Titik Cukup Sudah ^Angka Sembilan Belas^

88 8 5
                                    

Pernahkah kita merasakan dorongan kuat untuk mengambil kendali atas hidup kita dan membuat perubahan besar dan positif untuk diri kita sendiri?
Itu mungkin bisa terjadi saat kita telah mencapai titik 'cukup sudah"



Dodo termenung di kamarnya memandangi album foto. Beberapa album yang menjadi saksi mata kenangan indah dirinya bersama saudaranya. Dari kecil hingga saat mereka mengikuti lomba University War tersimpan rapi dalam album foto yang menjadi kenangan indah.

Sungguh, Dodo sangat merindukan masa-masa yang telah lampau itu. Merindukan bermain dengan angka-angka, bermain bersama Vino, jalan-jalan ke pantai dan semua yang dia lewati bersama tiga orang yang paling disayang, Abin Anand dan Vino.

"Aku rindu masa-masa itu. Dapatkah aku kembali dengan keajaiban lorong waktu?" Gumam Dodo sambil terus membolak balikkan foto-foto itu.

"Tertawa bersama, saling berpelukan memberikan kehangatan dan ketenangan. Anda waktu dapat berhenti sampai saat itu saja." Dodo kembali berandai dalam dirinya sendiri.

Dodo meraih ponselnya dan mengetik beberapa digit nomor yang sepertinya sudah dihafal. Tak perlu waktu lama, panggilan Dodo sudah diangkat.

"Kenapa begini pada keluarga ini? Apa mau anda?" Dodo langsung berbicara pada pokoknya.

"Kamu sungguh berani." Jawab seseorang diujung telepon.

"Bebaskan ayah saya!" Ucap Dodo lantang.

"Dia adalah ayah yang telah menukarmu dengan uang demi menyelamatkan anak yang lain." Sambung orang tersebut.

"Ayah tetaplah ayah. Bebaskan ayah saya, atau saya akan mengirimkan rekaman suara dan pesan-pesan yang anda kirimkan untuk ayah. Itu semua bisa menjadi barang bukti di kantor polisi." Ancam Dodo.

"Wow! Kamu sungguh berani, luar biasa. Kamu memang benar-benar anak Satya."

"Saya tidak akan membiarkan anda menyakiti keluarga saya lagi." Dodo tetap tegas untuk menyudutkan orang tersebut.

"Datanglah ke tempat yang saya tentukan. Seorang diri." Ucap orang itu.

"Di mana?" Tanya Dodo.

"Saya akan kirim lokasinya. Jangan bertindak bodoh karena keselamatan ketiga anak Dirgantara ada di tangan saya." Orang itu balik mengancam Dodo.

"Jangan pernah sentuh mereka! Atau anda akan saya buat menyesal!" Dodo tak menurunkan ancamannya.

"Benar-benar persis seperti ayahmu. Diancam malah mengancam balik!"

Setelah mendapat kiriman lokasi dari orang itu, Dodo langsung beranjak dari kamarnya. Tanpa sepengetahuan yang lain Dodo mendatangi tempat yang di shareloc oleh orang tersebut.

Sesuai permintaan, Dodo datang seorang diri. Sepertinya tak ada rasa takut sedikitpun dari wajah Dodo untuk menghadapi orang tersebut.

Saat tiba di lokasi, Dodo disambut oleh beberapa orang berbadan kekar dengan stelan jas hitam. Dodo diarahkan memasuki sebuah bangunan yang terlihat seperti sebuah kantor lama yang sudah lama tidak beroperasi.

Tibalah di sebuah ruangan yang cukup besar, di sana telah berdiri sosok pria paruh baya yang memandanginya dengan senyuman yang menjatuhkan keberanian.

Orang berpakaian hitam yang berada di belakang Dodo, mendorong Dodo hingga terjatuh tepat di bawah kaki pria paruh baya itu.

"Jangan terlalu keras padanya, hidupnya sudah berat." Ucap pria itu, kemudian dia mengulurkan tangannya ke arah Dodo yang jatuh bersimpuh.

MATH PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang