AC-01

619 78 7
                                    

Enjoy

"Dari mana saja baru pulang larut malam seperti ini?" Suara tegas membuat langkah pemuda yang tengah mengendap-endap terhenti.

Tubuhnya berbalik ke arah sofa ruang tamu, pemuda itu menyengir ketika melihat sang Ayah tengah duduk bersedekap dada sambil menatapnya tajam.

"e-eh Papa, kenapa belum tidur? Udah malam banget loh ini," ucap pemuda itu.

Pria paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Seharusnya Papa yang nanya, dari mana kamu pulang selarut ini?" tanyanya.

Pemuda itu terdiam, apa yang harus dia katakan untuk menjadi alasan. Jika dia mengatakan kerja kelompok, maka Papanya itu tidak akan percaya. Mana mungkin anak badung seperti nya rela menghabiskan waktu dengan belajar.

"Selamatan di rumah Jaka." Jawaban itu keluar begitu saja dari bilah bibirnya.

Aron, Papanya menyerngit bingung. "Selamatan apa? Si Jaka hamil tujuh bulanan?" tanya Papa.

"Papa ini kalo ngomong suka nyeleneh, mana mungkin Jaka hamil. Kita selamatan untuk kelahiran Nene," jawab pemuda itu.

"Nenen?" tanya Aron.

Pemuda itu melotot horor kearah Ayahnya. "Mesum banget otak Papa, nenen siapa yang papa maksud!" Sentaknya kesal.

"Tadi kamu yang bilang nenen, Cakra," balas Aron.

"Nene Papa, bukan nenen," balas Cakra greget.

"Oh," Jawab Aron singkat.

Ingin rasanya Cakra menampar mulut Ayahnya, tapi dia mana berani. Bisa-bisa dia di kurung di kandang harimau milik Papanya.

"Nenen itu siapa? Kakak nya Jaka kah?" tanya Aron penasaran.

"BUKAN NENEN, TAPI NENE! NENE ITU KUCING PUNYA JAKA!" teriak Cakra kelewat kesal.

Aron terkejut dengan muka cengo, untung dia tak punya riwayat sakit jantung, jika tidak bisa mati terkejut dia. Lagian anak bungsunya ini sangat tidak sopan, berteriak kepada pria tampan yang lebih tua dengan nya.

"Santai dong!" sewot Aron.

"Papa bacot, Cakra mau ke kamar dulu, mau bobo ganteng." Pemuda itu akan beranjak dari tempatnya.

"Siapa suruh kamu ke kamar?" tanya Aron dengan suara kembali dingin.

Cakra meremang seketika, habis lah dia kali ini. Salahkan Reno tadi tak membangunkan nya saat ketiduran di markas miliknya dan teman-temannya.

"K-kenapa pa?" tanyanya gugup.

"Motor Papa sita, uang jajan dikurangin, berangkat dan pulang sekolah dengan Papa." Pernyataan mutlak itu tak dapat di ganggu gugat.

"Kok gitu? Yang lain deh hukumannya, bersihin kolam renang, sama halaman belakang deh," nego Cakra.

"Bersihkan kandang Harimau selama sebulan," kata Aron.

Mana mau Cakra kalau yang itu, bisa mati ketakutan dia di dalam kandang laknat itu. Memang Aron ini tak punya hati, menghukum anak Hensem sesuka hatinya, Cakra gak like.

"Papa mah! Cakra kesel sama Papa!" serunya lalu pergi ke lantai dua menuju kamarnya.

Aron hanya menghela napas lelah, sudah lelah dengan tingkah putra bungsunya yang sangat nakal. Ingin rasanya dia memasukkan Cakra ke sekolah akademik, namun dia mana sanggup harus berjauhan dengan anak nakal itu.

Begitu juga, Cakra adalah salah satu anaknya yang sering menemani nya dirumah. Sedangkan anaknya yang lain, sibuk dengan urusan masing-masing, sampai jarang untuk pulang.

Istrinya sudah lama pergi meninggalkan mereka, saat itu istri nya kalah dengan penyakit tumornya. Sudah lama, namun Aron tak berniat untuk menikah lagi, dia rasa dia masih sanggup mengurus anak dan pekerjaannya.

Matanya memandang sebuah figur foto yang tergantung di dinding, gambar seorang wanita cantik tengah tersenyum. Aron merindukan senyum hangat itu.

"Kalau kamu masih di sini, kamu akan pusing melihat bagaimana nakalnya anak bungsu kita. Dia sangat nakal, dan keras kepala, sepertiku. Sekarang anak-anak kita tumbuh jadi pemuda yang tampan, dan keren. Tapi bungsumu itu selalu mengatakan bahwa dia yang paling keren dan tampan. Aku merindukanmu, sayang," Batin pria itu memandang dalam gambar milik istrinya.

Cerita baru, kalau suka komen lanjut!

About ChakraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang