Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar ya. Kalau ada typo atau kesalahan, jangan ragu kasih tahu, terima kasih sebelumnya!
Buat kalian yang baru pertama kali mampir di Wattpad-ku, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan update cerita seru berikutnya!
✧
Alya, Maya, dan Dika berlari sekuat tenaga, napas mereka terengah-engah, sementara suara langkah berat E-17 semakin mendekat. Lorong-lorong sempit dan gelap di fasilitas itu seperti labirin tanpa ujung. Setiap kali mereka berbelok, terasa seperti mereka berlari menuju kebuntuan. Alya terus memimpin, memastikan bahwa mereka tetap bergerak cepat, tetapi ketakutan mulai merasuki pikiran mereka.
"Tidak mungkin kita bisa terus seperti ini," Maya berbisik dengan nada panik. "Dia terlalu cepat."
Dika menoleh ke belakang sekilas, memastikan makhluk itu masih jauh. "Kita harus menemukan jalan keluar. Jika kita bisa memblokir jalannya, kita bisa mendapatkan waktu."
Alya mengerutkan kening, mencoba mengingat peta fasilitas yang pernah dia lihat. "Ada ruangan keamanan di depan. Kita bisa mencoba masuk dan memanfaatkan pintu otomatis untuk menjebaknya."
Mereka berbelok lagi di koridor yang sempit, dan seperti yang diharapkan Alya, ruangan yang mereka tuju ada di ujung jalan. Pintu besi besar dengan panel akses terletak di depannya, terlihat lebih kokoh daripada pintu lain yang telah mereka lewati. Namun, saat mereka mendekat, panel tersebut mati.
"Apa? Panelnya mati?" Maya bertanya dengan nada cemas.
Alya mengutuk dalam hati. "Tunggu sebentar!" Dengan cepat, dia berlutut di depan panel tersebut, mengeluarkan alat kecil yang dia simpan di saku. "Aku bisa mengaktifkannya kembali, tapi aku butuh waktu."
Waktu yang mereka miliki semakin singkat. Suara langkah berat E-17 semakin dekat, terdengar jelas dari lorong yang baru saja mereka lewati. Napas Maya semakin berat, sementara Dika berdiri berjaga-jaga, cemas dan gelisah.
"Alya, cepat!" desak Dika, matanya berusaha menatap ke arah lorong gelap tempat bayangan E-17 bisa muncul kapan saja.
Tangan Alya bergerak cepat, kabel-kabel kecil di dalam panel ia sambungkan satu per satu, mencoba untuk menyalakan kembali sistem akses. Detik-detik terasa sangat lama, dan ketegangan melanda setiap gerakan mereka.
Akhirnya, panel itu menyala, memancarkan cahaya hijau samar. "Berhasil!" Alya mengangkat tangannya ke arah pintu dan pintu besi besar itu mulai terbuka perlahan.
Namun, suara langkah besar E-17 sudah semakin mendekat. Mereka tahu tidak ada banyak waktu tersisa. Alya berlari masuk ke dalam ruangan itu diikuti oleh Maya dan Dika. Segera setelah mereka masuk, Alya memukul tombol di dinding, menutup pintu besi itu kembali.
"Pintu ini bisa menahannya, kan?" tanya Maya, suaranya gemetar dengan ketakutan.
Alya memandang pintu itu dengan ragu. "Seharusnya... tapi tidak ada yang pasti dengan makhluk seperti E-17."
Beberapa saat kemudian, dentuman keras terdengar dari sisi lain pintu. Suara gemuruh yang sangat kuat membuat jantung mereka berdetak semakin cepat. E-17 sedang mencoba menghancurkan pintu besi itu. Setiap dentuman membuat pintu itu bergetar.
"Kita butuh rencana," kata Dika, suaranya tetap tenang meskipun situasi semakin mencekam.
Alya menoleh ke arah layar monitor di dalam ruangan itu. Ada kamera keamanan yang menampilkan peta fasilitas. "Oke, kita bisa memantau gerakannya dari sini," katanya, tangannya bergerak cepat menggeser layar untuk mendapatkan pandangan lebih luas.
Maya mendekat, matanya terfokus pada layar. "Tapi itu tidak akan menghentikannya. Kita perlu menemukan bahan kimia penawar itu secepat mungkin."
"Benar," jawab Alya. "Menurut data yang kita dapatkan, bahan kimia itu disimpan di laboratorium utama, tapi kita harus mencapai lift yang terletak di ujung lorong ini. Itu satu-satunya cara untuk turun ke sana."
"Dan bagaimana kita bisa keluar dari sini tanpa bertemu E-17?" tanya Maya dengan panik.
Alya memperhatikan layar monitor dengan cermat. "Dia masih mencoba menghancurkan pintu ini. Kita mungkin bisa memancingnya ke arah lain dan melarikan diri ke lift."
Dika menatap Alya. "Kau punya ide untuk memancingnya?"
Alya terdiam sejenak sebelum menjawab. "Kita bisa menggunakan sistem suara di ruangan ini. Jika kita mengalihkan suaranya ke salah satu ruangan lain, mungkin kita bisa mengelabui E-17."
Maya menghela napas lega, merasa bahwa ada sedikit harapan. "Baiklah, ayo kita lakukan."
Dengan cepat, Alya mulai bekerja pada terminal komputer di depan mereka, mengakses sistem suara di fasilitas tersebut. "Aku akan memancingnya ke ruang mekanik di sebelah kanan kita. Itu akan memberiku waktu untuk membuka akses ke lift."
Tangan Alya bergerak cepat, dan tidak lama kemudian, suara berdengung terdengar dari speaker di ruangan lain. Suara itu mulai mengalihkan perhatian E-17, yang terdengar berhenti menggedor pintu.
"Dengar, dia bergerak," kata Dika, memperhatikan layar.
Mereka bisa melihat melalui monitor bahwa E-17 mulai berjalan menjauh dari pintu, suaranya semakin samar seiring makhluk itu bergerak menuju ruang mekanik.
"Ini kesempatan kita," kata Alya sambil menatap Maya dan Dika.
Mereka berlari keluar dari ruangan dengan hati-hati, menghindari membuat suara sekecil mungkin. Lorong yang mereka lewati terasa seperti jalur sempit menuju keselamatan atau kematian. Setiap langkah terasa begitu berarti.
Setelah berlari beberapa meter, mereka tiba di depan lift. Dika segera menekan tombol panggil, berharap lift itu akan segera datang. Sementara itu, Maya terus berjaga, mengawasi arah lorong di mana E-17 tadi bergerak.
"Ayo, cepatlah!" gumam Dika, panik.
Pintu lift terbuka perlahan, dan tanpa ragu, mereka semua masuk ke dalam. Alya segera menekan tombol untuk turun ke laboratorium utama. Pintu lift tertutup tepat ketika suara langkah besar E-17 kembali terdengar, namun makhluk itu tidak menemukan mereka.
Saat lift bergerak turun, mereka akhirnya bisa bernapas lega, setidaknya untuk sejenak. Namun, di dalam diri masing-masing, mereka tahu bahwa ini baru permulaan dari apa yang harus mereka hadapi. Di bawah sana, di laboratorium utama, penawar itu mungkin ada. Tapi mereka juga tahu, di sana jugalah E-17 akan menunggu mereka.
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SILENT PLAGUE
HorrorDi sebuah kota kecil yang tenang, penyakit misterius mulai menyebar tanpa peringatan. Orang-orang yang terinfeksi tidak segera berubah menjadi mayat hidup, tetapi mereka perlahan kehilangan kesadaran, menjadi terobsesi dengan suara tertentu yang han...