Pantauan jarak jauh

813 127 7
                                    

🕵️‍♀️👨‍💼

Pandangan mereka saling menusuk. Darka maupun Klarisa tak ada yang mau mengalah. Seseorang memanggil Darka, maka ia memutuskan pandangan lebih dulu.

Klarisa malas menghabiskan makanannya, dengan cepat beranjak dari sana tanpa basa basi. Langkahnya cepat tegas, tak ada tolehan kepada ke Darka yang memandangnya hingga Klarisa tak terlihat setelah keluar dari kantin.

Darka yakin Cendana putrinya, maka ia akan mulai memantau supaya mendapat kepastian.

Sampai di kantor, Klarisa memilih menyibukkan diri, mengeyahkan emosi karena Darka. Ia diskusi kasus, mencari petunjuk hingga tak terasa malam tiba.

Suasana kantor sudah sepi, ia sendirian. OB menghampiri bersama sekuriti, mengingatkan Klarisa jika sudah jam sebelas malam.

"Ah, iya, Pak, Mas ... maaf, ya," cicitnya seraya merapikan barang-barang.

"Mbak, maaf, di depan ada yang nungguin."

"Hah? Siapa?" Kening Klarisa berkerut.

"Katanya ...," jeda sekuriti bertatapan dengan OB.

"Suami Mbak Klarisa." OB berseru. Klarisa datar-datar saja. Ia tau pasti Darka.

Tas kerja dijinjing, Klarisa melepaskan sepatunya karena memakai sandal. Tangan kanan tas kerja, tangan kiri sepasang sepatu hak lima senti.

Pintu kaca di dorong setelah tiba di lantai satu. Remote mobil ia tekan membuat dua lampu sen menyala kompak.

"Cendana cantik, sama seperti Ibunya," ucap Darka yang sudah berdiri di samping bagasi mobil. Tak ada senyuman dari Klarisa. Ia masuk ke tutup pintu belakang lalu membuka pintu kanan depan.

"Dia tadi seneng waktu aku kirim makanan," sambungnya.

Klarisa melirik tajam. Ia masuk ke dalam mobil, menghidupkan mesin mobil setelahnya memakai sabuk pengaman.

"Mobil kamu bagus. Aku suka."

Klarisa masih mengabaikan dengan diam. Suara Darka yang bicara sedikit berteriak masih terdengar Klarisa. Ia lajukan mobilnya perlahan, dari spion kanan melihat Darka berjalan kaki seorang diri dalam kegelapan dan jalanan yang sepi.

Tak mau peduli, Klarisa semakin dalam menginjak pedal gas. Di rumah, Ijal menunggu Klarisa di teras bersama Audrina.

"Lemburnya nanggung, Kak. Nginep aja sekalian. Ibu kirimin baju," sindir Audrina saat Klarisa menyalim punggung tangan kedua orang tuanya.

"Maunya gitu, Bu," sahutnya diakhiri cengiran. "Kenapa Ayah sama Ibu belum tidur?"

"Nemenin satpam jaga malam," sahut Audrina santai. Klarisa cengengesan, ia tau Audrina kesal karena Klarisa tak kirim pesan jika lembur. "Kla, tadi ada yang kirim pizza dua kotak buat Cendana? Dari Akbar, ya?"

Ingatan Klarisa terbang ke ocehan Darka.

"Nggak tau, Bu. Akbar nggak kabarin. Emang yang terima Cendana?"

"Iya. Kata ojolnya harus Cendana yang terima. Seneng banget dia." Audrina melempar tatapan curiga karena ada yang 'membisikan' jika Klarisa menutupi jika Darka lah pelakunya, tapi Audrina memilih diam karena tak mau Ijal mengamuk.

Klarisa langsung membersihkan diri lalu istirahat. Cendana tidur bersama Ijal dan Audrina, memang anak itu bebas mau tidur di mana selama nyaman.

Darka menghubunginya, Klarisa abaikan. Ia langsung memejamkan mata karena esok harus kembali bekerja dan jam tujuh sudah harus di kantor.

***

"Jika target kita baru mencapai empat puluh persen dan Pak Ismail minta dalam dua bulan ke depan harus mencapai delapan puluh persen. Apa kalian sanggup jika saya arahkan sesuai ide saya?" tantang Darka.

Magnetize ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang