Istana Eldia, Malam Badai

5 0 0
                                    

Hujan deras disertai angin kencang mengguyur istana Eldia, menabrak jendela-jendela dengan suara gemuruh. Angin menderu kencang, menerobos celah-celah ruangan, membawa hawa dingin menusuk ke dalam kamar Ratu Isolde. Di atas ranjang bertiang empat, sang Ratu mengerang kesakitan, dikelilingi oleh tiga orang suster yang membantunya. Wajahnya pucat pasi, rambut pirangnya basah oleh keringat, dan napasnya tersengal-sengal.

Raja Alden Blackthorn, dengan jubah hitamnya yang berkibar tertiup angin, mondar-mandir di luar ruangan. Wajahnya tegang, garis-garis kekhawatiran terukir jelas di dahinya, matanya penuh dengan kecemasan.

"Sudahkah ada kabar?" tanyanya kepada pengawal yang berdiri tegap di depan pintu.

Pengawal itu menggelengkan kepalanya. "Belum, Yang Mulia. Persalinannya masih berlangsung."

Raja Alden menghela napas panjang. Dia tahu bahwa persalinan ini tidak mudah. Sang Ratu memiliki tubuh yang lemah, dan dia selalu khawatir bahwa dia tidak akan mampu melahirkan bayi yang sehat.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan seorang suster keluar. Wajahnya pucat pasi dan gemetar.

"Yang Mulia," suster itu berkata dengan suara berbisik, "bayinya sudah lahir."

Raja Alden bergegas masuk ke dalam ruangan. Di atas ranjang, Ratu Isolde terbaring lemah, wajahnya pucat pasi dan dipenuhi air mata. Di sebelahnya, tergeletak bayi mungil yang terbungkus selimut putih.

Raja Alden mendekati ranjang dan menatap bayinya. Matanya terbelalak. Bayi itu memiliki rambut hitam legam, berbeda dengan rambut pirang Ratu Isolde dan rambut coklat Raja Alden. Matanya pun berwarna hitam pekat, seperti batu obsidian.

"Apa yang terjadi?" Raja Alden bertanya dengan suara gemetar. "Bagaimana mungkin bayinya memiliki rambut hitam dan mata hitam?"

Dokter kerajaan, Dr. Eleanor Stoneheart, yang baru saja memasuki ruangan, melangkah maju. "Yang Mulia," dia berkata dengan nada gemetar, "bayi ini terlahir dengan tanda-tanda kutukan kuno. Menurut legenda, anak yang lahir dengan rambut dan mata hitam pekat merupakan reinkarnasi dari Iblis pembawa sial dan akan membawa bencana bagi kerajaan."

Raja Alden terdiam, hatinya diliputi rasa ngeri dan ketakutan. Dia memberikan bayi itu pada suster yang berdiri membungkuk disampingnya.

Suster yang membawa bayi itu gemetar ketakutan seolah dia tahu apa yang akan terjadi.

Raja Alden berbalik dan berjalan menuju jendela. Di luar, badai masih mengamuk, seolah-olah mencerminkan kekacauan di dalam hatinya.

Kemarahan dan ketakutan Raja Alden belum surut. Dia tahu bahwa dia tidak bisa membiarkan bayi ini hidup. Dia harus melindungi kerajaannya dari kutukan yang diyakininya.

"Bawa bayi ini ke Sungai Eldris," dia memerintahkan pengawalnya dengan suara dingin. "Buang dia di sana. Biarkan arus membawanya jauh dari Eldia."

Pengawal itu tercengang. Dia tidak pernah menyangka Raja Alden akan melakukan hal yang begitu kejam kepada anaknya sendiri. Tapi dia tidak berani membantah perintah raja.

Dengan hati yang berat, pengawal itu mengambil bayi dari tangan suster dan membawanya keluar dari ruangan. Ratu Isolde menangis histeris mendengar perintah Raja pada pengawal kerajaan, berusaha menghentikan pengawal, tapi sia-sia.

Di luar istana, badai masih mengamuk. Hujan turun deras, membasahi wajah pengawal dan bayi yang digendongnya. Pengawal itu berjalan dengan cepat menuju Sungai Eldris, sungai terbesar di kerajaan.

Saat dia mencapai tepi sungai, pengawal itu ragu sejenak. Dia memandangi bayi mungil yang menangis kencang diiringi suara angin kencang dan hujan deras. Wajahnya begitu polos dan tidak bersalah. Bagaimana mungkin dia bisa membuang bayi ini ke sungai yang deras?

Pengawal itu tergoda untuk melarikan diri dengan bayi itu, tapi dia tahu bahwa dia tidak bisa. Raja Alden akan mencarinya dan menghukumnya dengan berat.

Dengan hati yang hancur, pengawal itu menurunkan bayi itu ke dalam air beserta keranjang bayi yang terbuat dari kayu. Arus sungai yang deras segera membawa bayi itu pergi. Tangisan bayi perlahan mengilang seiiring arus sungai membawa jauh bayi tersebut dalam kegelapan malam.

Pengawal itu kembali ke istana dengan perasaan bersalah dan penyesalan. Dia tahu bahwa dia telah melakukan hal yang buruk, dan dia akan selamanya dihantui oleh bayangan bayi yang malang itu.

Kael The Uncrowned Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang