PROLOG

7 0 0
                                    

THE BLOOD
(Dream of peace)

Dunia tanpa kedamaian bagaikan kehidupan tanpa nyawa. Dunia tanpa kegelapan bagaikan kehidupan tanpa makna.
Lalu, sanggupkah keduanya saling beriringan? Lantas apakah keduanya akan seimbang? Atau bahkan keduanya justru menjadi huru-hara yang menjadi kegaduhan di alam semesta?

__**__

"Ibu! Ibu, jangan tinggalkan aku!"

Seorang gadis belia berusia lima tahun, berteriak pilu memanggil sosok wanita bergaun putih yang terus berjalan menerjang salju tebal, dan memenuhi permukaan tanah. Suaranya yang melengking dan pelafalan yang belum begitu jelas, terdengar begitu memilukan dengan kaki yang terus dipaksakan melangkah untuk mengejar bayangan wanita yang diyakini adalah sang ibu. Merasa penat, dan sesak yang seolah meremas paru-parunya. Sungguh, apakah bahkan seorang gadis sekecil itu paham dengan situasinya saat ini?

Bagaikan badai salju yang menghantam padang savana tak berpenghuni, bahkan tanpa ada tanda-tanda kehidupan, gadis tersebut terus menerjang seperti ada dorongan untuk tetap berlari di atas dinginnya tumpukan butiran es, menyebabkan kaki mungilnya perlahan membeku.

"Aku mohon, berhentilah... Jangan pergi, ibu!" suaranya semakin lirih dan putus asa.

Rasa sesak yang semakin menyambar dadanya, dan rasa dingin yang semakin menggerogoti tubuhnya membuat pergerakan gadis tersebut semakin melambat. Pandangannya mulai kabur, ia pun terjatuh bertelungkup di hamparan luas yang diliputi salju. Samar-samar ia melihat punggung sang ibu yang semakin menjauh dan menghilang sebelum mata hazel-nya benar-benar terpejam.

Musim dingin yang entah sampai kapan akan terus berlangsung ini, sama seperti nasib gadis kecil itu yang entah sampai kapan terus mengejar bayangan sang ibu.

"Aku lelah, ibu! Berhentilah, jangan pergi!" lirihnya dengan suara yang tercekat. Ia benar-benar kehabisan tenaga sekarang.

Wushh!

Sebuah angin entah dari mana, menerpa wajah si gadis membuatnya terjaga dengan kesadaran yang tak sepenuhnya kembali.
Sesosok entitas hitam yang tak memiliki bentuk dan wajah. Hanya gumpalan besar yang mengeluarkan asap gelap, nampak begitu menyeramkan. Dia berdiri tepat di depan anak kecil tersebut.

Tubuh mungil yang tak berdaya itu, mendadak kaku merasa aliran darahnya yang membeku. Ia bisa merasakan bahwa entitas tersebut tengah tertawa remeh ke arahnya.

"Wahai anak manusia. Kau seharusnya sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi takdirmu. Takdir yang akan memeriahkan alam semesta. Kau akan menjadi pemeran utama dalam sebuah tragedi di luar dugaan."

Suara berat dan dalam yang mampu menggemakan hamparan salju, membuat si gadis itu terdiam ketakutan. Suara yang entah bagaimana membuat telinganya berdengung dan merasa sedang berada di ujung kehidupan.

"Bangunlah wahai anak manusia lemah. Kau dilahirkan untuk menjadi tumbal kehidupan makhluk semesta alam, dan harus memikul beban dunia! Yang pada akhirnya kau hanyalah musuh terbesar bagi mereka yang serakah akan keabadian dan kekuasaan. Kaulah penghancur kedamaian yang dilahirkan kembali!!" Entitas tersebut terus berbicara dengan suara yang menyeramkan dan mengintimidasi.

Si gadis kecil tersebut tak berhenti gemetar. Rasa dinginnya es yang seolah menusuk tulang dan saraf-saraf, menyatu dengan rasa takut yang ia derita saat ini. Bahkan mantel bulu yang ia pakai sebagai pelindung tubuh mungilnya, kini tidak bisa mengurangi rasa dinginnya. Dari ujung kepala sampai kaki benar-benar kaku seperti ditanamkan jangkar besi di setiap sisi. Meskipun begitu, tatapan pemilik iris hazel tersebut tetap lurus pada entitas gelap itu degan pandangan tajam. Ia mencoba untuk melawan rasa ketakutan yang tengah bergulat dalam dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE BLOOD (Dream Of Peace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang