Aku kebelet berak, tetapi tidak bisa berak. Aku bingung di mana tempat yang ideal untuk berak? Sudah seminggu aku tidak juga berak dengan benar. Apa karena aku tidak makan makanan berserat? Tentu bukan. Aku sudah makan makanan seimbang, kurasa.
Lantas apa yang bisa kulakukan? Pokoknya hari ini aku harus berak. Tak peduli apa yang terjadi.
Seminggu yang lalu aku bertemu dengan seorang teman. Di sebuah warung seblak, kita mengobrol banyak hal. Ia bercerita tentang mendobrak pintu belakang rumahnya karena kuncinya hilang dan cerita lainya sampai sampai membahas hal mistis. Aku menyimak saja sampai ia mengakhiri ceritanya dengan berpesan, "Jangan berak sendirian di tengah malam, atau sesosok kunti bisa ikut berak di sampingmu."
"Bisa saja bercanda mu bang," jawabku sambil membuka teh botol yang masih tersegel dan meminumnya seteguk. "kita pulang yuk, aku jadi kebelet berak."
"Teh botolnya ga di habisin?" tanya temanku meraih teh botol di atas meja.
"Buat kamu aja kalo mau," aku berdiri dan berjalan ke arah kasir.
"Oke makasih, tapi ingat pesanku yang tadi ya haha," jawab temanku sambil tertawa.
Kunti berak? Ada-ada saja temanku itu. mana ada hantu berak, kunti pula itu.
Malamnya, tepat jam setengah dua belas malam, aku kebelet sekali berak, dan sialnya baru satu semprotan keluar dari pantatku, suara yang hampir sama terdengar juga. Suaranya keras, namun terdengar jauh. Bukan di sampingku. Ah sial! Aku teringat kata temanku. kunti kan kalo terdengar jauh berarti dekat, dan sebaliknya.
Rasa panik membuncah, aku membasuh pantatku sampai celana pun ikut basah. Sejak malam itu aku tidak bisa berak. Siang hari pun tidak bisa. aku merasa tidak tenang ketika berada di toilet sendiri. aku takut sesuatu yang tidak aku lihat berada di toilet bersamaku.
Karena takut berak di toilet rumahku sendiri, maka aku sering menumpang berak di toilet tetangga. Tetapi rasa takut itu masih saja ada, aku masih tak bisa berak. Hanya angin yang keluar dari pantatku, dan hari-hari berikutnya selalu sama sampai seminggu.
Tepat di hari ini, dan di malam ini, ku bulatkan tekadku, aku harus berak. Perutku sudah begah, rasa mulas ini tak dapat ku tahan lagi. Tak peduli meski rasa takut itu tetap ada, aku tidak kuat jika harus berlari ke tempat tetangga. Aku akan berak meski di toilet sendiri. Jam di ponselku menunjukan pukul setengah satu. aku tak peduli, siapa saja silahkan ikut berak di sampingku.
Ketika ampas dalam perutku menyembur bercampur angin, suara itu pun muncul. Akan tetapi ini tidak sama dengan suara yang aku dengar seminggu yang lalu. bukan suara itu, bukan suara yang sama ketika yang meniru persis dengan suara pantatku. ini suara jeritan, bukan juga suara seorang wanita.
Dalam ketakutan yang mulai singgah, apa ada kunti berjenis kelamin pria? batinku.
Bukan, ini suara kesakitan, dan itu bukan suara yang asing bagiku. Tak sadar ampas dalam perutku seperti tuntas keluar ketika aku terlalu fokus menerka-nerka suara siapa itu. suara itu seperti berasal dari rumah tetangga. Apa yang gerangan terjadi? batinku.
Hari ini hari sabtu, aku libur kerja, aku berniat keluar mengajak temanku untuk bertemu di tempat biasa. ketika aku menghubungi ponselnya, suara lain terdengar di seberang sana.
"Temanmu sedang di rumah sakit," suara seorang perempuan menjelaskan apa yang terjadi dengan temanku.
Lantas aku bergegas untuk menjenguk temanku di tempat dia berada, sesampainya ku lihat temanku terbaring di tempat tidur dengan kasur putih khas rumah sakit. Sebuah selang dengan ujung jarum tertancap di pergelangan tangan kirinya. wajahnya putih dengan sekujur tubuhnya yang terasa dingin seperti mayat tanpa darah.
"Apa yang terjadi denganmu kawan?" aku tak bertanya kabarnya, karena jelas ia sedang tak baik-baik saja.
Ia hanya menjawab, "hehe, aku kena batu dari omonganku sendiri," apa maksudnya? batinku seketika terdiam, tersirat penuh tanya, aku tidak bertanya banyak. aku biarkan ia istirahat untuk memulihkan kesehatannya.
Seminggu setelahnya kondisi temanku membaik, dan akhirnya pulang. Aku sendiri yang menjemput dan menemaninya. Sesampainya di rumah ia bercerita tentang apa yang dialaminya. Berawal dari dua minggu yang lalu ketika ia memesan seblak terlalu pedas saat terakhir aku melihatnya sehat.
Malamnya perutnya seperti melilit, rasa mulas selalu muncul meski baru saja selesai melaksanakan hajat besarnya. Ampas, air dan angin bercampur menembak keluar hingga suaranya menggema di kamar mandi. Yah benar, ia terlalu banyak makan pedas siang itu.
"Ooo, jadi suara yang kudengar malam itu berasal dari rumahmu toh," ucapku asal menyimpulkan jawaban dari pertanyaan bahkan aku hampir melupakannya.
"Iya itu memang suara pantatku, tapi ...." Temanku melanjutkan ceritanya bahwa ia hanya satu hari mencret, tetapi di hari berikutnya ketika ia mendengar suara orang buang air besar, ketika tengah malam. Bagaimana bisa ada orang di toilet sementara ia hanya tinggal sendiri di rumahnya?
Ia ingat apa yang dia katakan kepadaku tentang berak di tengah malam, ia takut untuk berak sejak malam itu, bahkan takut untuk berak di toilet tempat ia bekerja. Temanku memutuskan untuk tidak makan, ia hanya minum ketika merasa lapar, rasa laparnya dikalahkan oleh rasa takut akan kebelet berak.
Sampai di suatu malam, ia merasa perutnya sakit karena minum minuman teh botol dari kulkasnya. Ia tidak tahan hingga menjerit kesakitan, tetangga yang merasa terganggu akhirnya mendatanginya, dan mendapati ia tengah meringkuk di pojok kamar sambil memegangi perutnya, akhirnya si tetangga melarikannya ke rumah sakit malam itu juga.
"Kamu ingat pesanku malam itu kan bro?" aku hanya menjawabnya dengan anggukan. "sebelumnya, pesan yang sama juga aku dapatkan dari pemilik tempat kos ku."
Aku baru sadar kalau tempat tinggal kami berjauhan, aku tinggal sendiri di komplek perumahan, sementara temanku tinggal di tempat kos yang jaraknya sekitar setengah jam dengan mengendarai motor. Ia memilih kosan itu karena murah.
"Kamu tinggal sendiri kan bro? Boleh gak aku numpang dulu di rumahmu sebelum aku dapat kos-kosan baru?"
Aku pun dengan senang hati mengabulkan permintaan temanku, hari itu juga aku membantu membereskan barang-barang di kos-kosannya, dan pindah ke rumahku. karena kebetulan aku baru sadar hal lain lagi, sebenarnya rumahku berada di ujung komplek, hanya satu rumah yang berdiri di sana, lantas rumah apa yang aku tumpangi berak dan suara siapa yang kesakitan malam itu?
___
Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Saya masih belajar, mohon saran dan kritiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Random 1000kata
Short StoryTulisan-tulisan gabut dari saya yang sedang belajar menulis. Semoga ada yang mampir dan memberi kritik dan saran.