PROLOG

11 1 0
                                    

Masih dengan pakaian hitam putih yang dilapisi jas hitam, Denata kembali mengingat permintaan salah satu pengujinya saat seminar proposal tadi berlangsung. Permintaan yang memintanya untuk mewawancarai secara langsung anggota band Fastlord dan memasukkan hasil wawancara tersebut sebagai pengantar bab 4 skripsinya.

Sebenarnya tidak ada yang salah, karena ia memang membutuhkan latar belakang band tersebut sebagai penunjang untuk menyelesaikan skripsi yang saat ini tengah ia susun. Namun Denata berencana untuk merisetnya dari internet, bukan mewawancai secara langsung.

Bukankah biasanya hanya seperti itu? Senior-seniornya kemarin juga mengambil topik mengenai album penyanyi solo maupun band, namun mereka hanya mencari melalui jurnal dan melakukan pendekatan dari media sosial yang bersangkutan.

Lagipula topik skripsinya berfokus pada lirik lagu yang band tersebut bawakan, bukan latar belakang anggotanya.

Masih di kursi yang sama, Denata enggan untuk beranjak keluar dari ruangan seminar berlangsung. Berbeda dengan dosen pembimbing dan pengujinya yang dari 20 menit yang lalu sudah meninggalkan ruangan.

"Happy semprotulation, Na. Akhirnya perjuangan lo nggak tidur sampai subuh demi kerja skripsi terbayar sudah. Sampai harus masuk rumah sakit gara-gara tipes, tapi nggak papa 2/3 lagi, Na. Semangat." suara cempreng dari seorang gadis yang baru saja memasuki ruangan seminar, membuat lamunan Denata buyar.

"Berisik, Rei," protesnya.

Reina mengerut, disimpannya tote bag dan juga slempang bertuliskan 'Semprotulation Denata' ke atas meja lalu menghampiri Denata yang terduduk di kursi panas.

"Lo kenapa? Habis di bantai?" tanyanya yang dibalas gelengan.

"Lebih parah."

Reina menukikkan sebelah alisnya tanda tidak paham. "Gimana-gimana, cerita yang jelas lah, jangan setengah-setengah. Habis seminar bukannya sumringah malah tambah semraut muka lo."

Denata menghela napas panjang sebelum menceritakan kejadian yang dia alami saat seminar.

"Gimana nggak, bayangin aja bu Nonik nyuruh gue wawancarain band Fastlord. Gimana ceritanya gue bisa wawancarain mereka langsung?"

"What, gak salah?" ucapnya terkejut.

"Serius!" balas Denata dengan wajah lesu lalu kembali menelungkupkan kepala pada lipatan tangan.

"Wait, gue tau kalau bu Nonik emang suka mempersulit mahasiswa, tapi yah nggak gini juga lah. Bayangin aja kalau kemarin lo jadi ambil topik album NCT, bisa-bisa lo juga disuruh wawancarain mereka."

"Kalau kejadian beneran, gue mending mati ajalah. Nonton konser mereka aja belum kesampaian."

Denata berdiri dari kursinya, membuka jas hitam yang sejak tadi membuatnya gerah. Mungkin juga karena jas itu yang membuatnya kena sial hari ini. Jas itu punya sejarah kelam yang ingin sekali Denata lupakan, jika bisa. Namun karena hari ini jas yang sudah ia pesan sebelumnya masih tertahan dilokasi transit membuatnya dengan berat hati harus mengenakan jas milik mantan brengseknya.

"Gue harus gimana, Rei?" ucapnya dengan Nada putus asa.

"Yah gimana lagi, kalau lo nggak nurutin yang diminta bu Nonik, terpaksa lo harus nambah semester."balas Reina.

Denata mendengus "Lo nggak ngasih gue solusi apapun."

"Lagian lo sial banget, dari banyaknya dosen di jurusan kita, gimana bisa lo dapet bu Nonik. Lagian nih yah nggak biasanya bu Nonik mau nguji judul skripsi kualitatif, dia kan spesialis kuantitatif."

"Kayaknya Ibu Mega emang gak suka sama gue." kata Denata membahas kepala operator jurusan Bahasa Indonesia yang tampaknya memiliki dendam pribadi dengannya.

Reina mengangguk. "Bisa jadi, mantan lo kan pacar barunya."

Denata memutar bola mata malas. "Gak usah dibahas."

Reina tampaknya tidak menghiraukan peringatan yang Denata berikan. "Lo masih musuhan sama mantan lo yang itu?" tanyanya dengan wajah tanpa dosa.

"Gue bilang jangan dibahas, gue masih gedek sama orang itu." geram Denata. Ucapan dengan nada kebecian.

"Jangan benci banget, awas jodoh." canda Reina yang dibalas gidikan oleh Denata.

"Amit-amit."

Reina tidak bisa menahan tawanya. "Daripada lo bete disini, mending kita foto-foto. Meskipun sekarang lo lagi pusing mikirin gimana hasil skripsi lo nantinya, tetap aja lo udah lewatin satu tahap dan itu harus di abadikan." 

Reina mengambil slempang yang tadi ia bawa lalu menyampirkannya ke bahu Denata. "Yuk keluar, yang lain udah pada nunggu. Permintaan bu Nonik nggak usah dipikirin, nanti gue temenin lo wawancarain mereka." ajaknya sambil menarik tangan Denata.

"Bilang aja lo nyari kesempatan, modus lo nggak mulus kali ini." Denata berjalan mengikuti langkah Reina meninggalkan ruangan seminar.





••••••

To be continued






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FASTLORDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang