kulitnya, tetapi ketakutan di dalam dirinya lebih dingin dari angin malam.

Ketika dia mencapai sebuah gang kecil, dia melompat ke dalamnya, berharap bisa bersembunyi. Gang itu gelap dan sempit, diapit oleh bangunan tua yang tampak tak terurus. Dia berjongkok di belakang tumpukan sampah, mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah.

Lama dia bersembunyi di sana, hanya ditemani oleh suara jantungnya yang berdebar keras. Dia menunggu suara langkah-langkah itu semakin mendekat, tapi tidak ada yang datang. Hening. Sekali lagi, hanya kesunyian yang mengerikan.

Alya mencoba menenangkan diri, meyakinkan dirinya bahwa sosok itu tidak mengikutinya. Tapi saat dia akan keluar dari persembunyiannya, tiba-tiba ponselnya bergetar lagi.

Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan itu.

"Mereka tahu di mana kamu bersembunyi."

Pesan itu cukup untuk membuat darah Alya terasa membeku. Sebelum dia bisa berpikir, sebuah bayangan panjang melintasi pintu masuk gang. Dia menahan napas, berharap bayangan itu tidak melihatnya.

Namun, ketika bayangan itu berhenti tepat di depan gang, Alya tahu dia tidak akan bisa bersembunyi lebih lama. Sesuatu, atau seseorang, tahu di mana dia berada. Sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan, tetapi selalu tahu keberadaannya.

Tiba-tiba, bayangan itu mulai bergerak, langkah-langkahnya perlahan memasuki gang. Alya menekan tubuhnya lebih erat ke dinding, berharap bayangan itu akan berlalu begitu saja. Tapi langkah itu semakin dekat. Jantung Alya berdetak lebih kencang, dan ketika sosok itu akhirnya muncul di depan tumpukan sampah, dia menahan napas.

Sosok itu tidak memiliki wajah.

Apa yang berdiri di depannya adalah seseorang—atau sesuatu—yang menyerupai manusia, tetapi tanpa mata, hidung, atau mulut. Wajahnya hanya berupa permukaan datar yang halus dan menyeramkan, seperti boneka rusak yang kehilangan fitur-fiturnya.

Alya tercekik dalam ketakutannya, tidak berani bergerak sedikit pun. Namun, sosok itu tidak mendekat lebih jauh. Hanya berdiri diam, seolah-olah menunggu sesuatu.

Ketika Alya merasa seolah-olah dia tidak bisa menahan diri lagi, sosok itu tiba-tiba membalikkan badan dan berjalan menjauh, meninggalkan gang dengan keheningan yang sama seperti saat datang. Nafas Alya kembali, meski tetap tersengal-sengal. Dia tidak tahu apa yang baru saja dilihatnya, tetapi jelas bahwa ada sesuatu yang sangat salah dengan kota ini—dan dirinya.


To be continued...

THE SILENT PLAGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang