"Hadiah terburuk yang kuterima sepanjang hidupku adalah kamu."
Namaku Kania. Kania Mentari.
Aku adalah anak tunggal. Seenggaknya dari pernikahan ibu dengan bapak. Pada awalnya hidupku masih damai-damai saja. Sampai usiaku sepuluh tahun, aku masih jadi anak yang ceria dan penuh tanya alias kepoan anaknya.
Aku terbilang anak yang cerdas dan berbakat dalam melukis. Bapak dan ibu senang memilikiku, mereka bangga dengan prestasi yang aku punya. Meski pada awal-awal aku hanya bertahan diperingkat tiga tapi, itu hasil yang lumayan. Bahagiaku adalah ketika aku dapat mainan baru setelah berhasil menyabet juara di kelas atau memenangkan lomba melukis. Bapak selalu memberikan apa yang aku mau.
Seiring berjalannya waktu, kebahagiaan yang tadinya bersinar terang, kini redup perlahan. Senyumku diambil, hatiku disayat ketika tahu bapak punya anak lain dari selingkuhannya. Anak laki-laki yang terpaut tiga tahun dibawahku. Saat itu, usianya masih tujuh tahun ketika bapak membawanya pulang. Yang paling menyakitkan dari itu semua adalah bapak membawanya dihari ulang tahunku. Itu hadiah terburuk yang aku dapatkan seumur hidupku.
Tanganku mengepal di samping badan dan menatap tajam pada anak laki-laki dalam gandengan ayah. Meski bapak dan ibu bertengkar di belakang kami, untuk anak usia sepuluh tahun sepertiku sudah tahu kalau bapak mengkhianati keluarga ini.
Pada awalnya aku terima saja kehadiran anak laki-laki itu tapi semakin hari perhatian bapak terus tertuju padanya. Aku semakin gak suka. Hingga suatu hari aku mendorong anak itu hingga terjatuh karena dia sudah merebut kasih-sayang bapak dariku. Anak itu mengadu ke bapak. Bapak membentakku untuk pertama kalinya. Hatiku hancur ketika melihat tatapan murka bapak padaku. Suaranya begitu kencang memasuki gendang telingaku. Semalaman aku menangis sendirian tanpa didekap oleh ibu karena saat itu ibu memilih pergi dari rumah dari pada harus tinggal bersama anak dari selingkuhan suaminya.
Kami hanya bertiga di rumah. Anak yang bernama Kalingga itu terus mencari perhatian bapak. Entah saat makan yang maunya disuapi, minta dibelikan mainan baru dan bermain sama bapak, semuanya. Dia merebut semuanya. Perlahan aku menjadi anak yang penyendiri. Aku berdiam diri di dalam kamar, mengasingkan diri agar gak terus-terusan sakit hati melihat interaksi mereka.
Di dalam kamar, aku banyak melukis. Melukiskan semua hal yang aku rasakan. Aku mulai agak tenang dengan aktivitas itu. Namun, Kalingga berbuat ulah lagi. Dia masuk ke dalam kamarku dan menyiram lukisanku dengan segelas susu yang ia bawa. Katanya gak sengaja tersandung saat mau melihat lukisanku. Aku memang gak melihat langsung kejadiannya tapi aku yakin, anak itu melakukannya dengan sengaja. Terlihat jelas wajahnya yang mengejek waktu aku dimarahi bapak karena aku menampar Kalingga sebagai pembalasan atas perbuatannya.
Lagi-lagi suara kencang bapak memenuhi telingaku. hatiku hancur karena selalu aku yang disalahkan bapak. Beliau gak pernah bertanya duduk masalahnya seperti apa. Bapak selalu membela Kalingga. Apa-apa Kalingga. Semua untuk anak itu. Sampai kemudian hari esoknya bapak menghubungi ibu untuk memintanya pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemana Aku Harus Pulang? ✔️ [SUDAH TERBIT]
General Fiction#pensi #eventpensi #pensivol12 #teorikatapublishing Rumah yang seharusnya menjadi tempat Kania pulang, bagai neraka dunia yang terus membuatnya tenggelam dalam luka. Dia berkelana di luar untuk mencari sebenar-benarnya rumah, bukan sekedar tempa...