Tiga

1 0 0
                                    

DUG DUG DUG

"Hey, bangun, kau ikut kelas tidak?"

Aku terbangun mendengar gedoran di pintuku dan suara samar yang memanggilku di baliknya. Aku mengumpulkan kembali nyawaku, sebelum kemudian teringat bahwa ada Mingyu yang tertidur di sebelahku. Aku membalikkan tubuhku, menghadap ke arah tempat Mingyu berbaring semalam. Pandanganku kini lurus bertatapan langsung dengan dinding. Hah? Kemana perginya dia?

Jantungku berdegup kencang. Aku memutar ulang ingatanku semalam. Yang semalam benar, kan, kalau aku menghabiskan waktu bersamanya? Di kamar ini, kamar asramaku. Bercumbu. Aku masih tenggelam dalam pikiranku sendiri sampai terdengar kembali gedoran di pintuku.

"Hey, sudah jam 10 pagi, kau masih belum bangun juga?"

Aku bangkit dari posisi berbaringku, kaget. Lalu mengambil ponselku yang tergeletak di lantai samping tempat tidurku. Layarnya menunjukkan baterai yang tersisa 2% dan angka 10:14.

Menyadari bahwa pagi ini aku bangun kesiangan karena sebentar lagi kelas akan dimulai, aku bergegas memakai kembali pakaian yang kukenakan semalam. Aku melihat ke sekelilingku. Kondisi kamarku rapi, persis seperti sebelum aku membawa Mingyu ke kamarku. Hanya ada pakaianku semalam yang berceceran di sekelilingku tadi. Tanpa berlama-lama lagi dan membuat temanku menunggu, aku berjalan menghampiri pintu dan membukanya.

Aku melihat temanku berdiri di depan pintuku, berkacak pinggang. "Kau ini habis apa, sih, semalam? Kok bisa-bisanya terlambat bangun. Masih pakai baju kemarin pula. Sudahlah, kau ikut kelas atau tidak?"

Aku menyunggingkan cengiran kepadanya. "Hehe .... Sepertinya tidak. Aku belum sempat bersiap-siap. Kau pergilah."

Temanku menghela napas. Dia menurunkan sedikit pandangannya dari wajahku dan berhenti. Tatapannya seperti dipenuhi kebingungan yang bercampur dengan rasa penasaran. "Itu apa di lehermu? Kau lebam?"

Refleks, tanganku bergerak menutupi leherku cepat. Apakah yang dimaksud lebam oleh temanku itu bercak yang ditinggalkan oleh Mingyu semalam? Kalau begitu, semalam itu benar bukan hanya mimpi?

Aku berpamitan dengan temanku dan menutup pintu. Lalu bergegas menuju cermin. Dengan jemari yang menarik kerah bajuku turun, aku mendekatkan wajahku ke cermin, memperjelas penglihatanku.

DEG!

Jantungku seperti berhenti berdetak saat aku menemukan bercak kemerahan di berbagai titik di kulitku. Dari leher menjalar hingga ke tulang selangka. Beberapa titik itu ada yang masih terasa perih, dengan luka berbentuk tancapan taring. Semua itu semakin memperjelas ingatanku akan semalam.

Aku memundurkan wajahku, kembali ke posisi tegak. Lalu berjalan menuju tempat tidurku dan mendudukkan bokongku di atasnya. Aku termenung, masih sedikit mempertanyakan kejelasan peristiwa semalam. Apakah aku bermimpi? Tapi, aku menemukan buktinya. Apakah halu? Mungkin saja yang menjamahku adalah orang lain semalam? Tunggu dulu ....

Aku mengambil ponselku yang terletak di sampingku. Menyalakannya dan  membuka galeri. Aku lalu membuka album all photos. Tidak menemukan apapun yang baru di sana.

Aku mulai frustasi, menggigiti kukuku kasar. Aku betul-betul tidak menemukan bukti yang melakukan hal itu denganku semalam adalah Mingyu. Aku lantas bangun dari kasurku, berjalan menghampiri meja belajar.

Mataku menyusuri permukaan meja. Lalu membuka satu persatu lacinya, mencari-cari kemungkinan adanya secarik kertas yang berisikan tanda tangan. Nihil.

Tidak lama setelah itu, aku menyadari bahwa ipadku tidak ada di tempatku biasa menaruhnya. Posisinya kini berada di atas meja, persis di depan kursi. Dengan berdebar, aku mengambil ipad itu dan menyalakannya. Membuka kunci ipad itu dengan face id.

Sebetulnya aku ragu, dia tidak mungkin bisa mengakses ipad ini, karena dikunci menggunakan face id. Hanya wajahku yang terdeteksi olehnya atau menggunakan kata sandi. Dia tidak mungkin tahu kata sandiku, kan?

Segera setelah kunci itu terbuka, bukannya homescreen yang terpampang, melainkan aplikasi notes.

Sebuah notes dengan tanda tangan Mingyu adalah hal pertama yang kulihat. Tanganku kugunakan untuk menutup mulutku, tidak percaya. Tanda tangan inilah yang menjadi bukti satu-satunya akan kenanganku dengannya semalam. Pemecah dari segala misteri, yang memberikan jawaban atas pertanyaan dia atau orang lain yang melakukannya denganku tadi malam.

A Taste of Fame | Kim Mingyu (SMUT) [COMPLETED]Where stories live. Discover now