Suara bel berbunyi dengan keras pertanda jam sekolah sudah selesai, sore ini riuh seperti biasa suara langkahan kaki yang terburu-buru, gia memilih mengambil jalan santai dan tidak terburu buru, tapi tidak menghilangkan rasa semangatnya untuk bertemu dengan hanan, ia tersenyum senang, meskipun akhir obrolan mereka tadi tidak diakhiri oleh kesenangan, tapi bagi gia segitu saja sudah cukup.
Gia menunggu hanan di kursi depan parkiran motor, mungkin hanan akan mengajak gia pindah ke cafe terdekat, karena tidak mungkin mereka akan menetap di sekolah, karena pasti akan di suruh pulang oleh penjaga sekolah, gia menunggu hanan sembari mengurus keuangan kas di kelas, gia wakil bendahara, yang bertugas merapihkan dan mencatat pengeluaran kelas.
Satu jam berlalu, tetapi eksistensi hanan belum terlihat di mata gia, tadinya gia berfikir bahwa hanan ada perkumpulan dulu di ekstrakurikuler nya, tapi sampai sekarang pun, hanan belum terlihat oleh gia.
"Gia?" Gia tersentak, dikejutkan oleh suara laki-laki yang terdengar berat, dan tepukan pada pundaknya yang rada keras.
"Eh! Gue ngagetin ya? Sorry gi." Ucap nya dengan rasa menyesal.
"Rey? Ngagetin banget...." Gia bernafas lega sekaligus kecewa, ia kira yang memanggilnya hanan, ternyata rey teman sekelas hanan.
Rey tersenyum lebar dan duduk di sebelah gia, "Lagi nungguin siapa? Bukannya lo bawa motor?" Tanya rey.
Gia menghembuskan nafas berat, dan terlihat dari sirat matanya yang ingin menangis, "Lagi nungguin hanan." Dengan nada lesu.
"Hanan? Dia mah udah pulang dari bel bunyi juga, dia langsung ke stasiun pasti." Ujar rey dengan santai.
Ucapan rey tadi membuat Gia terheran-heran, maksudnya? Stasiun? Hanan ada urusan kah ke luar kota?
"Stasiun? Dia ke mana?" Gia berbalik ke arah rey dan mendekat sedikit.
Rey balik menunjukkan ekspresi heran juga, lantas berkata. "Lo gatau? Dia kan kalau pulang sekolah langsung ke stasiun, berangkat ke Jakarta."
Gia semakin di buat heran dan juga bingung oleh lanjutan perkataan rey, Gia merasa dirinya sedang berada di gelombang hitam, yang ia menjadi titik putih sendiri lalu gia mengeluarkan ekspresi yang lebih lebih heran.
"Setiap hari?" Tanya gia, rey mengangguk.
"Pokoknya dia kalo udah bel pasti langsung yang pertama keluar kelas buat lari ke parkiran, terus langsung ke stasiun andir, terus berangkat ke Jakarta." Ucap rey lagi dengan santai.
Gia mengehela nafas tanda tidak percaya dan frustasi, "Gila! Ngapain dia ke Jakarta setiap hari?"
"Gak tau deh, pas gue tanya jawabnya geleng mulu. Lo kalo penasaran nih gue kasih kontaknya, tanya aja sendiri, dah ah urang cabs heula." Rey berdiri dan melangkah menghampiri motornya, memakai helm dan langsung menancap gas keluar area sekolah.
Setelah membaca pesan yang dikirim rey yaitu nomor whatsapp hanan, Gia hanya menyimpan nya tidak memberikan pesan apapun, dan langsung pulang ke kost an nya.
Gia sudah tiduran santai di kamar kost nya, membuka handphone miliknya adalah aktivitas pertama yang di lakukan setelah berhasil melewati dan menuntaskan kegiatan di sekolah, belum membersihkan diri ataupun membuka seragam, gia terpikir untuk langsung mengirim pesan ke hanan untuk bertanya pasal ke heranan nya.
Gia mengirim beberapa kalimat yang berada di bubble berbeda, gia hanya bertanya mengapa tidak jadi bertemu dan ia bertanya hanan pergi kemana? Tak berselang lama hanya lewat beberapa detik setelah tiga bubble berhasil terkirim ke ponsel hanan, dan jawaban yang keluar membuat gia tersentak dan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are the color
Fanfic"Lo tuh! Gue khawatir tau! Kalo kenapa napa gimana?" "Khawatir apa sayang?" SLOW UPDATE! cerita murni hasil dari ide sendiri.