Ini gila. Benar-benar gila.
"Mbak..." bisik pria itu lagi. Tangannya, masih tersembunyi di balik gamisku, mulai bergerak naik, perlahan-lahan mendekati dadaku.
Aku harus menghentikannya.
Harus.
Tapi... tubuhku terasa lemas. Lututku gemetar. Dan yang lebih parah lagi... aku tidak ingin dia berhenti. Sentuhannya, semeski baru sebatas di kulit perutku, sudah membuatku merasakan kenikmatan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Enghh..." lenguhku tanpa sadar, saat ujung jarinya tak sengaja menyentuh tepi bra-ku.
Rasanya seperti tersetrum.
"Maaf... maaf..." bisiknya lagi, meskipun suaranya terdengar lebih parau, menandakan kalau dia pun terbawa suasana.
Dan untuk pertama kalinya sejak pertemuan singkat kami di bus ini, aku memberanikan diri untuk menoleh ke belakang, mencari wajah pria yang telah membuatku melupakan siapa diriku.
Dia... tampan. Lebih tampan dari yang kuduga. Dengan rahang tegas, hidung mancung, dan rambut yang sedikit berantakan, ia terlihat sexy, terutama saat ini, ketika ia menatapku dengan sorot mata kelaparan yang membuat seluruh tubuhku panas-dingin.
"Kamu..." Aku tersengal, tak tahu harus berkata apa.
"Kamu wangi banget, Mbak..." bisiknya, mengulangi pujian-pujian yang sebenarnya biasa saja, tapi entah kenapa, terdengar begitu menggoda saat diucapkan olehnya.
"Mas..." desisku, napas kami berdua sama-sama memburu.
Pandangan kami bertemu untuk ke sekian kalinya.
Dan pada saat itu juga, aku tahu...
Tak ada lagi jalan kembali.
"Mas... Aku..."
Dan sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kataku, bus Transjakarta kembali berhenti mendadak, membuat tubuhku terhuyung ke belakang, tepat ke dalam pelukannya.
Dan kali ini, ia tak segan menyambutku.
Tangannya melingkar erat di pinggangku, menarikku merapat ke dadanya. Bibirnya menemukan telingaku, dan ia berbisik, suaranya serak dan berat, penuh dengan hasrat yang terpendam.
"Lanjut?"
Jantungku berdebar kencang.
Aku tahu ini salah.
Tapi... rasanya... begitu benar.
Dan dengan suara lirih, hampir tak terdengar,
Aku membalas bisikannya.
"Lanjut..."
Bus yang bergoyang-goyang seiring jalanan Jakarta yang tak ramah, kini terasa seperti ayunan pengantar dosa. Aku merapat padanya, merasakan napas pria itu memburu. Jari-jarinya tak lagi malu-malu, kini menari-nari di atas kain tipis braku, menekan-menekan dengan insting buas yang menggetarkan sekaligus menakutkan.
Rasa bersalah masih menggerogoti, tercampur dengan gelombang nikmat yang tak pernah kutemukan dalam doa-doa panjangku di sepertiga malam.
"Mas...," desisku lagi, tapi bukan untuk menolak. Melainkan untuk memastikan. Memastikan bahwa ini nyata, bahwa aku, Saskia yang selalu menjaga diri, kini membiarkan seorang pria asing menjelajahi tubuhku di balik gamis longgar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suatu Pagi di Bus Kota
Short StorySaskia dikenal sebagai wanita muda yang ramah, sopan, dan baik hati. Namun tak ada yang tahu bahwa di dalam hatinya ia menyimpan hasrat dan rasa penasaran yang besar. Masalahnya, dorongan itu muncul ketika ia sedang berdesakan di bus kota ... bersam...