1

423 9 0
                                    

Bus berhenti di depanku. Awalnya, aku ragu untuk naik, soalnya area khusus wanita sudah sangat penuh. Tapi aku juga tidak mau telat sampai di kantor. Akhirnya,  aku masuk ke area umum yang banyak diisi penumpang cowok. Syukurlah ini masih pagi, jadi mereka  masih wangi dan bersih, bahkan ada cowok-cowok muda dan ganteng, mas-mas kantoran gitu deh. Aku masuk ke antara mereka sambil meletakkan tas selempangku di depan badan, supaya lebih aman.

Beberapa menit setelah bus melaju.

Aduh, kok jadi makin sesak ya? batinku, berusaha mengatur napas. Bau keringat samar-samar mulai tercium, bercampur dengan aroma parfum maskulin yang justru bikin jantung berdebar. Tubuhku terhimpit di antara dua pria. Yang satu cukup muda, mungkin seumuran denganku, yang satunya lagi lebih dewasa, terlihat dari kemeja birunya yang licin dan jam tangan stainless steel yang melingkar di pergelangan tangannya. Aku bisa merasakan punggungku menempel pada dada pria yang lebih tua, sementara pria yang lebih muda berada tepat di depanku, hanya terhalang tipis oleh tas selempangku. *Ya Allah, kenapa jadi panas begini?*

Perutku langsung terasa geli saat pria di belakangku sedikit bergeser, tangannya yang besar dan hangat tanpa sengaja menyentuh pinggangku. Aku berusaha mengatur posisi, tapi bus yang penuh sesak membuatku malah makin terhimpit di antara mereka berdua. Napasku mulai memburu, entah karena pengap atau karena sentuhan tak sengaja yang terus berulang dari pria di belakangku.

Astagfirullah, Saskia! Kenapa jadi kepikiran yang nggak-nggak? Aku berusaha mengalihkan pikiran dengan mengecek ponsel, pura-pura sibuk membalas pesan. Tapi, aroma maskulin yang memabukkan dari pria di belakangku seakan menembus hijab dan terus merayap masuk ke dalam indra penciumanku.

"Maaf, Mbak... Kegencet, ya?" Suara pria muda di depanku terdengar.

Aku menoleh ke atas, menatap wajah pria muda di depanku. Wajahnya tampan dengan rahang yang tegas dan rambut klimis yang tertata rapi. Matanya menatapku jenaka, seakan tahu kegugupanku. Pipiku terasa panas, entah karena malu atau karena desakan bus yang makin menjadi-jadi setiap berhenti mengambil penumpang.

"I-iya, Mas... Nggak apa-apa, kok," jawabku, berusaha tersenyum. Suaraku terdengar tercekat, tertahan oleh rasa gugup dan juga... gairah? Ya Tuhan, apa yang kupikirkan? Aku buru-buru mengalihkan pandang, menatap keramaian di luar jendela bus yang mulai macet.

Pria di depanku terkekeh pelan. "Kalau Mbak-nya nggak nyaman, tasnya boleh ditaruh di depan aja..."

Aku menunduk, menatap tas selempangku yang kini terjepit di antara kami. Sebenarnya ide yang bagus. Tapi, kalau tas ini dipindahkan, artinya...

Detik berikutnya, bus Bus Kota kembali berhenti mendadak. Tubuhku limbung, tak mampu menjaga keseimbangan.

"Aduh!" pekikku tertahan.

Tubuhku oleng ke depan. Tepat ke pelukan pria muda di depanku.

Tubuhku terhuyung ke depan, menabrak pria muda yang berdiri di hadapanku. Posisi kami jadi canggung banget. Aku bisa merasakan dadanya yang bidang menempel di payudaraku. Warnanya pasti langsung merah padam di balik hijab ini! Bau parfumnya yang maskulin langsung menyerbu indra penciumanku, bikin kepalaku sedikit pusing sekaligus... terangsang? Astagfirullah, Saskia! Kenapa jadi mikirin begini, sih?

"Eh, maaf Mas, maaf..." ucapku gugup sambil berusaha menegakkan tubuh, tapi bus Bus Kota ini kayaknya lagi hobi banget ngerem mendadak. Tubuhku oleng lagi dan kali ini, bukan cuma menempel, tangan pria itu refleks melingkar di pinggangku, mencegahku agar tidak terjatuh.

"Santai aja, Mbak... Nggak papa." bisiknya di telingaku.

Napasku tercekat. Suaranya, yang tadinya terdengar ramah, kini sarat akan sesuatu yang...berat dan panas. Posisi kami benar-benar intim, dan di balik kemeja putihnya, aku bisa merasakan otot-otot lengannya yang menegang saat menahan tubuhku. Dan parahnya, aku menyukai ini.

Suatu Pagi di Bus KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang