Kangen

3 1 0
                                    

"Kangen! aku kangen sama kamu Kangen! Kangen gak kangen sama aku?." Kataku di masa lalu kepada sahabat kecilku. Sesosok cantik Yang kini sudah menjadi seorang petualang hebat. Sebenarnya namanya itu adalah Kang Eun. Bukan nama yang familiar di negara kepulauan ini. Itu nama dari negeri ginseng.
    Namaku Yoshi, nama pemberian dari sepasang suami istri penggila negeri sakura. Kata mereka nama itu berarti baik. Sementara Kangen sendiri dia memang mewarisi darah negeri ginseng dari ayahnya. Sehingga ayahnya memberi nama Kang Eun Kepada Kangen, "bukankah begitu Kangen?"

"Sudah kubilang nama aku Kang-Eun!," Jawab Kangen "Panggil aku Eun aja pake satu suku kata, jadi gak aneh dengernya"
     Tapi meski begitu, aku masih saja melakukannya hingga Kangen lama-lama terbiasa dengan nama panggilan itu.
    Bukan cuma namanya, orangnya juga bikin kangen. Bagaimana tidak. Wajahnya cantik, dengan mata kecilnya yang tajam. Kulit putih khas negeri ginseng. Rambutnya yang lurus tergerai setengah punggung dengan poni sejajar dengan alisnya. Aku berdecak kagum setiap kali melihatnya. Beberapa kali aku menyatakan cinta padanya, tapi selalu ditolak. "Apa sih, gak mau lah." Jawab dia singkat. Segitu jelek kah aku. Tapi kata orang aku ga jelek-jelek amat. Seseorang juga pernah menembak ku, tapi ku tolak karena aku hanya suka sama Kangen sahabatku. Padahal kami sudah bersama dari kecil. Tapi cintaku ditolak begitu saja. Hmmm jadi sedih rasanya.---
      Dia sahabatku, aku tak rela orang lain merebutnya dengan dia, tak akan kubiarkan orang lain berpacaran dengan. Aku selalu berhasil mengganggu dan menggagalkan orang-orang yang berusaha mendekatinya dan membuat mereka jera. "Ah malas mendekati si cantik Eun itu. Selalu diganggu sama penjaganya." Kata anak-anak yang pernah mencoba mendekati Kangen.
     Suatu ketika, di jam istirahat sekolah. Perutku terasa sakit dan mulas. Mencretku kambuh. Sudah dua bulan terakhir aku mengalami ini. Terakhir kali sebulan yang lalu. Aku mulai paham apa yang terjadi dengan perutku. Aku bergegas ke kamar toilet dan tak sempat membawa kantong belanjaan yang ku beli tadi pagi dan meminta tolong Kangen untuk membawakannya padaku. Kangen melemparkannya melewati tembok penyekat toilet. Ia bertanya apa isi kantong keresek itu. Itu hanya roti dan obat sakit perut kataku. "Sebenarnya kamu mencret atau sakit maag?" Kata Kangen sebelum pergi keluar dan menungguku di depan pintu masuk area. Setelah selesai dengan urusanku, aku keluar dari area toilet dan mendapati Kangen tengah berbicara dengan seorang murid cowok.
    "Wah wah ada Eun, ngapain di depan area toilet pria, Nungguin aku kah?" Kata si murid lelaki berbadan bongsor.

"Heh, mo ngapain lu!!" Kataku sembari membanting pintu hingga menimbulkan suara gemebrak.

Si bongsor menoleh dan bergegas ke arahku meraih kerah baju "emang apa urusanmu hah!" Si murid bongsor hingga aku menabrak tembok di belakangku. "Aku heran mengapa anak-anak yang lain takut sama cowok culun dan kerempeng macam kamu, ngajak berantem hah!"

      Si bongsor mencengkeram kerahku terlalu kuat. Argh leherku terasa sakit. Nasib baik seseorang menepuk pundak si bongsor. Si bongsor menoleh ke belakang. Dan di saat yang sama sekepalan tangan mendarat di hidung si bongsor. Itu Kangen. Kangen menolongku lagi.
     
     Ketika aku kelas dua sekolah dasar. Waktu itu langit kelabu dan agak gerimis karena takut kehujanan aku pun berlari agar cepat sampai rumah. Seekor anjing di teras rumah tiba-tiba bangkit rebahnya dan menyalak kepadaku lalu berlari ke arahku , karena takut aku pun lantas berlari sekencang yang aku bisa.
     Aku tersandung kakiku sendiri dan terjatuh. Di saat yang sama seorang anak tiba mendarat di depanku, anak itu memegang sebuah batu di masing-masing tangannya. Dia berjongkok lalu kemudian menyalak keras hampir menyamai suara si anjing. Di lemparnya batu itu, satu kali tak kena dan kedua kali terdengar suara buk!. Anjing itu melolong sambil pergi. Anak itu bernama Kang Eun.
     Itu adalah saat pertama aku bertemu Kang Eun di saat yang sama pula aku jatuh cinta padanya. Sebenarnya selama dia ini dia yang melindungiku, seorang cewek cantik badas, melindungi cowok nerd. Selama ini dia yang memberi pelajaran sama cowok-cowok yang mengganggunya. Aku hanya menyemangatinya saja.___

     Aku merasa lelah dan pasrah. Ujian akhir sekolah sebentar lagi datang. Sekolah menengah pertamaku sebentar lagi selesai dan misi untuk menembak Kang Eun selalu saja di tolak. Dan terakhir aku bicara dengannya mungkin hampir setahun yang lalu. Dia memang pendiam. Tapi tidak sampai membisu. Sudah hampir setahun aku tak mendengar suaranya. Sampai akhirnya kami lulus.
       Suatu pagi, orang tua Kang Eun ke rumahku, berpamitan untuk pergi pindah ke luar kota. Aku tak melihat Kang Eun diantara mereka. Orang tuanya bilang bahwa Kang Eun sudah pindah lebih dulu asrama di sekolah SMA nya. Aku merasa ada sesuatu yang hilang si hidupku, seperti sebuah lubang di dada. Seperti sesak tapi masih lancar bernafas. Apakah ini normal untuk bocah seumur aku waktu itu.
       Aku pun melepas semua indentitas lamaku. Aku akan masuk SMA. Waktu pun terasa begitu cepat. Tak terasa sudah tiga tahun berlalu. Dan akhirnya aku lulus dan aku pun melanjutkan kuliah di jurusan desain grafis. Dan lulus dalam tiga tahun juga. Semua terasa cepat begitu cepat. Sampai aku lupa wajah gadis itu. Gadis yang cantik tapi gahar. Gadis namanya juga aku lupa-lupa ingat. Aku ingin melukisnya tapi tidak ada satupun selebritis atau orang yang secantik dia. Aku rindu padanya. Apakah sekarang dia sudah punya kekasih. Seorang pangeran yang tampan untuk putri yang cantik jelita.
        Sore itu langit kelabu. sepulang kerja aku mampir di sebuah minimart. Aku masih saja memikirkan seperti apa wajah gadis itu sekarang. Kabar burung bilang kalau keluarga Kang sudah pindah ke negeri ginseng. Saat itu aku ingat nama dia. Kang Eun. Selesai dengan barang yang kucari aku pun mendorong troliku ke kasir. Seorang perempuan yang cantik dengan mata kecil yang tajam. Rambutnya hitam di ikat satu ekor. Dan poni sejajar dengan alisnya. Sebuah tag name tersemat di atas dada kirinya bertuliskan "Rindu ---".
     Rindu? Tunggu sebentar "rindu sama dengan kangen" Gumamku pelan. Jangan-jangan dia...
"Kang Eun?. Mba ini Kang Eun kan , aku Yoshi masih inget aku ini aku sahabat kamu apa SMP dulu?" Kataku dengan sangat antusias.

"Maaf kak. Nama saya Rindu." Kata si kasir.

"Tapi mba-"

"Woi cepetan!!" Seseorang di belakang antrian menyela, "anjingku di depan kasian. Langit sudah mulai hujan!"

   Aku pun pergi keluar dari mini mart itu. Sesekali ku lihat lagi wajah si kasir. Mungkin dia lupa denganku karena penampilanku yang berbeda sekarang. Langit pun semakin hitam di sore itu. Ketika aku sampai di apartemenku aku baru sadar ada sesuatu yang hilang. Dompetku tidak ada di tas. Apakah jatuh di jalan atau tertinggal di mini mart. Aku harus kembali ke minimart itu menyusuri jalan yang tadi siapa tau jatuh di jalan.
       Baru setengah perjalanan ke minimart, di sebuah pertigaan lampu merah, terlihat seekor anjing yang tengah mengendus-endus jalanan, di seberang sana. Ketika anjing itu melihatku matanya menyalang, ekornya terangkat. Anjing itu melesat kabur dari genggaman pemiliknya dan berlari kearahku. Meski sudah bertambah umur tapi aku masih takut anjing. Sontak aku berlari, dan hujan pun mulai menjadi. Sial, yang aku mengambil gang yang salah, sebuah gang buntu. Aku tak bisa apa-apa, aku pasrah sudah. Aku hanya terduduk di ujung gang di susul seekor anjing yang masih sedikit lagi mendekat dan...
     Seseorang berhoodi menggapai tali leher si anjing. Mengelus anjing. "Kerja bagus jing."
       "Maaf membuatmu takut dengan anjingku, barangmu tertinggal di minimart. Anjingku mengendus ini dan ia sangat bersemangat ingin mengembalikannya padamu." Terdengar suara bariton seorang pria.

     Hujan terjadi sebentar saja. Awan-awan pun segera membubarkan di langit sana. Pria itu membuka penutup kepalanya. Cahaya mentari sore menerpa wajah si pria. Tampak rambut panjang hitam, kulit putih, serta mata kecilnya yang tajam. Pria itu menyodorkan sebuah dompet kulit padaku, "Silahkan Nona."

Cerpen Random 1000kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang