Waktu telah menunjukkan pukul enam lebih empat puluh lima, Gia berlari dari lantai dua kost an menuju tempat parkir motor sambil menggigit roti berisi selai strawberry dan menggenggam tas di tangan kiri nya, pagi senin yang sial, kemarin gia pulang jam setengah satu, dan tidur jam tiga pagi, karena dirinya belum menyelesaikan tugas sekolah menggambar nya, rencana awal pulang jam 10 tidak jadi karena gia menemani hanan di rumah sakit dan merawat nya.
Gia memarkirkan motornya di area parkir motor sekolah, Membuka helm dan jaket nya lalu di simpan di dalam jok motor, Gia segera berlari ke gerbang yang telah tertutup rapat, gia menghela nafas frustasi, sudah tidak ada harapan untuk masuk ke dalam. Tak lama kemudian pak surya datang menhampiri Gia.
"Gia? Kamu telat lagi? Udah berapa kali kamu telat dan di ulangi lagi, kamu bener bener gak introspeksi diri-" Ucapan pak surya terpotong saat ada seseorang yang menyela nya.
"Maaf pak, saya telat." Yang datang adalah hanan, dengan kondisi badan yang lebih segar, dan tidak pucat lagi. Gia tentu terkejut, orang yang baru ia lihat tadi malam seperti orang lemah, seperti tidak ada darah, pagi ini sudah berdiri tegak dan kuat.
Pak surya menatap hanan dengan ekspresi tidak suka, seperti punya dendam tersendiri, "hanan, mungkin sudah tidak bisa di hitung oleh angka kamu telat masuk sekolah, kapan kamu berubah?" Pak surya memijat ujung keningnya, sambil menggelengkan kepala.
Pak surya melihat wajah hanan dan Gia satu persatu, lalu pak surya menunjuk gia. "Gia, lihat atribut kamu, lengkap tidak? Dasi gak pake, sabuk gak pake, kamu ingat gak peraturan sekolah?"
Gia menunduk melihat ke seragamnya, dan gia baru sadar, akibat ia terlalu buru buru berangkat sampai lupa pakai dasi dan sabuk, gia mengangguk sebagai jawaban dan meminta maaf kepada pak surya.
"Gini saja, kalau kamu mau masuk ke kelas tanpa hukuman, kamu harus lengkapkan atribut kamu, pokoknya cari sampai dapat, kalau tidak seperti itu, mudah saja kamu berdiri di lapangan sampai jam istirahat." Pak surya melipat tangannya di dada, dan menatap gia dengan tatapan menantang.
Mendengar itu, hanan segera membuka dasi dari kerah bajunya, di teruskan dengan membuka sabuk di celananya, hal itu membuat pak surya beserta gia mengalihkan pandangannya ke arah hanan. Sekarang, hanan dan gia bertatapan, sorot tatap gia mengartikan bahwa dirinya kebingungan, lalu hanan menggenggam tangan gia, dan meletakkan dasi dan sabuk nya di tangan gia, jika di terjemahkan, berarti hanan memberikan dasi dan sabuk nya ke gia agar gia tidak di beri hukuman. Gia menatap hanan dan menggelengkan kepalanya seolah menolak, tetapi hanan langsung memutus kontak mata.
"Jangan hukum gia pak, dia telat karena saya. Saya saja yang di hukum." Hanan berucap dengan lantang.
Deg! Gia tertegun dengan selaan hanan barusan, sejujurnya gia lebih rela dirinya yang berjemur di lapangan dari pada hanan yang baru sehat pagi ini.
"Yasudah, kamu segera ke lapangan sekarang." Setelah berucap seperti itu, pak surya pergi meninggalkan hanan dan gia yang hanya berdua.
Gia berdecak pelan, dirinya marah karena hanan bertindak sejauh itu, padahal raga nya baru saja sehat. Merasa tidak setuju, gia lari menghampiri hanan dan menarik tangannya.
"Lo kok gini sih? Lo itu baru sembuh hanan! Lo mau berjemur di lapangan? Lo gak inget kemarin lo jatoh dari motor karena apa? Terus sekarang lo mau ngelakuin hukuman ini? Pokoknya gak boleh, gue yang aja yang dihukum." Gia menyerahkan kembali dasi beserta sabuk ke tangan hanan, dan berbalik badan berancang untuk pergi.
Hanan yang melihat itu spontan berucap, "lo pulang jam berapa semalem?" Langkah Gia terhenti.
Gia kembali membalikkan badannya, lalu berucap, "jam setengah satu, kenapa?" Ujar gia dengan nada sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are the color
Fanfiction"Lo tuh! Gue khawatir tau! Kalo kenapa napa gimana?" "Khawatir apa sayang?" SLOW UPDATE! cerita murni hasil dari ide sendiri.