Hujan turun dengan deras malam itu, menimpa jalanan yang sudah lama tidak tersentuh oleh sinar matahari.
Jalanan di distrik Selatan kota ini tampak sepi, hanya disirami oleh lampu-lampu jalan yang berkedip redup.
Suara gerimis dan dentingan air dari atap bangunan yang bocor menjadi latar belakang bagi setiap langkah yang penuh kehati-hatian.
Di bawah terangnya lampu jalan yang suram, sebuah sosok melangkah dengan penuh ketelitian.
Pakaiannya gelap, menyatu dengan bayang-bayang malam, dan wajahnya tersembunyi di balik kerudung hitam yang menutupi hampir seluruh kepala dan wajahnya.
Matanya, sepasang manik ruby, menyala dalam kegelapan.
Sekilas terlihat seperti embun pagi yang menetes dari helai daun, tetapi kilauan itu jauh lebih tajam dan mematikan.
Langkahnya berhenti sejenak di depan sebuah gedung tua yang hampir runtuh, jari-jarinya meneliti sebuah kotak kecil di saku jaketnya.
Dalam kotak itu terletak beberapa alat yang bisa sangat membantu pekerjaannya malam ini.
Namun, dia hanya meliriknya sejenak sebelum kembali menatap ke arah gedung tersebut.
Di balik jendela-jendela yang pecah dan tirai yang kusam, terdengar bisik-bisik dan tawa yang tidak terlalu keras namun sangat khas.
Di dalam ruangan itu, dia tahu targetnya berada. Setiap detik terasa seperti tahun saat dia menunggu kesempatan yang tepat.
Ketika ada sedikit celah di dalam keamanan, sosok misterius itu melangkah memasuki gedung dengan gerakan yang hampir tidak terdengar.
Ruangan yang dia masuki penuh dengan asap rokok dan aroma alkohol yang berat.
Tempat itu adalah bar gelap yang tampaknya menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang ingin bersembunyi dari kehidupan normal.
Orang-orang di dalamnya tidak terlalu peduli dengan kedatangan orang baru—mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
'Mereka ini. '
Pemuda yang memiliki aura penuh rahasia ini hanya mengamati sekelilingnya dengan ketelitian.
Keberadaannya hampir tidak terasa, seperti bayangan yang bergerak dengan penuh tujuan.
Setiap gerakan dihitung, setiap langkah direncanakan dengan cermat.
Matanya tertuju pada seorang pria besar dengan postur mengintimidasi yang duduk di sudut ruangan.
Pria itu mengangkat gelasnya, tertawa bersama teman-temannya, tampaknya tidak menyadari bahaya yang mendekat.
Sosok misterius itu meraih sebuah barang dari saku dan menghilang ke dalam kerumunan, menyatu dengan bayang-bayang yang ada.
Saat dia mendekati targetnya, dia tidak bisa menghindari beberapa kata-kata yang berbisik di antara para pengunjung bar.
"Hei, lihat orang baru itu," kata seorang pria dengan suara serak, merespons kedatangan sosok misterius.
"Ada yang aneh dengan dia." Ucapnya lagi.
"Biarkan saja," jawab temannya sambil melambaikan tangannya.
"Dia mungkin hanya salah satu dari mereka yang datang dan pergi tanpa diketahui."
Pemuda itu tidak peduli dengan bisikan-bisikan itu.
Dalam sekejap, benda tajam di tangannya meluncur dengan presisi yang mematikan.
Pria besar itu hanya sempat merasakan sakit sebelum semuanya menjadi gelap.
'Aku harus segera menyelesaikan tugasku. '
Tidak ada teriakan, tidak ada keributan—hanya keheningan yang mengikutinya saat sosok misterius itu kembali menyelinap keluar dari bar.
Langkahnya cepat dan terukur, dia tahu dia harus pergi sebelum ada yang menyadari apa yang baru saja terjadi.
Namun, rencana yang sempurna sering kali menghadapi masalah yang tidak terduga.
Begitu dia berada di luar, suasana malam yang damai tiba-tiba berubah.
Di kejauhan, suara sirene mulai mendekat, menandakan bahwa mungkin seseorang telah melaporkan kejadian tersebut.Tidak ada pilihan lain, dia harus bergerak cepat.
Dia mulai berlari di tengah hujan deras, air menyapu tubuhnya dengan intensitas yang hampir tidak dapat ditoleransi.
Namun, dia tetap pada jalur yang sudah direncanakan.
Setiap langkah dipastikan tenang dan terkontrol, meskipun suasana sekitar sangat kacau.
Di tengah pelariannya, dia tiba-tiba merasakan ada seseorang yang mengikutinya.
Ada sesuatu yang tidak beres, dan perasaan itu semakin menguat seiring dengan semakin dekatnya suara langkah kaki di belakangnya.
Di bawah guyuran hujan, sosok besar muncul dari kegelapan di hadapannya.
Sosok itu mengenakan jas hitam dan topi fedora yang menutupi wajahnya.
"Kau pikir kau bisa pergi begitu saja, Alexander?"
Nama itu membuat sosok misterius itu terkejut, matanya melebar sejenak.
'M-mengapa. '
"Kau mengenal ku? " Ucap pemuda dengan nama Alexander itu.
"Tentu saja," jawab sosok besar dengan nada sinis.
"Aku tahu kau adalah Alexander, seorang pembunuh yang sangat berbakat, tapi malam ini, kau akan membayar."
Sosok misterius itu mengeluarkan pisau dari saku jaketnya, siap untuk pertarungannya.
Ya walau pekerjaannya memang membunuh tapi, entah mengapa kali ini dia merasakan sesuatu yang tidak wajar.
"Aku tidak berniat untuk kalah."
Dalam pertarungan singkat yang penuh kekacauan, Alexander terus saja menyerang dan kadang- kadang menangkisnya.
Setiap gerakan menjadi pertempuran hidup dan mati, dan saat sosok besar itu mengayunkan senjatanya, Alexander berusaha keras untuk bertahan.
"Kalah kau kali ini. " Ucap pemuda besar itu yang kini menatap Alex, dengan manik Hitam yang membentuk sebuah ancaman.
'Si-sialan! ' Batin Alex yang kini tengah menahan tangkisannya.
Namun, dalam beberapa detik yang mematikan, Alexander merasakan sakit yang luar biasa sebelum segalanya menjadi gelap.
Sebuah serangan mendadak dari belakang. Menembus sebuah udara basah.
"Ugh! "
Tetesan darah segar mengalir dari punggung Alex begitu juga dengan darah yang mengalir di sela-sela bibirnya.
Rintik hujan mulai membasahi kedua pipi Alex yang terlihat pucat.
Dan kelopak matanya yang basah, dan terlihat pula sebuah tatapan kosong dari manik Ruby miliknya.
Pemuda besar berbadan kekar itu, seketika tersenyum licik.
Manik hitam miliknya menatap kearah Alex yang langsung dia lempar kearah jalan raya yang kosong.
"Dasar keras kepala. " Ucap pemuda kekar itu, sebelum pada akhirnya dia meninggalkan tempat itu.
Hujan terus turun, menyapu darah yang mengalir di jalanan, seolah-olah mencuci bersih jejak terakhir dari seorang pembunuh yang terkenal dengan kemampuannya.
Di bawah guyuran hujan yang deras, Alexander akhirnya jatuh ke dalam kegelapan.
"Aku... Mati ditempat ini. " Gumam Alex yang hampir tidak terdengar.
'Sudahlah kematian memang akan datang tanpa diketahui. '
'Dasar payah. '
Don't forget to vote and comment too~
Babay all~

KAMU SEDANG MEMBACA
Emerald In Heavenly || ⚠𝘿𝙄 𝘽𝙀𝙍𝙃𝙀𝙉𝙏𝙄𝙆𝘼𝙉
ActionSeorang pemuda tanpa diduga tertransmigrasi ke dalam novel yang ia sempat baca waktu itu. Namun, alih-alih ingin merasa tenang setelah mati, ia justru terjebak dalam situasi hidup dan mati. Ketika ia mulai memahami realitas barunya, ia dihadapkan pa...